Mohon tunggu...
DEVA SEPTANA
DEVA SEPTANA Mohon Tunggu... Penulis - Journalist

Kompas In Aja!

Selanjutnya

Tutup

Diary

Mengenal "Generation Invisible" dalam Pembelajaran Daring

1 Februari 2025   08:54 Diperbarui: 1 Februari 2025   08:54 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak pandemi COVID-19 melanda dunia, pembelajaran daring menjadi solusi utama untuk menjaga keberlangsungan pendidikan di tengah keterbatasan interaksi langsung. Di Indonesia, proses ini telah berlangsung selama dua tahun terakhir, melibatkan penggunaan berbagai platform seperti Zoom Meetings, Microsoft Teams, hingga Google Meet. Namun, meskipun teknologi mendukung, tantangan besar muncul dalam menjaga interaksi yang efektif antara guru dan siswa. Salah satunya adalah fenomena "generation invisible," di mana siswa enggan mengaktifkan kamera selama kelas berlangsung.

Fenomena ini menggambarkan kondisi di mana banyak siswa memilih untuk tidak menyalakan kamera selama pembelajaran daring. Peneliti Vasile Gherhes dari Romania pada 2021 memperkenalkan istilah ini untuk menggambarkan siswa yang secara virtual "tidak terlihat." Dalam kondisi ini, guru sering merasa seperti berbicara sendiri, karena tidak adanya isyarat visual yang menunjukkan perhatian siswa. Situasi ini membuat proses mengajar terasa hambar, bahkan mengecilkan hati para pendidik.

Fenomena ini melibatkan siswa sebagai pelaku utama, guru sebagai fasilitator pembelajaran, serta institusi pendidikan yang bertanggung jawab atas kebijakan dan pendekatan dalam proses belajar-mengajar. Siswa menghadapi tekanan untuk tampil di depan kamera, sementara guru harus beradaptasi dengan cara baru dalam mengajar tanpa interaksi langsung.

Fenomena "generation invisible" muncul bersamaan dengan mulai diterapkannya pembelajaran daring pada awal pandemi, sekitar Maret 2020. Hal ini terjadi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, di mana sebagian besar sekolah dan perguruan tinggi menggunakan pembelajaran daring untuk menggantikan kelas tatap muka.

Terdapat dua penjelasan psikologis utama mengenai alasan siswa enggan mengaktifkan kamera:

  • Efek Lampu Sorot (Spotlight Effect):
    Siswa merasa seolah-olah semua mata tertuju pada mereka saat kamera menyala. Kondisi ini memicu ketidaknyamanan karena siswa harus terus memantau perilaku dan ekspresinya sendiri selama kelas berlangsung. Fenomena ini diperparah oleh kehadiran fitur yang memungkinkan siswa melihat wajah mereka sendiri di layar.
  • Norma Kelompok:
    Ketika sebagian besar siswa mematikan kamera, yang lain cenderung mengikuti demi menghindari perhatian. Ketidaknyamanan ini juga sering dianggap sebagai pilihan opsional, bukan kewajiban, sehingga banyak siswa lebih memilih untuk tidak menyalakan kamera.
  • Bagaimana Mengatasi Fenomena Ini?
    Meskipun tantangan ini tidak mudah, berbagai strategi dapat diterapkan oleh institusi pendidikan dan pengajar untuk mendorong siswa mengaktifkan kamera mereka:
  • Komunikasi dan Kesadaran:
    Guru perlu menjelaskan pentingnya menyalakan kamera dalam mendukung komunikasi nonverbal, meningkatkan efektivitas pembelajaran, serta membangun hubungan dengan teman sebaya. Penekanan ini dapat disampaikan sejak awal tahun ajaran sebagai bagian dari norma kelas.
  • Pendekatan yang Berpusat pada Siswa:
    Sebagaimana diusulkan oleh peneliti Castelli dan Sarvary dari AS, kebiasaan menyalakan kamera harus didasarkan pada kebutuhan siswa. Guru perlu memberi ruang bagi siswa yang merasa tidak nyaman atau lelah untuk mematikan kamera, asalkan mereka tetap terlibat secara aktif dalam pembelajaran.
  • Aktivitas Interaktif:
    Guru dapat menciptakan suasana kelas yang dinamis melalui kegiatan seperti diskusi kelompok kecil, polling, atau permainan edukasi. Dengan cara ini, siswa tidak merasa terlalu tertekan oleh kamera yang menyala.

Pentingnya Profesionalitas Digital:

Menyalakan kamera juga penting sebagai latihan bagi siswa dalam menghadapi era digital. Kemampuan berkomunikasi dan mempresentasikan diri di depan kamera adalah bagian dari etiket profesional yang akan berguna di masa depan.

Fenomena "generation invisible" dalam pembelajaran daring adalah tantangan nyata bagi dunia pendidikan. Namun, dengan strategi yang tepat, guru dan institusi pendidikan dapat menciptakan suasana belajar yang mendukung partisipasi siswa tanpa memberikan tekanan berlebih. Pada akhirnya, yang terpenting adalah menciptakan interaksi yang natural dan menyenangkan agar semua siswa dapat terlibat aktif dalam proses pembelajaran.

Disadur oleh dseptana.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun