Kasus kriminalisasi terhadap pendamping korban, seperti yang dialami oleh Meila Nurul Fajriah, menggarisbawahi pentingnya perlindungan hukum yang lebih kuat bagi para pendamping hukum korban kekerasan seksual. Pendamping korban adalah aktor kunci dalam proses penanganan kasus kekerasan seksual. Mereka tidak hanya bertugas memberikan advokasi hukum tetapi juga memastikan bahwa korban yang sering kali mengalami trauma berat mendapatkan perlindungan, pendampingan emosional, dan rasa aman selama proses hukum berlangsung.
Kemen PPPA menegaskan bahwa perlindungan hukum ini tidak hanya melindungi pendamping, tetapi juga menjadi langkah penting dalam menciptakan sistem peradilan yang adil dan inklusif. Jika pendamping merasa terancam, korban kekerasan seksual akan kehilangan pendukung utama mereka, yang pada akhirnya merugikan upaya penegakan keadilan.
Karena itu, perlindungan hukum terhadap pendamping korban harus menjadi prioritas. Pemerintah dan aparat penegak hukum perlu memahami bahwa pendamping korban bekerja berdasarkan kode etik dan aturan hukum yang ketat. Perlindungan terhadap mereka sudah diatur dalam berbagai undang-undang, seperti UU Bantuan Hukum, UU Advokat, dan UU TPKS. Namun, implementasinya di lapangan sering kali kurang maksimal. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah konkret untuk memperkuat perlindungan ini.
Pembentukan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di perguruan tinggi menjadi langkah penting untuk mendukung korban dan pendamping. Satgas ini harus dilengkapi dengan mekanisme pengaduan yang efektif dan perlindungan terhadap pendamping hukum.
Perlindungan pendamping korban juga penting untuk memastikan keberlanjutan advokasi dalam kasus-kasus kekerasan seksual. Jika pendamping hukum merasa terlindungi, mereka akan lebih percaya diri dalam menjalankan tugasnya. Dengan demikian, korban dapat memperoleh akses keadilan yang lebih baik, dan sistem hukum Indonesia dapat lebih responsif terhadap kasus-kasus kekerasan seksual.
Kasus penetapan tersangka terhadap pendamping korban kekerasan seksual seperti Meila Nurul Fajriah merupakan pengingat akan perlunya pembenahan dalam sistem hukum kita. Perlindungan terhadap pendamping korban bukan hanya soal melindungi profesi mereka, tetapi juga soal memastikan bahwa korban kekerasan seksual mendapatkan akses keadilan yang layak.
Dalam jangka panjang, perlindungan bagi pendamping korban adalah investasi dalam sistem hukum yang lebih inklusif dan adil. Hal ini tidak hanya memberikan manfaat bagi korban dan pendamping, tetapi juga memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H