Pendidikan merupakan sebuah proses mengubah perilaku dan sikap individu atau kelompok orang melalui pelatihan dan pengajaran. proses pendidikan yang bertujuan untuk memajukan dan membentuk manusia secara holistik. Proses ini melibatkan cara-cara dan tindakan konkret dalam memberikan pengajaran dan pelatihan kepada individu atau kelompok orang. Pendidikan secara umum adalah suatu upaya yang dilakukan secara sengaja dan terencana untuk menciptakan lingkungan belajar dan proses pembelajaran bagi peserta didik. Tujuan dari pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi diri peserta didik agar mereka dapat menguasai berbagai aspek penting seperti religiositas, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan emosional, budi pekerti, dan keterampilan yang berguna bagi diri mereka sendiri dan masyarakat secara keseluruhan. Sistem pendidikan yang dimiliki suatu negara dapat menjadi ukuran untuk menilai seberapa maju dan berkembangnya negara tersebut. Hal ini disebabkan karena pendidikan merupakan faktor penting yang memengaruhi kemampuan individu dalam menghadapi tantangan globalisasi dan persaingan global.Â
Potret pendidikan di daerah perbatasan Indonesia dari tahun ke tahun masih tetap dihadapkan dengan masalah yang sama yaitu kesenjangan pendidikan. Kesenjangan tersebut diakibatkan oleh pembangunan infrastruktur dan pemerataan tenaga pendidik yang tidak berjalan semestinya dan cenderung tidak ada perbaikan. Hal ini ditandai dengan masih sulitnya akses layanan pendidikan terkhusus di daerah-daerah 3T (Terdepan, Terluar dan Tertinggal). Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan, hal ini sesuai dengan Pasal 31 ayat 2 UUD 1945. Namun, pada kenyataannya masih banyak kasus kesenjangan pendidikan yang terjadi di perkotaan dan di pedesaan.Â
Kesenjangan pendidikan tersebut berdampak pada lambatnya pembangunan infrastruktur dan pemerataan tenaga pendidik. Tenaga pendidik lebih banyak tersebar di daerah perkotaan dibanding wilayah pedesaan, sehingga menyebabkan terjadinya penumpukan sumber daya pengajar di perkotaan.Â
Wakil Ketua Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat, Yomanius Untung, menyebutkan bahwa terdapat kekurangan guru dan marak terjadi di daerah pedesaan, lantaran tidak meratanya pembagian tenaga pendidik. Selain itu infrastruktur di daerah 3T sangat buruk dan membutuhkan peningkatan pelayanan. Bahkan, di SMA Pulau Barat di Aceh banyak guru dan kepala sekolah terpaksa berkantor di gubuk tidak berdinding. Kondisi ini sangat bertolak belakang dengan keadaan di kota, khususnya di daerah Jawa. Dengan demikian keadaan tersebut menjadi faktor utama para pendidik untuk enggan ditempatkan di daerah 3T.
Namun, perlu kita ketahui penyebab lain dari penumpukan tenaga pengajar yang berpusat pada wilayah perkotaan juga disebabkan oleh kesenjangan pendapatan antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Sehingga wajar, apabila banyak tenaga pengajar yang memprioritaskan wilayah perkotaan karena mengingat pendapatan yang lebih tinggi. Selain tingkat pendapatan yang berbeda, minimnya fasilitas dan lingkungan tempat mengajar yang sukar akses jalan juga menjadi salah satu faktor penyebab minimnya minat untuk terjun ke daerah 3T.Â
Upaya Pemerintah
Melihat masih banyak kesenjangan pendidikan yang terjadi di Indonesia, maka perlu adanya upaya mempercepat pemerataan pendidikan khususnya di daerah 3T. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan berusaha untuk mengatasi kesenjangan tersebut. Salah satu upayanya adalah dengan membuat program Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (SM-3T). Namun, ketika program SM3T ini bertujuan untuk menjadi solusi bagi persoalan pendidikan di daerah 3T, maka tujuan itu akan sulit dicapai karena kebijakan ini tidak rasional.Â
Hasil penelitian dari Eka T.P Simanjuntak peneliti senior di The Willi Toisuta & Associates dan The Institute of Good Governance and Regional Development (IGGRD) menunjukkan bahwa paling tidak ada 3 hal yang menjadi alasan mengapa program ini tidak rasional; Pertama, tenaga pendidik yang ditugaskan adalah para sarjana yang 'nol' pengalaman. Kedua, mereka diimport dari luar wilayah 3T, dimana sebagian besar tidak mengenal kondisi sosial dan budaya masyarakat dimana mereka akan ditempatkan. Ketiga, program ini hanya berdurasi 1 tahun dan setelah program berakhir, tidak ada jaminan bahwa sekolah akan mendapatkan guru pengganti dalam jumlah dan mata pelajaran yang sama. Oleh karena itu, dalam upaya mempercepat pemerataan pendidikan nasional, diperlukan reformasi menyeluruh yaitu dengan program Sustainable Education Best Program (SEBsP): Upaya pemerataan pendidikan berkelanjutan di daerah 3T.Â
Program ini memberikan solusi terhadap permasalah pemerataan pendidikan di Indonesia. Keunggulan program ini adalah tentang kurikulum yang disesuaikan dengan potensi daerah 3T, pendidik yang dibekali dengan keahlian khusus sesuai daerah 3T, sistem pendidikan yang menuntut kreatifitas pengajar dan masyarakat setempat, kesejahteraan pendidik yang lebih ditingkatkan daripada pendidik di daerah perkotaan, dan penyediaan insfrastruktur yang memadai serta menciptakan suasana kekeluargaan antar pendidik di daerah 3T.Â
Upaya lain yang digencarkan pemerintah dalam mengurangi kesenjangan pendidikan yang terjadi antara lain dengan memberikan bantuan melalui Program Indonesia Pintar (PIP), salah satunya melalui pemberian Kartu Indonesia Pintar (KIP). Namun, dalam pelaksanaannya KIP belum bisa mencapai tujuannya dalam membantu siswa yang termasuk golongan miskin untuk memperoleh pendidikan yang layak dan mencegah anak putus sekolah. Terdapat beberapa kendala yang dihadapi dalam menyelenggarakan program tersebut, seperti banyaknya orang-orang yang lebih membutuhkan bantuan dari program tersebut, tetapi tidak memenuhi syarat sebagai penerima atas KIP tersebut akibat terkadala administrasi dan prosedur lain dengan syarat yang sulit dipenuhi. Selain itu, ada juga dugaan terdapat praktik-praktik kecurangan dalam pelaksanaan program, seperti pemalsuan data untuk mendapatkan kuota penerima bantuan dari golongan miskin, untuk itu perlu adanya evaluasi menyeluruh terhadap program Indonesia Pintar/KIP agar bantuan yang diberikan dapat tepat sasaran dan efektif untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
Dengan demikian kesenjangan yang dihadapi oleh pendidikan bangsa Indonesia disebabkan oleh tidak meratanya penyebaran tenaga pengajar pada wilayah 3T dan minimnya kemampuan finansial yang dimiliki oleh siswa sekolah. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan tidak meratanya tenaga pengajar pada wilayah pelosok antara lain perbedaan tingkat pendapatan antara wilayah perkotaan dengan wilayah pedesaan yang membuat minimnya minat untuk terjun menjadi tenaga pengajar pada wilayah 3T. Fasilitas yang minim serta akses jalan yang sulit juga menjadi faktor minimnya minat tenaga pengajar untuk masuk ke wilayah pedesaan. Dalam upaya mengatasi kasus tersebut, Langkah yang telah diambil pemerintah untuk menangani masalah kesenjangan pendidikan antara lain dengan membuat program Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (SM-3T), menyediakan Program Indonesia Pintar dengan bentuk bantuan berupa Kartu Indonesia Pintar yang dapat dimiliki oleh siswa-siswa yang berada pada golongan miskin, selain program KIP, Pemerintah juga mengupayakan Sustainable Education Best Program (SEBsP).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H