Mohon tunggu...
Devan Pria Pratama
Devan Pria Pratama Mohon Tunggu... Aktor - Mahasiswa Hubungan Internasional

Mahasiswa UPN Veteran Yogyakarta Jurusan Hubungan Internasional Angkatan 2022 Nim 151220172

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Agenda Setting dalam Kebijakan Great Firewall of China: Menjaga Stabilitas Politik di Era Digital

30 Mei 2024   14:01 Diperbarui: 31 Mei 2024   10:01 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama:Devan Pria Pratama

Nim: 151220172

Ilmu Hubungan Internasional UPNVYK

"PKP2024a"

Globalisasi saat ini telah mendorong kemajuan dalam berbagai bidang di dunia, tak terkecuali di bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang pesat ini ditandai dengan kemudahan kita dalam mengakses segala hal yang ada di internet.

Isu terkait maraknya kemudahan seseorang dalam mengakses internet di dunia lantas menjadi perhatian khusus bagi pemerintah Tiongkok. Adanya berbagai aspek yang membahayakan bagi Pemerintah Tiongkok, kemudian mendorong Pemerintah-nya untuk membuat kebijakan yang dianggap perlu.

The Great Firewall of China (GFW) merupakan suatu istilah untuk menyebut sistem penyensoran di Tiongkok. Kebijakan Great Firewall tersebut berupa kebijakan censorship yang dilakukan pemerintah Tiongkok dalam menyaring atau membatasi akses internet masyarakat Tiongkok.

Melalui kebijakan tersebut, pemerintah Tiongkok dapat dengan mudah mengatur traffic dari jaringan internasinoal secara virtual, sehingga informasi dari manapun dapat dengan mudah dikontrol. GFW termasuk dengan pemblokiran segala situs asing, media sosial, VPN, konten berita online, dan lain sebagainya apabila ada konten berbahaya maupun menyudutkan Pemerintah Tiongkok.

Kebijakan Great Firewall yang diimplementasikan oleh pemerintah Tiongkok merupakan salah satu contoh nyata bagaimana sebuah isu publik dapat masuk dan menjadi prioritas dalam agenda kebijakan pemerintah. Proses agenda setting ini melibatkan 4 aspek agenda setting yang saling berkaitan, mulai dari aspek power, potential, proximity, hingga perception.

Dari sisi power, pemerintah Tiongkok jelas memiliki otoritas dan kapasitas yang kuat untuk menetapkan serta mengimplementasikan kebijakan GFW. Sebagai negara dengan sistem politik terpusat, pemerintah Tiongkok dapat dengan leluasa mengontrol akses informasi digital warga. Selain itu, dominasi partai komunis di Tiongkok atas seluruh lembaga pemerintahan mempermudah mereka untuk memprioritaskan isu kontrol internet sebagai agenda utama.

Dari sisi potential, potensi ancaman yang dipersepsikan pemerintah Tiongkok juga menjadi faktor penting dalam agenda setting kebijakan ini. Pemerintah melihat arus informasi global yang bebas sebagai ancaman besar terhadap stabilitas politik dan ideologi mereka. Ketakutan akan munculnya gerakan pro-demokrasi, kritik publik, serta isu-isu sensitif lainnya yang dapat melemahkan legitimasi pemerintah mendorong Pemerintah Tiongkok untuk memprioritaskan kontrol akses internet sebagai solusi strategis.

Sementara itu, aspek proximity isu kontrol informasi digital dengan kepentingan strategis pemerintah juga turut mendukung agenda setting kebijakan GFW. Sebagai negara dengan sistem politik terpusat dan kontrol ketat, isu keamanan siber dan regulasi konten internet dipandang sangat relevan dengan tujuan Tiongkok untuk dapat menguasai teknologi siber, gagasan mengenai kedaulatan siber, dan mempertahankan stabilitas maupun legitimasi kekuasaan pemerintah Tiongkok. Kedekatan isu ini dengan ideologi dan struktur kekuasaan China mempermudah proses penyusunan agenda kebijakan.

Kemudian dalam aspek perception, pemerintah Tiongkok membingkai kebijakan GFW ini sebagai langkah perlindungan terhadap kepentingan nasional dan keamanan publik. Persepsi ancaman terhadap stabilitas sosial-politik akibat arus informasi global yang bebas dijadikan justifikasi untuk dapat membatasi akses warga.

Selain keempat aspek di atas, agenda setting kebijakan GFW juga dapat dilihat melalui kerangka problem stream, political stream, dan policy stream sebagaimana dirumuskan oleh John Kingdon. Dalam problem stream, pemerintah Tiongkok mempersepsikan isu keamanan informasi digital dan kontrol konten internet yang bebas dipandang sebagai sebuah masalah utama yang mengancam stabilitas, sehingga membutuhkan solusi kebijakan yang efektif.

Sementara dalam political stream, dukungan kuat dari pemerintah pusat serta dominasi Partai Komunis China atas seluruh lembaga negara juga menjadi faktor penting yang mendorong agenda setting kebijakan GFW. Tidak adanya perlawanan dari institusi politik maupun publik, memungkinkan pemerintah Tiongkok dengan mudah memasukkan isu ini ke dalam agenda resmi.

Adapun dalam policy stream, berbagai kajian dan rekomendasi dari para pakar keamanan siber serta para lembaga terkait membuahkan proposal kebijakan GWF sebagai solusi yang dianggap selaras dengan kepentingan pemerintah. Nilai dan teknik implementasi tentang kebijakan ini dianggap memadai untuk mengatasi masalah keamanan informasi digital yang diprioritaskan pemerintah.

Ketika ketiga aliran di atas yaitu problem, politics, dan policy kemudian bertemu dan terbuka peluang policy window, maka agenda setting kebijakan GWF pun terjadi. Kombinasi antara persepsi pemerintah mengenai urgensi masalah, dukungan politik yang kuat, serta ketersediaan solusi kebijakan yang dianggap tepat, memungkinkan agenda GFW untuk masuk dan menjadi prioritas utama dalam kebijakan publik Tiongkok.

Melalui proses agenda setting ini, pemerintah Tiongkok telah berhasil menjadikan isu kontrol informasi digital sebagai salah satu prioritas utama didalam kebijakan publiknya. Kombinasi aspek-aspek tersebut telah memungkinkan implementasi efektif dari kebijakan GWF sebagai instrumen strategis untuk menjaga stabilitas politik di era digital. Kebijakan ini merepresentasikan upaya Tiongkok untuk mempertahankan rezim politik dan ideologinya di tengah arus informasi global yang semakin sulit dikendalikan.

Pada akhirnya, agenda setting kebijakan Great Firewall  telah menunjukkan bagaimana proses tentang perumusan kebijakan publik tidak dapat dilepaskan dari realitas politik, kepentingan, dan persepsi pemerintah sebagai sebuah aktor yang dominan. Walaupun kebijakan ini menuai kritik dari kalangan penggiat hak asasi manusia dan kebebasan berekspresi, namun bagi pemerintah Tiongkok, Great Firewall merupakan solusi strategis untuk menjaga stabilitas politik di era digital yang semakin menantang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun