Dana APBN tahun ini agak berbeda dengan tahun sebelumnya. Pada tahun sebelumnya, dana APBN mengalami pembengkakakan akibat dari adanya pandemi COVID-19. Sejak awal tahun, pemerintah berfokus untuk menjadikan pandemi COVID-19 sebagai endemi.Â
Pemerintah juga sedang berupaya membangkitkan ekonomi negara yang sempat anjlok dan nilai mata uang rupiah yang turun beberapa saat lalu. Kemudian pemerintah bersiasat dalam mengatasi beberapa hal tersebut. Ternyata pada tahun ini, Kementrian Keuangan memiliki kemajuan yang bergitu pesat.Â
Kementrian Keuangan melalui dana APBN mencetak surplus terbesar dalam kurun beberapa tahun kebelakang. Lalu seberapa besarkah surplus pada Dana APBN kali ini, dan apa perbedaan APBN tahun ini dengan tahun-tahun sebelumnya? Lalu apakah dana APBN yang telah diubah memiliki imbasnya terhadap masyarakat dan negara? Mari kita simak lebih lanjut pembahasan yang akan kita lakukan berikut ini.
Sebelum membahas tingkat surplus APBN mari kita mengetahui kembali apa itu APBN. APBN atau singkatan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. APBN sendiri memiliki pengertian pengelolaan keuangan tahunan negara. APBN sendiri diatur oleh undang-undang dan keberadaannya sangat penting.Â
APBN berisi tentang  anggaran belanja, anggaran pendapatan, dan juga pembiayaan. APBN memiliki masa satu tahun dan akan diperbaharui lagi ketika tanggal 1 Januari. APBN memiliki fungsi perencanaan, otorisasi, pengawasan, distribusi, dan perwakilan pemerintah.Â
Sebelum disahkan, APBN memiliki rancangan yang disebut sebagai RAPBN atau Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. RAPBN dibahas oleh banyak pihak, dan penyusunan biasanya dibahas di beberapa tingkat komisi DPR dengan kementrian atau lembaga terkait yang turut bekerja sebagai pengguna anggaran.Â
Lalu pada tahap akhir sebelum akhirnya disahkan, RAPBN akan disinkronkan dengan penerimaan pajak dan penerimaan non-pajak oleh Kementrian Keuangan.Â
APBN mempunyai tujuan guna mengatur pendapatan negara serta pengeluaran negara. Ini dilakukan demi meningkatkan produksi serta memperluas kesempatan kerja agar pertumbuhan ekonomi tercapai sehingga kesejahteraan masyarakat terwujud.
Lalu seberapa besarkah surplus APBN pada tahun ini? Tercatat sejak awal tahun 2022, APBN mencetak kinerja yang sangat bagus, yakni mengalami surplus sebesar Rp. 19,7 Triliun atau sekitar 0,11% Produk Domestik Bruto sampai akhir Februari lalu. Kinerja APBN pun mengalami defisit yang menurut saya cukup luar biasa yakni Rp 63,3 Triliun atau sekitar 0,37% PDB.Â
Tentu semua itu juga didukung oleh belanja negara yang juga turun menjadi Rp 282,7 Triliun atau sekitar 0,1%, serta keseimbangan primer yang mengalami keuntungan sebesar Rp 61,7 Triliun atau perbaikan sekitar 366,1%. Penerimaan uang APBN memanglah besar tetapi jumlah belanja sedikit ditekan demi menghemat pengeluaran negara.
Penghasilan negara juga meningkat dengan adanya pajak. PNBP negara juga ikut naik disaat masa pandemi seperti sekarang ini. Ekspor impor negara juga meningkat, dan tingkatannya cukup besar yakni 50%. Peningkatan seperti ini ditakutkan akan mengalami inflasi. Di Indonesia sendiri sudah mengalami kenaikan harga dari produsen sebesar 7,3%.Â
Tentu harga ini cukup tinggi bagi konsumen, mengingat saat ini sudah menginjak bulan Ramadhan dimana seluruh bahan pokok akan naik dan penggunaan uang di masyarakat akan semakin tinggi.Â
Harga yang tinggi dari podusen itulah yang membuat pemerintah mengalokasikan dana yang besar pada tahun 2022. Dimana jumlah Rp. 2.714,2 Triliun tersebut terbagi menjadi dua bagian yakni dengan belanja pemerintah pusat sebesar Rp. 1.944,5 Trilliun dan belanja pemerintah daerah sebesar Rp. 769,6 Triliun
     Â
Lalu apa perbedaan dana APBN kali ini? Dana APBN kali ini berfokus pada pemulihan ekonomi akibat dari pandemi COVID-19. Pemerintah juga berfokus pada penanganan COVID-19 yang belum usai. Sejak kenaikan jumlah kasus positif sejak awal tahun, pemerintah mulai berpikir keras untuk menekan biaya pengeluaran negara selagi membangun negara.Â
Ini diharuskan karena dana APBN tahun lalu yang cukup naik akibat dari pandemi COVID-19 yang sempat mengalami kenaikan jumlah kasus positif yang sangat drastis. Pemerintah kemudian mendesain ulang APBN guna menyangga pemulihan yang belum tentu usai ini.Â
APBN yang didesain ulang juga pasti memiliki imbas, yakni imbas paling dirasakan oleh ASN. Sejak bulan Desember-Maret TPP atau Tambahan Pendapatan Pegawai dirapel, sehingga kebanyakan dari ASN hidup dengan hemat dan bahkan agak kekurangan dana yang mengharuskan untuk membuka tabungan pribadi mereka.
Pada tahun ini, Pemerintah juga mengalokasikan dana yang cukup besar untuk kementrian kesehatan. Presiden menginstruksikan untuk mengalokasikan dana sebesar 5% dari APBN untuk dana pencadangan kalau sewaktu waktu akan terjadi lonjakan kasus seperti varian delta kala itu.
 Saat ini varian omicron juga memakan banyak pasien meskipun tidak separah varian delta, tetapi tetap varian ini juga harus mendapat perhatian penuh dari pemerintah. Karena kasus yang terjadi bisa saja meledak kapan saja kalau pemerintah dan masyrakat tidak bersinergi untuk melawan Covid-19.Â
Negara saat ini sedang berada di masa genting akan Pandemi Covid-19. Pengeluaran negara sejak 2 tahun belakangan bukan hanya terfokus pada pembangunan tetapi juga untuk kesehatan, dimana ketika kasus Covid-19 semua orang dalam kebingungan dan juga ketakutan. Mengingat kasus pada tahun lalu dimana keadaan negara yang sangatlah memburuk, banyak orang tumbang di seluruh Indonesia belum lagi keadaan ekonomi Indonesia yang sedang memburuk, Inflasi terjadi di mana-mana dan kebutuhan barang pokok sedang langka.
Dalam keadaan itulah pemerintah belajar dan memutar otak dalam mengatasi keadaan dimana Indonesia sedang genting ekonomi dan juga virus yang merajalela. Lalu agar tidak terjadi lagi hal yang dialami tahun lalu, kementrian keuangan memiliki siasat dengan cara menekan dana APBN, agar kalau sewaktu-waktu terjadi lonjakan kasus tidak akan kebingungan lagi dalam menanggapi kasus Covid-19 dan pemerintah harusnya sudah siap siaga dengan segala kemungkinan yang akan datang.Â
Bayangkan saja, untuk 1 pasien obatnya sekitar 10 juta bahkan lebih, dan pemerintah harus menanggung seluruh biaya pengobatan di rumah sakit termasuk BPJS. Hal inilah yang memakan cukup banyak biaya dalam pengeluaran negara. Termasuk keaadan inflasi saat ini dimana baru-baru ini harga minyak goreng sedang melambung tinggi.Â
Terlihat bahwa pemerintah saat ini sedang berupaya mengatasi lonjakan harga minyak akibat dari kelakuan sebagian kecil dari masyarakat yang "nakal".
Pemerintah saat ini akan mulai berfokus bukan hanya untuk reformasi struktural tetapi juga fiskal. Karena sebelumnya, pemerintah hanya berfokus untuk pembangunan negara dan juga pembangunan fasilitas umum serta kesejahteraan masyarakat.Â
Diharapkan kedepannya Dana APBN ini dapat digunakan se-efisien mungkin agar tidak terjadi kerugian yang besar kembali seperti di tahun tahun sebelumnya. Kesimpulan saya terhadap APBN tahun 2022 adalah langkah baru yang sangat bagus untuk menekan pengeluaran negara tetapi tetap mengedepankan kesejahteraan masyarakatnya. Semoga keadaan ekonomi negara bisa membaik dan bangkit lagi dari keterpurukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H