Mohon tunggu...
Devana Sade Yudani
Devana Sade Yudani Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - seorang pelajar

untuk memenuhi tugas kuliah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tidak Adilnya Sistem Hukum di Indonesia

15 April 2021   12:37 Diperbarui: 16 April 2021   13:07 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Negara Indonesia adalah negara hukum. Hukum adalah suatu tatanan dalam setiap perbuatan manusia yang dapat menertibkan masyarakat. Selain itu, hukum juga suatu aturan yang di perlukan dalam hampir setiap aspek dalam kehidupan. Sebagai negara hukum tentu keadilan yang ada di negara ini tidak boleh memihak kepada siapa dan terhadap apapun sebagaimana yang telah diatur dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 1 yang berbunyi “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”  dimana yang artinya semua warga negara Indonesia akan diperlakukan sama di depan hukum. 

Setiap masyarakat berhak memperoleh keadilan yang sama rata baik di mata masyarakat maupun di mata negara. Keadilan ini pun sudah tercantum pada sila ke-5 dari Pancasila yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” sudah dijelaskan bahwa keadilan Indonesia harus sama rata di terapkan kepada seluruh masyarakat di Indonesia tidak boleh memandang bulu, jabatan, kekayaan, peran dan sebagainya. 

Keadilan sendiri merupakan salah satu tujuan hukum yang paling penting bahkan ada yang berpendapat bahwa keadilan merupkan tujuan hukum satu – satunya. Seorang hakim di Indonesia, Bismar Siregar berkata bahwa “Bila untuk meneggakkan keadilan saya korbankan kepastian hukum, akan saya korbankan hukum itu. Hukum hanya sarana, sedangkan tujuannya adalah keadilan”

Namun, pada kenyataannya sistem hukum di Indonesia ini belum jalan secara adil sebagaimana mestinya, terdapat ketimpangan yang terjadi antara kaum miskin dan kaum kaya. Sulit menerapkan keadilan bagi masyarakat miskin, keadilan yang terjadi hanya diberikan pada penguasa. Hukum yang di buat tidak bisa memberi keadilan, kepastian dan manfaat karena hukum tidak benar – benar di tegakkan. 

Pihak yang berwajib masih memandang bulu, bahkan hukum Indonesia ini selalu tajam ke bawah tumpul ke atas dimana yang memiliki uang, jabatan, dan posisi dalam negara akan dengan mudahnya membayar hukum yang menjerat mereka atau bisa dilakukan dengan cara mereka dapat menyewa pengacara yang terkenal karena mereka memiliki uang yang cukup sehingga hukuman itu tidak berlaku padanya. Sementara rakyat biasa yang tidak memiliki jabatan, kekayaan, dan posisi dalam negara ini harus menerima beratnya hukum yang menjerat mereka. Selain itu, perkara pidana memiliki sanksi berupa denda. Bagi rakyat menengah kebawah tentunya akan kesulitan dalam membayarnya. Tetapi, bagi mereka yang kaya akan dengan mudah untuk membayar sanksi denda yang di berikan.

Dengan adanya ketidak adilan itu menyebabkan kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum menurun karena hukum hanya berlaku bagi masyarakat menengah ke bawah dan tidak mempan bagi masyarakat menengah ke atas serta mereka yang memiliki kekuasaan. Undang – undang sebagian dari hukum yang dibuat untuk melindungi setiap individu dalam mendapatkan keadilan dan haknya. 

Penegak hukum seperti hakim seharusnya mereka lebih adil dalam menjatuhkan keputusam bagi mereka yang terjerat sebuah kasus, tidak hanya menerima secara mentah – mentah undang – undang, tapi hakim juga harus melihat kondisi masyarakat pada saat itu dan harus melihat umur terdakwa, status terdakwa dan kondisi lainnya yang akan menjadi pertimbangan. 

Meskipun begitu, uang bukan merupakan sebagai pertimbangan dalam menjatuhkan keputusan dengan adanya uang bukan berarti hakim dapat meloloskan terdakwa dari hukuman. Jika masyarakat menengah ke bawah tidak memiliki uang dan mereka harus menanggung hukuman berupa penjara selama beberapa bulan atau tahun. Maka masyarakat menengah ke atas juga harus merasakan hal yang sama.

Ketidak dilan hukum ini berasal dari golongan tertentu, pribadi maupun suatu kelompok yang menindas kelompok menengah ke bawah. Akhirnya, mereka lebih mementingkan kepentingan pribadi di atas kepentingan bersama yang menyebabkan mereka menghalalkan cara untuk membayar hukum dan menebarkan ketidakadilan yang ada pada masyarakat menengah ke bawah. Bagi masyarakat miskin yang terjerat kasus tidak lagi dapat membela diri meskipun mereka sudah menjelaskan kronologi dan alasannya, mereka tetap saja terkena hukuman dan denda karena tidak adanya uang yang mereka miliki untuk membayar pengacara dan sebagainya. 

Ada banyak kasus ketidak adilan yang terjadi di Indonesia yang di alami oleh masyarakat menengah ke bawah. Seperti, kasus pencurian sandal jepit yang menimpa AAL. Ia dituduh mencuri sandal jepit milik Briptu Ahmad Rusdi Harahap, anggota Brimop Polda Sulteng. Hanya gara – gara mencuri sandal jepit butut AAL terancam hukuman kurungan penjara maksimal 5 tahun penjara  pada saat proses hukum dilakukan Briptu Ahmad Rusdi Harahap menuduh AAL mencuri sandal Eiger. 

Namun, dengan bukti yang ada sandal yang ia curi bermerk Ando. Briptu Rusdi tetap menuduhnya padahal saat ia mencoba sandal itu tidak cukup dipakai di kakinya. Pada akhirnya hakim tetap memutuskan AAL bersalah kemudian AAL dikembalikan kepada orangtuanya untuk mendapat pembinaan karena AAL masih dibawah umur dan tidak bisa diberikan hukuman penjara.

Kasus yang menimpa AAL merupakan masalah yang sepele kemudian di besar – besarkan. Ada juga kasus yang menimpa seorang kakek yang mencuri segenggam merica kemudian hakim menetapkan hukuman 5 tahun penjara. Tentu, kasus itu sangat sepele hanya segenggam merica mengharuskan seorang kakek mendekam di penjara selama 5 tahun. Padahal banyak sekali kasus besar yang seharusnya diperioritaskan malah tidak di adili diabaikan begitu saja. Misalnya, seperti kasus dugaan suap pengadaan mesin dan pesawat PT Garuda yang belum terselesaikan karena dengan alasan semua buktinya berbahasa asing yang menyebabkan kasus ini lama terselesaikan . Diduga menerima suap sebesar Euro 1,2 jt dan USD 180 ribu atau senilai total 20 miliar rupiah. Jika kasus korupsi itu terjadi pada masyarakat menengah ke bawah atau masyarakat miskin maka kasus itu sudah terselesaikan dan mereka sudah berada di jeruji besi sedari lama , sebab masyarakat miskin itu tidak memiliki kekuasaan serta kekayaan yang dapat menyelesaikan dan bebas dari kasusnya.

Selain itu, ada juga kasus yang terjadi pada saat pandemi ini, yaitu masalah penggelaran acara pernikahan di masa pandemi ini. Sudah ada peringatan dari pemerintah bahwa tidak boleh mengadakan acara yang menyebabkan terjadinya kerumunan massa. Hal ini terjadi pada pengantin baru di daerah Bojonegoro yang menjadi tersangka karena mengadakan hajatan pernikahan yang mengundang kerumunan massa. Pengantin ini terjerat pasal berlapis diantaranya Pasal 160 KUHP, Pasal 93 Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantinaan serta Pasal 14 ayat 1 Undang – Undang Nomor 4 tahun 1984 tentang wabah dengan ancaman satu tahun penjara dan denda sebesar 100 juta rupiah. 

Sebaliknya, dengan kasus yang sama seorang public figure menggelar pernikahan secara mewah di hotel berbintang dan mengundang banyak artis, kerabat, keluarga serta pejabat yang menyebabkan kerumunan malah tidak terkena kasus apapun. Hal ini karena adanya perbedaan status yang menimpa mereka, seorang pengantin di Bojonegoro ini hanya seorang rakyat biasa yang tidak memiliki kekuasaan di hadapan pihak berwajib sehingga mereka harus menjalankan sanksi yang diberikan berupa satu tahun penjara dan denda 100 juta rupiah. Berbeda dengan public figure yang memiliki kekuasaan serta peran di hadapan masyarakat dan mereka juga mengundang para pejabat sehingga mereka terbebas dari sanksi hukum dan denda yang ada.

Berdasarkan beberapa contoh kasus di atas, menjadi bukti bahwa hukum di Indonesia ini masih jauh dari kata adil. Apalagi, kasus itu terjadi pada rakyat miskin maka hukuman yang berlaku harus diterimanya. Meskipun adanya pembelaan dari mereka hukuman dan sanksi itu tetap berlaku. Berbeda dengan kasus yang menimpa seseorang yang memiliki peran, jabatan, dan kekayaan maka dengan mudahnya mereka akan membayar pengacra terkenal atau membayar hukuman tersebut sehingga mereka akan terbebas dari hukuman yang berlaku, meskipun hukuman itu sudah tercantum pada Undang – Undang yang berlaku di Indonesia. 

Padahal hukum tetaplah hukum yang wajib dipatuhi seluruh rakyat yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, berawal dari ketidak adilan yang dilakukan pihak berwajib dan pemerintah menyebabkan masyarakat sudah tidak percaya lagi kepada pihak yang berwajib. Padahal kasus korupsi yang dilakukan oleh para pejabat dan kalangan atas itu kebanyakan kasusnya dapat merugikan banyak pihak terutama merugikan negara sehingga banyaknya hutang yang harus di tanggung oleh negara ini kemudian untuk membayarnya akan di tanggung oleh seluruh masyarakat melalui pajak, tetapi hukuman yang harus di terima oleh mereka itu tidak di proses. 

Sementara kasus yang dilakukan kebanyakan masyarakat miskin ini hanya merugikan beberapa pihak serta tidak merugikan negara, tetapi kasusnya di proses secara besar – besaran dan mereka harus menerima hukuman di dalam penjara selama beberapa tahun serta sanksi berupa denda uang dengan nilai jutaan rupiah. Ketika mereka terjerat hukum pun hukuman yang di berikan berupa hukuman ringan bahkan mereka para koruptor ketika masuk ke dalam penjara di berikan fasilitas – fasilitas yang mewah berbeda dengan fasilitas penjara rakyat biasa. Dalam hal ini tentu adanya kesenjangan dan ketidak adilan yang dilakukan oleh pihak berwajib serta pemerintah Indonesia.

Dengan demikian, negara Indonesia ini belum pantas dianggap sebagai negara hukum karena ternyata di dalamnya banyak terjadi kasus yang menimbulkan ketidak adilan, para penegak hukum dan pemerintah masih belum bisa berpihak kepada masyarakat, mereka juga tidak membantu rakyat kecil untuk mendapat keadilan yang sama di mata hukum. Pancasila sebagai pedoman bangsa ini seakan sirna, tidak sesuai dengan dari sila – sila yang ada dalam Pancasila, seperti sila kedua yang berbunyi “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradap” dan sila ke lima yang berbunyi “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” sudah tidak ada lagi arti serta maknanya jika hukum yang berlaku masih terus begini tidak ada perubahan. 

Oleh karena itu, hukum di Indonesia masih banyak yang perlu diperbaiki, mulai dari peraturannya, masyarakat yang jujur, dan kejujuran dari hakim tidak boleh terpengaruh dengan uang, jabatan, serta peran apapun yang dimiliki oleh terdakwa. Hakim harus menggali, mengikuti serta memahami hukum, nilai – nilai keadilan yang ada dalam masyarakat. Jadi hukum di Indonesia harus berjalan dengan adil menyamaratakan hukum ke semua kondisi masyarakat sebagaimana mestinya sehingga negara Indonesia pantas dianggap sebagai negara hukum karena sama ratanya keadilan yang diterapkan dalam negara ini.

Daftar Pustaka
Darji Darmo Diharjo, Shidarta. 2002. Pokok-Pokok Filsafat Hukum “Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia”.Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama : Hal 155

Welianto, Ari (2020). Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia. Diakses pada  13 Maret 2021.

Wibowo, Ary. (2012). Kejamnya Keadilan “Sandal Jepit”. Diakses pada  tanggal 13 April 2021.

Rozie, Fachrur. (2019). 6 Kasus Besar yang Masih Mandek di KPK. Diakses pada  tanggal 13 April 2021.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun