Mohon tunggu...
Devan Altop
Devan Altop Mohon Tunggu... -

Kesedihan yang paling mendalam, jika aku selalu melanggar dan tak menjalankan perintah Allah Swt yang tertera dalam Alqur,an dan juga yang paling aku takutkan kehidupanku tak pernah diberikan hidayah kebaikan selama hidup di dunia ini. Astaghfirullah ...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Taubatku Digondol Maling

14 Maret 2015   14:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:40 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Taubatku Di Gondol Maling

Air mata ini meluruh deras di tengah kesedihanku, saat aku didiagnosa kangker ganas menyerang tubuhku hingga merasa hidup ini sudah dekat dengan kematian.Sungguh, berulangkali menyesali tentang hidupku yang sebentar lagi tubuh ini akan menjadi bangkai yang menghinakan jika aku dipenuhi dengan amal yang penuh dosa.

“Ya Allah, beri kesempatan umurku panjang... aku belum siap mati dengan kesia-siaanku.”

“Saat air bening yang dingin itu melumuri tubuhku hingga terlihat, tak sehelai benag pun tertutupi auratku. Tentu akan menggigilkan tubuhku, yang hingga aku terbungkam tak ada kata lagi yang bisa aku katakan.”

“Rambutku terurai basah, lalu setelahnya kain kafan menutupi wajahku, yang hingga mataku tertutup dalam gelap.”

“Sepi itu gigil kan ketakutanku sendiri. Tak ada teman, sanak saudara juga orang-orang aku cintai. Bahkan tubuhku akan di buang diselah-selah tanah yang terhimpit.”

“Ya Alaaah ... aku belum siap. Iblis-iblis itu pasti mentertawakanku karena aku terlalu bangga dengan dunia,”

“Saat mataku meledak satu-persatu dan tubuhku mulai membusuk dimakan belatung, aku tak mau dalam jeritan yang tersiksa pedih karena siksamu yang terus beruntun.”

“Aku tak kuat ya Allah, bila malaikat-malaikat itu menatap sinis dan meludahi tubuhku.”

“Astagfirullaah, jangan ambil nyawa hamba dulu ya Allah. Beri kesempatan aku ya Allah ... aku ingin bertaubat.” Desisku merintih di tengah kegundahanku yang kacau.

Jiwaku terguncang dan syok, padahal aku sedang dalam puncak kesuksesan dan kepopuleran sebagai penulisnovelpapan atas yang digandrungi para remaja sekarang. Sungguh, aku memang pandai memberikan novel-novel Best Sellernya bahkan novelku salah satunya sudah difilmkan di Holliwood yang berjudul, ‘The Dog Ngajedog’ yang menceritakan se ekor anjing jantan yang mencintai seorang gadis yang memeliharanya. Kisah cinta yang tak lajim ini justru membuat seorang gadis diakhiri dengan melakukan bunuh diri. Inilah yang membuat produser itu melirik novelku yang fenomenal yang hingga filmnya termasuk jajaran film Holliwood terlaris. Saat kepupeleran itulah aku semakin tertantang dengan novel-novelku yang berikutnya hingga aku haus akan kesuksesan dan kepopuleran.

“kamu pikir, dengan kesuksesanmu Ayah bangga dengan, kamu!”

“Berbusana muslimah saja tidak!”

“Baca Alquran saja belopatan!”

“Sholat saja, kayak dikejar-kejar anjing.”

“Mana, khusyu’mu untuk ibadah?” sergah Ayahku dengan amarah.

“Ayah ... aku ini masih muda, banyak harapan yang ingin aku capai. Jadi kalau masalh sholat, berhijab dan lain sebagainya bisa kok disusul kemudian. Bahkan aku bisa mandiri tak merepotkan Ayah lagi. Seharusnya Ayah bangga Yaah.” Sangkalku tegas.

“Bangga ...?!”

“Boleh kamu bercita-cita setinggi langit. Boleh kamu bercitata-cita ingin menjadi penulis terkenal yang imajinasimu sangat liar dan terhebat. Dan okelah kamu tunjukan tulisanmu kini sudah terkenal hingga ke tingkat Internasional. Tetapi yang aku tidak suka kamu lupa dengan Alquran, bagaimana Ayah mau percaya Zuz Amma saja tidak hapal, sejarah nabimu sendiri saja tidak pernah tahu. Bahkan kamu lebih bangga tulisanmu sendiri ketimbang sejarah Rosulmu sendiri.” Tukasnya kembali membombardir diriku.

“Halah! Ayah sok tahu, aku sudah dewasa Yaah?!”

“Kalau kamu benar mengerti sejarah Rosul, dimana nabi Muhammad dilahirkan,”

“Itu si gampang Yaah,”

“Yang Ayah butuh adalah jawabanmu, Ratiiih ... bukan sanggahanmu!”

“Di Arab Saudi, kan?” Timpalku polos.

“Bahlul kamu, cukuP!” Ayahku langsung pergi meloyor dengan kesal.

Aku teringat pertengkaran hebat itusatu bulan yang lalu, aku teringat ayahku begitu marah padaku. Tetapi justru pada saat aku sakit, dia begitu lembut padaku dan selalu menyemangati dengan kebersamaan. Ayah dan ibuku, adik-adikku mereka sangat mendukung sekali. Saat itulah aku ingat nasehat ayahku yang tajam. Rasanya penyesalanku seperti bongkahan gunung yang dipenuhi Batu Akik. Pedih, perih, sehingga aku seolah dalam penyesalanku yang semakin menyesakkan dada di hatiku.

Satu minggu kemudian Aku serasa menemukan kembali dalam hidupku. Wajah murungku, mulai berpendaran cahaya yang indah. Aku sudah mulai tersenyum, aku sudah mulai makan yang banyak, karena kabar gembira itu setelah aku mulai belajar sholat, menghapal Zuzamma, dan sudah mau baca-baca buku tentang Rosul dan Nabi. Tentunya aku juga melakukan hijab dengan hati yang iklas.

“Assalamualikum sayang ..., “ sapa Ayah dan Ibuku juga ke dua adikku saat aku sedang rebahan di ruang keluarga.

“Tumbenan, kok pada kompakan sii,”

“Ayah mau kasih kabar gembira niii,”

“Kabar gembira apa, Yaah?”

“Sebenarnyadiagnosa kemarin dari RS itu kamu adalah normal dan tak terkena kangker ganas , itu hanya rematik biasa kok, karena kamu sering tidur terlarut malam. Ide itu dari adik-adikmu saja kok, agar kamu bisa istirahat untuk memperbaiki diri.”

“Apa ...?! Hiiiy kalian jahaaat! Alhamdulillah ya Allah ... moga ini menjadikan aku lebih baik lagi ya Allah.” Suaraku gemetar sekaligus bersujud rasa berterima kasihnya pada Allah, sekalipun ini akal-akalan keluargaku.

“habiis, Kakak kalau udah jadi orang terkenal sombong sii, nggak ada waktu lagi buat adiknya, juga lupa sholat, lupa mengaji dan lupa juga membaca Alquran” Ucap Raka menanggapinya.

“Iya Kak, sejak Kakak banyak tampil di Tv Kakak sulit banget bersama lagi sama kita.” Timpal Ririn adik bungsunya.

“Iya-iya, Kakak memang salah, tapi Kakak bersyukur karena kalian Kakak tidak lupa sama Alquran sekarang.

Dan akhirnya mereka pun bubar, aku pun sangat bahagia sekali ternyata mereka semua butuh perhatianku. Dan tepat saat fajar mulai menyongsong aku buru-buru mengambil wudhu untuk melakukan sholat Dhuha. Saat inilah merasa Tuhan itu semakin dekat. Aku mulai sholat dengan bacaan yang tartil dan tak terburu-buru. Wajahku berseri-seri dengan hati yang penuh ilklas dan bahagia. Dan aku pun membaca salah satu surat dari bacaah sholat walau terdengar dalam hati saja.

“Bismillahirrohmaanirrohiiim.”

“Idzajaa.anasrullaahiwalfath. “

“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,”

“Waroaitannaaasayadkhuluunapiidiinillaahiafwaajaaa,”

“Dan kamu lihat manusia-manusia agama Allah,”

“Pasabbihbihamdirobbikawastaghfirh, innahuukaanatawwaabaa.”

“Maka bertaubatlah dengan memuji Tuhanmu dan memohon ampun kepadaNya. Sesungguhnya Dia Maha Penerima Taubat.”

“Allahhuakbar,” suara pelanku dalam melakukan sholat, hingga aku mengucapkan salam diakhir sholat. Namun , tiba-tiba ayahku datang menghampiriku dengan sindir sampir yang tak mengenakan telingaku.

“Kok bisa ya taubatnya KW 2,” tukas ayahku sinis.

“Deg!” hatiku sangat terkejut ketika ayah melontarkan kata tak enak di hati. Apa maksudnya ayahku bicara seperti itu. Aku pun barusaha bersabar dan terus berzikir tak menghiraukan kata-kata ayahku. Yang jelas saat ini sholatku sudah sangat kusyu dan terus berdzikir.

“Lama-lama kegondol maling tuh taubatnya.” Celetuk ayahku kembali.

Aku pun akhirnya kesal ketika ayahku menyindir terus berulang. Hingga kesabaranku habis hingga naik pitam.

“Maksud Ayah, apaan siii ...? Sudah jelas sholatku kusyu, bacaanku tartil dan sedikit pun tak pernah niat berpura-pura. Pake aku dibilang taubatku KW dualah, taubatku digondol malinglah! Aku benci sama Ayah!”

“Lagian mana ada sholat menghadap ke Timur, bisa-bisa taubatmu digondol maling.”

“Whaaaaaat? Salah kiblat ya Yah ... A, aw!”

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun