Judul : ANEKA MASALAH HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA
Penulis : Prof. Dr. H. Abdul Manan, S.H., M.Hum.
Penerbit : Kencana
ISBN : 978-3925-57-54
Ukuran Buku : 15 23 cm
Halaman : 324 hlm
Terbit : 2017
Cetakan : Cetakan ke-5, Januari 2017
Buku yang berjudul Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia ini menjelaskan tentang permasalahan tentang ketentuan ketentuan anggaran yang mengatur hak dan kewajiban seseorang dalam masyarakat, terutama untuk permasalahan dalam masyarakat yang beragama Islam. Buku ini disajikan secara lengkap dan mudah dipahami untuk arti keperdataan islam. Saya sendiri terpincut untuk mereview buku ini guna menambah wawasan agar mengerti Masalah masalah perdata masyarakat menurut Islam. Selanjutnya saya akan menuliskan berbagai sub bab yang ada di buku ini dan inti isi yang ada dalam buku tersebut.
Selanjutnya pembahasan tentang pembatalan perkawinan karena wali nikah tidak sah. Â Wali nikah merupakan wali yang berhak untuk menikahkan keturunannya. Wali nikah disebutkan terdapat 2 macam yaitu wali nasab dan wali hakim. Wali nasab merupakan wali nikah karena pertalian nasab atau pertalian darah dengan calon mempelai perempuan atau orang-orang yang terdiri dari keluarga calon mempelai perempuan yang berhak menjadi wali. Sedangkan wali hakim seseorang yang karena kedudukannya berhak melakukan akad perkawinan. Wali Nikah ditunjuk oleh Kantor Urusan Agama, yang diberi hak dan wewenang untuk bertindak sebagai wali nikah. Wali hakim baru dapat bertindak apabila terdapat halangan pada wali nasab untuk menikahkan keturunannya. Sehingga dari penjelasan latar belakang dapat ditarik permasalahan yang pertama apakah wali hakim berhak menikahkan masih ada wali nasab, yang kedua bagaimanakan status perkawinan yang dilakukan dengan wali hakim meskipun ada wali nasab, dan yang ketiga akibat hukum atas pembatalan perkawinan karena wali nikah yang tidak sah.
Untuk permasalahan diantaranya yaitu tentang Masalah Pengakuan Anak dalam Hukum Islam dan Hubungannya dengan Kewenangan Peradilan Agama. Untuk sub bab tersebut membahas permasalahan tentang anak sah, yang dimaksudkan dengan anak sah ialah anak yang dilahirkan dari perkawinan yang sah dan Hasil Perbuatan Suami Istri di luar rahim dan dilahirkan oleh isteri tersebut. Perkawinan merupakan ikatan antara seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga ( Rumah Tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Permasalah Perdata yang ada di masyarakat dapat dipahami dengan buku ini sesuai isi yang disampaikan. Selanjutnya tentang anak diluar kawin, anak diluar kawin tersebut merupakan Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Sesuai dalam pasal 272 KUH Perdata yaitu "Anak diluar kawin, kecuali dilahirkan dari perzinahan atau penodaan darah, disahkan oleh perkawinan yang menyusul daribapak dan ibu mereka, bila sebelum melakukan perkawinan te;ah melakukan pengakuan secara sah terhadap anak itu, bila pengakuan itu terjadi dalam akta perkawinan.
Selanjutnya permasalahan tentang pengakuan anak dalam hukum perdata disini menjelaskan diantaranya Pengakuan anak dilakukan dengan membuat pernyataan, bahwa seorang anak yang dilahirkan oleh seorang perempuan adalah anak biologisnya. Pengakuan hanya dapat dilakukan bila ibu kandung si anak menyetujuinya. Pengakuan harus didaftarkan di Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil agar berlaku mengikat. Untuk pengakuan anak dalam hukum Islam yaitu tentang Pengakuan anak dalam Hukum Islam yaitu pengakuan seorang laki-laki secara suka rela terhadap seorang anak bahwa ia mempunyai hubungan darah dengan anak tersebut, baik anak tersebut diluar nikah ataupun anak tersebut tidak diketahui asal usulnya. Secara singkatnya kurang lebih seperti itu tentang pengakuan anak dalam hukum perdata maupun hukum Islam. Menurut hukum Islam status hukum anak temuan adalah manusia yang merdeka. Bagi yang menemukannya wajib memberikan nafkah, mendidik, dan memeliharanya (merawat), kedudukan hukum anak temuan sebagai anak angkat. Penetapan asal usul anak oleh Pengadilan mempunyai akibat hukum pertalian nasab dan hubungan keperdataan lainnya antara anak dan orang tuanya, sehingga antara anak dan orang tuanya ada hubungan mahram, wali nikah, saling mewarisi, kewajiban orang tua memberi nafkah, membiayai pendidikan anak, dan lain-lain,
Untuk bab selanjutnya membahas Masalah Hukum Tentang Harta Bersama, yang saya pahami tentang isi buku tersebut yaitu harta bersama dalam peraturan perundangan undangan. Membahas mengenai Pembuktian atas status harta demikian merupakan konsekwensi yuridis dari Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menentukan bahwa, "Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Untuk selanjutnya yaitu Harta bersama dalam hukum Islam mengkaji tentang Hukum Islam sendiri tidak dikenal adanya harta bersama, karena dalam hukum Islam tidak dikenal terjadinya percampuran kekayaan antara suami dan Istri, oleh karenanya harta suami sepenuhnya dikuasai oleh suami, demikian juga harta Istri sepenuhnya dikuasai oleh Istri.
Masih dalam pembahasan Masalah harta bersama tidak luput juga tentang masalah hukum harta bersama yaitu mengenai Kedudukan harta bersama setelah perceraian diatur menurut hukumnya masing-masing, sesuai dengan ketentuan Pasal 37 UU Perkawinan. Berdasarkan Pasal 97 KHI apabila putus perkawinan karena perceraian maka harta bersama dibagi dua. Untuk pembagian harta bersama itu juga diatur dalam penjelasan dari Komplikasi Hukum Islam pasal 96 dan pasal 97 dapat dikatakan bahwa harta bersama atau harta Bersama ataupun syirkah dibagi sama rata atau seperdua bagian antara suami dan istri. Proses pembagian harta bersama dapat dilakukan secara kekeluargaan ataupun dengan bantuan pengadilan. Menurut hukum Islam. Hukum Islam sendiri tidak dikenal adanya harta bersama, karena dalam hukum Islam tidak dikenal terjadinya percampuran kekayaan antara suami dan Istri, oleh karenanya harta suami sepenuhnya dikuasai oleh suami, demikian juga harta Istri sepenuhnya dikuasai oleh Istri. Untuk pembagiannya Melihat penjelasan dari Komplikasi Hukum Islam pasal 96 dan pasal 97 dapat dikatakan bahwa harta bersama atau harta Bersama ataupun syirkah dibagi sama rata atau seperdua bagian antara suami dan istri. Proses pembagian harta bersama dapat dilakukan secara kekeluargaan ataupun dengan bantuan pengadilan.
Permasalahan dalam perdata Islam tidak luput dalam Beberapa Masalah Hukum tentang Hibah. Dalam buku ini mengkaji tentang rukun dan syarat sahnya Hibah. Menurut jumhur ulama' rukun hibah ada empat: yang pertama Wahib (Pemberi) Wahib adalah pemberi hibah, yang menghibahkan barang miliknya kepada orang lain. Yang kedua Mauhub lah (Penerima) Penerima hibah adalah seluruh manusia dalam arti orang yang menerima hibah. Yang ketiga Mauhub adalah barang yang di hibahkan.Dan yang terakhir Shighat (Ijab dan Qabul) Shighat hibbah adalah segala sesuatu yang dapat dikatakan ijab dan qabul. Untuk syarat syarat hibah yaitu bagi penghibah sebagai berikut: Penghibah memiliki sesuatu untuk dihibahkan, Penghibah bukan orang yang dibatasi haknya karena suatu alasan, Penghibah itu orang dewasa, sebab anak-anak kurang kemampuannya, Penghibah itu tidak dipaksa, sebab hibah itu akad yang mempersyaratkan keridhaan dalam keabsahannya. Untuk penghibahan semua harta Seseorang dapat menghibahkan semua hartanya kepada orang yang bukan ahli warisnya. Tetapi Muhammad Ibnul Hasan dan sebagian pengikut mazhab Hanafi mengemukakan bahwa tidak sah menghibahkan semua harta, meskipun untuk keperluan kebaikan.
Penarikan kembali hibah yang telah diberikan. Berdasarkan hukum islam penarikan kembali hibah yang telah diberikan penghibah kepada penerima hibah, terdapat dalam pasal 212 KHI "bahwa hibah tidak dapat ditarik kembali kecuali hibah dari orang tua terhadap anaknya". Hal ini diperkuat dengan pendapat jumhur ulama. Menurut Kompiasi Hukum Islam, Hibah adalah "pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki." (Psl.171. huruf g). Secara garis pokok, tidak ada perbedaan pengertian hibah menurut KHI dengan pengetian hibah menurut fiqh dan UU No.3 tahun 2006.
Untuk selanjutnya pembahasan beberapa masalah hukum tentang wasiat, dijelaskan mengenai dasar hukum wasiat ialah Hukum berwasiat adalah dibolehkan. Di antara sumber-sumber hukum wasiat adalah melalui dalil Al-Quran, Sunnah, amal para sahabat dan ijmak ulama. a. Nas-nas al-Quran Wasiat didasari dari firman Allah di dalam Al-Quran Surat Al- Baqarah ayat 180. Untuk masalah wasiat sendiri yaitu Dalam Pasal 199 Kompilasi Hukum Islam di Indonesia ditegaskan bahwa :
(1) pewasiat dapat mencabut wasiatnya selama calon penerima wasiat belum menyatakan persetujuannya atau menyatakan persetujuannya tetapi kemudian menarik kembali;
(2) pencabutan wasiat dapat dilakukan secara lisan dengan disaksikan dengan dua orang saksi atau tertulis dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau berdasarkan akta notaris;
(3) bila wasiat dilakukan secara tertulis maka pencabutan hanya dapat dilakukan secara tertulis dengan dua orang saksi atau dengan akta notaris;
(4) apabila wasiat dilakukan dengan akta notaris, maka pencabutannya hanya dilakukan dengan akta notaris.
Syarat wasiat terdiri atas empat hal, yakni:
1. Pemberi wasiat, Orang yang berwasiat itu haruslah orang yang waras (berakal), bukan orang yang gila, dan baligh.
2. Penerima wasiat, Penerima wasiat bukanlah ahli waris, kecuali jika disetujui oleh para ahli waris lainnya.
3. Barang yang diwasiatkan, Barang yang diwasiatkan haruslah yang bisa dimiliki, seperti harta atau rumah dan kegunaannya.
4. Kalimat wasiat, Sebanyak-banyaknya wasiat adalah sepertiga dari harta dan tidak boleh lebih dari itu kecuali apabila diizinkan oleh semua ahli waris sesudah orang yang berwasiat itu meninggal.
Pembahasan selanjutnya mengenai Hukum waris Islam, yang saya pahami dari buku ini tentang hukum waris menurut syariat Islam. Hukum waris Islam adalah pengaturan peralihan harta dari seseorang yang telah meninggal kepada ahli waris dan berapa bagian yang diperoleh. Perumusannya tidak lepas dari nilai-nilai Islam dalam Alquran. Yang disebut sebagai waris atau ahli waris adalah orang-orang yang berhak menerima warisan.
Permasalah hukum wakaf di Indonesia yaitu mengenai wakaf dalam konsepsi hukum Islam. Untuk definisi Wakaf yaitu menahan suatu benda yang menurut hukum, tetap milik si waqf dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan. Berdasarkan definisi itu maka pemilikan harta wakaf tidak lepas dari si waqf, bahkan ia dibenarkan menariknya kembali dan ia boleh menjualnya.
Hukum sedekah dan permasalahan-permasalahannya dalam kewenangan peradilan agama yaitu tentang ruang lingkup sedekah menjangkau segala bentuk ibadah maliyah wajib dan sunnah, sedekah telah terlegalisasi peraturan undangan yang berlaku. Penyelesain sengketa sedekah diajukan  kepengadilan agama menurut ketentuan hukum perdata yang berlaku. Yang berkualitas sebagai penggugat dalam gugatan sedekah ialah: 8 asnaf yang ada,ahli warisnya, pejabat berwenang dan pihak-pihak yang berkepentingan.
Pengaruh teori receptie dalam perkembangan hukum di Indonesia membahas tentang pengertiannya. Teori Receptie adalah teori yang dicetuskan oleh Christian Snouck Hurgronje (1857-1936), seorang Penasihat Pemerintah Hindia Belanda Urusan Islam dan Bumiputera, pada abad ke-19. Teori Receptie dibuat oleh Snouck Hurgronje berdasarkan penyelidikannya terhadap orang-orang Aceh dan Gayo di Banda Aceh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H