Kebijakan diadopsi dengan cara memilih salah satu pilihan kebijakan yang paling efektif dalam mencapai tujuan. Pada tahun 2017, pemerintah menetapkan kebijakan zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) melalui Permendikbud Nomor 17 tahun 2017 dengan tujuan pemerataan kualitas sekolah, menghapuskan diskriminasi dalam penerimaan peserta didik baru dan meminimalisir kesenjangan yang ada pada mutu pendidikan. Lebih lanjut lagi pemerintah kembali menetapkan atau mengadopsi kebijakan zonasi PPDB tahun 2018 hingga 2021, pemerintah secara bertahap melakukan perubahan terhadap peraturan yang sudah ada.
Adopsi kebijakan merupakan suatu langkah dalam proses kebijakan publik dan pada tahap inilah keputusan mengenai pilihan kebijakan dibuat dengan bantuan administrator dan pembuat undang-undang maupun peraturan. Pada langkah ini, sejumlah pilihan kebijakan berbeda yang telah diusulkan dan kemudian salah satu kebijakan dipilih untuk diterapkan dengan dukungan mayoritas di parlemen, lembaga yang terkait, atau oleh lembaga peradilan.
Mengingat tidak semua alternatif kebijakan dapat diterapkan, langkah dalam proses kebijakan publik yang disebut adopsi kebijakan merupakan langkah yang sangat penting. Pada langkah proses adopsi ini keluarannya bisa berupa peraturan, kebijakan, atau program.
Pada tahun 2017, pemerintah Indonesia menghadapi permasalahan yang terkait dengan tidak meratanya akses terhadap pendidikan dan kualitas pendidikan di berbagai wilayah di tanah air Indonesia. Pemerintah juga menyadari fakta bahwa terdapat kesenjangan yang besar antara sekolah yang lebih populer atau favorit di wilayah perkotaan dan sekolah yang lebih populer di daerah pinggiran kota.
Ada banyak pilihan berbeda yang tersedia untuk mengatasi masalah kesenjangan pendidikan di Indonesia. Pilihan alternatif tersebut antara lain metode seleksi berbasis nilai tes, peningkatan fasilitas dan sumber daya di sekolah, pemberian kuota khusus bagi siswa yang berasal dari keluarga berpendapatan rendah, dan penerimaan siswa tergantung radius lokasi atau zonasinya.
Dari berbagai alternatif yang tersedia, pemerintah percaya bahwa kebijakan zonasi adalah cara terbaik untuk mengatasi masalah kesenjangan akses terhadap kesempatan pendidikan. Peserta dari berbagai kelompok pemangku kepentingan (stakeholders) dilibatkan dalam tahap adopsi kebijakan dalam proses kebijakan publik. Para pemangku kepentingan ini memainkan peran penting dalam memastikan bahwa kebijakan yang dipilih sesuai dengan konteks permasalahan dan dapat diterapkan dengan baik.
Tujuan pelaksanaan prosedur ini adalah untuk mendapatkan umpan balik, rekomendasi, dan otorisasi dari kementerian-kementerian tersebut. Setelah mendapat masukan dari kementerian terkait, rancangan kebijakan zonasi PPDB pun turut dipertimbangkan di lembaga legislatif, yakni Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). DPR bertugas mengkaji, memberikan komentar, dan menyetujui rancangan kebijakan yang pada akhirnya akan disahkan. Selain itu, anggota Komisi X DPR RI setuju jika ditetapkan kebijakan zonasi karena dapat memberikan keleluasan bagi siswa untuk mendapatkan pendidikan yang memadai.
Pemerintah juga berkonsultasi dengan stakeholder seperti para pendidik, masyarakat, dan pihak berkepentingan lainnya sebelum memutuskan kebijakan pendidikan, khususnya zonasi dalam PPDB. Setelah mempertimbangkan sejumlah opsi yang berbeda, pemerintah sampai pada kesimpulan bahwa kebijakan zonasi sekolah merupakan solusi yang paling masuk akal dan menyeluruh.
Kebijakan ini dipandang berpotensi meningkatkan kualitas pendidikan secara keseluruhan dan aksesibilitas pendidikan bagi semua orang. Alhasil, Peraturan Nomor 17 Tahun 2017 ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Peraturan ini berkaitan dengan penerimaan peserta didik baru pada taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, sekolah menengah kejuruan, atau bentuk lain yang sederajat.
Dalam rangka memperluas akses terhadap layanan pendidikan, tujuan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini adalah untuk memberikan acuan dan pedoman bagi Satuan Pendidikan dalam melaksanakan proses penerimaan peserta didik baru. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa proses tersebut dilakukan secara objektif, akuntabel, transparan, dan bebas diskriminasi. Sesuai Peraturan Nomor 17 Tahun 2017 yang diadopsi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, sekolah yang dikelola oleh pemerintah daerah wajib menerima calon siswa yang berdomisili dalam radius zona yang paling dekat dengan sekolah. Persentase ini minimal harus 90 persen dari total jumlah siswa yang diterima.
Sebagai salah satu komponen upaya peningkatan sistem pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI telah menetapkan kebijakan zonasi dalam program Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan distribusi siswa dan meningkatkan kualitas pendidikan secara merata.
Sebelum mengadopsi kebijakan zonasi, sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) di Indonesia sebagian besar masih berpusat pada pemilihan peserta didik berdasarkan prestasi akademiknya. Oleh karena itu, siswa hanya dapat bersekolah di sekolah pilihan mereka jika mereka telah mencapai tingkat keberhasilan akademis yang tinggi, sedangkan sekolah yang berlokasi di pedesaan kurang diminati. Kesenjangan pendidikan di Indonesia semakin melebar akibat permasalahan ini.
Satu tahun setelah ditetapkan Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017, pemerintah kembali mengadopsi Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 yang merupakan revisi dan penyempurnaan dari peraturan sebelumnya. Peraturan ini memberikan penekanan yang lebih besar pada sistem zonasi dan mencakup peraturan tambahan yang rinci untuk meningkatkan efektivitas sistem. Beberapa penyempurnaan yang dilakukan antara lain penambahan kriteria prioritas penerimaan peserta didik baru. Faktor-faktor tersebut antara lain jarak rumah siswa dengan sekolah, anak yang berasal dari keluarga berpendapatan rendah, dan prestasi akademik.
Pada tahun 2018, pembatasan zonasi diperkuat dan penilaian radius zonasi dibuat lebih transparan. Sekolah wajib menerima minimal sembilan puluh persen siswa dari wilayah yang secara geografis paling dekat dengan mereka. Sepuluh persen siswa sisanya mungkin datang melalui jalur prestasi atau transfer orang tua. Dengan penetapan kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan pemerataan akses terhadap pendidikan unggul.
Selanjutnya pada tahun 2019, pemerintah kembali mengadopsi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru di Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan. Peraturan ini memuat minimal delapan puluh persen siswa diterima dari zona yang paling dekat secara geografis, lima belas persen dari jalur prestasi, dan lima persen dari jalur perpindahan orang tua. Selain itu, pemerintah memberikan penekanan yang lebih besar pada keterbukaan dan akuntabilitas dalam proses penerimaan siswa, yang mencakup pengawasan yang lebih ketat terhadap operasi kecurangan
Pada tahun 2021 pemerintah kembali menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang PPDB untuk lebih meningkatkan efisiensi kebijakan zonasi PPDB. Persentase siswa yang diterima dari zonasi ditetapkan dan dimodifikasi untuk memenuhi kebutuhan masing-masing daerah. Selain itu, Kementerian juga lebih fokus pada pentingnya keterbukaan dan keadilan dalam pelaksanaan PPDB. Termasuk pemanfaatan teknologi informasi untuk memudahkan proses registrasi dan verifikasi data.
Salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam adopsi kebijakan publik adalah model inkremental yang dikembangkan oleh Charles Lindblom. Model ini berfokus pada perubahan kebijakan secara bertahap atau inkremental. Penerapan model inkremental dalam adopsi kebijakan ini dilakukan oleh pemerintah indonesia dengan mengadopsi beberapa peraturan yakni mulai dari Peraturan Nomor 17 tahun 2017, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 14 Tahun 2018, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2019, dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021. Pemerintah mengambil langkah untuk terus menyempurnakan sistem penerimaan siswa baru dengan mengedepankan pemerataan akses, keterbukaan, dan mutu pendidikan.
Meskipun kebijakan ini menimbulkan polemik bahkan terdapat wacana kebijakan tersebut akan dihapus. Namun, hingga saat ini kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang diadopsi oleh pemerintah dengan skema zonasi masih diterapkan yang menunjukkan komitmen pemerintah untuk mewujudkan pendidikan yang lebih merata dan berkualitas bagi seluruh anak Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI