Mohon tunggu...
Ananda Ladeva Gumanti
Ananda Ladeva Gumanti Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Blogger, writer, script writer, full passionate with PR and Politic Communication and also love to travel

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketika (Rencana) Reshuffle Begitu Melelahkan

17 Oktober 2011   02:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:52 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdasarkan kamus bahasa Inggris-Indonesia, reshuffle artinya mengocok kembali, mengubah. Jika dilihat dari arti katanya, seharusnya reshuffle ini mengandung sesuatu yang segar. Bukankah lazimnya sebuah pergantian bermakna atau diiringi tujuan “agar lebih baik”?

Saya yakin tujuan tersebut juga diamini oleh Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Republik Indonesia (RI) yang saat ini begitu sibuk menimbang, memikirkan dan merencanakan perombakan menteri kabinet, yang bagi sebagian besar masyarakat diberi nilai merah. Isu perombakan kabinet memang bukan pertama kali terdengar tapi ini merupakan pertama kalinya, akhirnya, dilaksanakan. Paling tidak hingga detik ini, masih dalam proses.

Tidak bisa ditutupi bahwa memang banyak atau beberapa menteri tidak terlalu terlihat prestasinya dan buat saya, itu patut dijadikan pertimbangan untuk menggantinya. Nah, yang menjadi hal melelahkan adalah karena proses ini yang memakan waktu lama. Jelas bahwa mengganti menteri bukanlah hal mudah karena ini menyangkut kepentingan masyarakat. Tapi terkadang saya bertanya, apakah ini berdampak positif terhadap masyarakat atau sebenarnya hanya menjadi komoditi kaum intelektual saja? Lalu bagaimana dengan masyarakat di desa-desa? Akan bijak rasanya, jika proses reshuffle kabinet, ini tidak terlalu berbelit-belit. Singkirkan kepentingan partai politik di susunan kabinet. Dahulukan kepentingan rakyat. Rakyat seluruh Indonesia, bukan rakyat dari golongan tertentu.

Beberapa waktu lalu, tv ramai memberitakan tentang Nazaruddin dan Nunun. Apa kabar dengan mereka? Tampaknya belum ada kejelasan mengenai kasus-kasus mereka. Marilah sebentar saja, posisikan diri kita sebagai masyarakat awam yang tidak mengerti politik. Rasakan dan tanyakan seberapa penting isu ini untuk mereka?

Jika pusat terlalu sibuk mengurusi ini, bagaimana dengan mereka yang ada di desa? Jangan salahkan bila ada isu di daerah yang dekat perbatasan dengan negara lain, mau memilih untuk berpisah dari Indonesia. Bukankah hal yang wajar jika terlintas dalam pikiran mereka, “Ah, pusat terlalu bermain politik.” Salahkah mereka jika terlalu lelah dengan dinamika politik pusat yang seperti ini?

Jangan salahkan pula bila sebagian masyarakat ada yang bersikap apatis terhadap dinamika politik dalam negeri dan lebih nyaman untuk menutup mata dan telinga ketimbang harus selalu mendengarkan “kericuhan” pusat. Padahal negeri ini membutuhkan suntikan pendapat kaum muda-mudi.

Di antara semua kementerian, saya pikir yang harus ditanyakan secara gamblang prestasi kerjanya adalah Kementerian Desa Tertinggal. Mohon jika ada yang tahu prestasi mereka, silahkan diskusi di sini. Nusa Tenggara Timur contohnya. Apa yang telah mereka lakukan untuk NTT? Apakah ada perubahan signifikan sejak kementerian ini dibentuk? Karena sudah dua kali sejak tahun 2009 dan 2010, ketika saya datang ke sana, kondisi NTT ya masih jauh dari “layak”.

Ah, ini benar-benar menjadi sebuah momentum Presiden untuk bertindak secara professional. Profesional bekerja sebagai Kepala Negara RI. Berhenti berpikir tentang pembagian kue politik. Sungguh, hal ini sudah terlalu melelahkan.

Deva

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun