Mohon tunggu...
Deuis Chulalan
Deuis Chulalan Mohon Tunggu... -

ILMU KOMUNIKASI B 2013 | FAKULTAS ILMU SOSIAL & HUMANIORA | UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA |\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Apa yang Terjadi Pada Dunia Jika Tidak Ada Seni?

25 Desember 2013   13:05 Diperbarui: 4 April 2017   16:37 1197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia sejatinya tidak dapat dipisahkan dari yang namanya seni. Lantas mengapa masih dipertanyakan apa yang akan terjadi pada dunia jika tidak ada seni? Ya mungkin hanya untuk memperjelas saja.

Setiap manusia dilahirkan mempunyai darah seni. Tanpa disadari kita beraktivitas apapun dan dimanapun kita telah melakukan aktivitas seni.

Sebagian manusia mengatakan dunia tanpa seni itu membosankan, dunia hanya akan seperti itu-itu saja, monoton karena tidak ada sesuatu yang baru yang dilahirkan. Ya mungkin tidak akan ada modernisasi yang ada hanya zaman prasejarah saat teori Darwin dipercaya.

Persfektif setiap orang dengan pertanyaan 'apa yag terjadi pada dunia jika tidak ada seni?' pasti akan berbeda.

Jika bertanya kepada pelukis, mungkin akan menjawab dunia akan hampa.

Jika bertanya kepada penyair, mungkin akan menjawab dunia akan mandul.

Jika bertanya kepada penenun, mungkin akan menjawab dunia akan telanjang.

Jika bertanya kepada pemusik, mungkin akan menjawab dunia akan sepi.

Jika bertanya kepada penari, mungkin akan menjawab dunia tidak akan menarik.

Orang yang sadar akan seni pasti mengatakan dunia tanpa seni itu mati. Jelas, seorang seniman akan mati tanpa seni yang mampu membakar imajinasinya menjadi sebuah inovasi inovasi baru.

Jelas, tanpa seni dunia seakan abu-abu. Tidak ada pembeda satu dengan yang lainnya. Tidak akan mampu membedakan mana karyawan mana brandal, Mana ustadzah mana pelacur, mana mesjid mana gereja.

Dunia tanpa seni lebih parah dari dunia robot yang kaku gak ada improvisasi tanpa ekspresi tanpa perasaan meskipun dunia robot terlahir dari dunia manusia pencumbu seni. Dunia tanpa seni dunia yang buta akan keindahan, karena seni yang memperkenalkan keindahan pada dunia.

Mari kita hubungkan dengan situasi sekarang, disaat semua orang menyadari bahwa seni adalah nyawanya, disaat itu juga banyak orang yang tidak menyadari bahwa tidak semua orang mampu menikmati karya seni.

Dewasa ini, system kapitalisme sedang mendekap danmencumbu mesra dunia. Sehingga banyak ekonom - ekonom kritis yang dengan sadar memberi nama baru untuk sistem ini untuk sekedar memanipulasi keadaan. System ini berkiblat tentang bagaimana suatu aspek kehidupan, yang seharusnya dapat diakses oleh semua orang, menjadi milik segelintir orang yang beruntung (secara ekonomi).

Kita tarik ke aspek seni, bagaimanapun telah menjadi suatu realitasbahwa sekarang banyak karya seni yang hanya mampu dinikmati oleh mereka yang menempati ruang starata atas. Seni tidak lagi menjadi suatu hal yang dipersembahkan untuk publik.

Sebagai contohnya tragedi terjualnya lukisan Sonny Lengkong ketika pameran tunggalnya diadakan di salah satu hotel mewah di kota Manado mencapai total lebih dari Rp 300 juta beberapa waktu silam? Tentu saja akhirnya, para penikmat seni yang datang ke galeri ataupun pameran pun relatif mapan secara ekonomi. Tak jarang sebuah karya seni mahal tersebut setelah laku terjual, dibawa pulang ke rumah, diletakkan dalam satu ruangan khusus yang hanya bisa diakses segelintir orang, atau untuk dinikmati oleh pribadi ataupun keluarganya. Sebuah karya seni telah kehilangan sifat publiknya.

Itu hanya salahsatu contoh, masih banyak contoh lain yang menunjukan bagaimana seni seperti lukisan-lukisan indah, patung-patung berestetika tinggi, sampai ke kerajinan-kerajinan tangan bermutu dipajang dan dijual dengan harga sangat tinggi di galeri-galeri bonafit.

Dewasa ini, juga jelas menunjukan bahwa dalam bidang fashion khusunya. Sepertinya, tangan manusia semakin kurang panjang agar mampu menggapai karya – karya seni tersebut. Entah karena faktor internal manusia itu sendiri yang tidak mampu menciptakan gaya sendiri atau karena memang faktor eksternal yaitu perkembangan zaman yang benar-benar telah mampu mempengaruhi pemikiran manusia di dunia modern. Seni pada bidang fashion tidak dapat dipungkiri bahwa yang disuguhkan adalah gaya untuk mereka yang memiliki ekonomi tinggi.

Ahli sosiologi prancis, Pierre Bourdieu, dalam penelitiannya mengatakan pada sebuah fakta bahwa terdapat perbedaan cara pandang terhadap kesenian untuk masing – masing kelas sosial yang berbeda tingkatannya. Secara hegemonis maupun ekonomis, kelompok masyarakat kelas bawah akan dipaksa untuk terus menganggap bahwa karya-karya seni yang tengah dipajang di galeri-galeri adalah suatu hal yang sakral (bukan untuk kalangan mereka) dan tidak terjangkau.

Kita hubungkan pula kepada mereka yang melahirkan seni seni baru, mereka yang mengaku memiliki passion terhadap seni. Seseorang yang sudah memiliki passion terhadap sesuatu akan sangat mencintai passionnya. Seperti halnya penyair yang mengatakan merangkai kata menjadi bait bait puisi adalah passion nya maka dia akan terus berkarya tanpa memikirkan seberapa karangan puisinya dihargai dan seberapa puisinya akan dibeli.

Tapi sekarang tidak sedikit seniman yang melahirkan karya karya nya tidak semata-mata hanya untuk menyalurkan imajinasinya, seberapa pantas karyanya dinikmati banyak orang tetapi seberapa karya nya akan menghasilkan uang. Kalau sudah begini, lantas siapa yang harus disalahkan?

Jika kita telaah pertanyaan 'apa yang akan terjadi di dunia jika tidak ada seni?' tidak akan pernah ada habisnya karena pertanyaan itu dijawab oleh pengandaian dan tafsiran yang berbeda terhadap pemaknaan yang sama. Mungkin lebih baik bertanya 'apa yang akan terjadi jika seni tak bisa lagi di nikmati?'.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun