Mohon tunggu...
Tedy Tri Saputro
Tedy Tri Saputro Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang manusia sederhana, yang bukan siapa - siapa. http://blog.ruangtedy.net | twitter id : @detik19

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Kita Tak Sendiri dalam Panah Waktu

7 April 2015   14:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:25 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1428392234187971438

[caption id="attachment_359479" align="aligncenter" width="300" caption="Gambar dari https://mrbarlow.files.wordpress.com/2011/05/time_travel.jpg"][/caption]

Sebagaimana teori Dirac, setiap zarah memiliki anti zarah-nya, yang bila mereka bertemu, akan saling menghilangkan. Ketika positron dan elektron bertemu dalam sebuah ruang waktu lalu teranihilasi menjadi kilatan cahaya, apakah takdir yang mempertemukan mereka? Ataukah semata kebetulan dari hitung-hitungan probabilitas kita? Apakah positron sengaja mencari elektronnya, apakah elektron yang mencari positronnya? Ataukah mereka berdua bertemu begitu saja, dalam ruang waktu buatan Tuhan?

Hidup selalu penuh misteri, dan untuk itulah kita di sini - menumpang bersama, dalam perjalanan ini. Sebagaimana zarah yang memiliki anti zarahnya, lantas mengapa mereka tidak semua dipertemukan? Mengapa semua galaksi yang kita ketahui sejauh ini terdiri dari quark,  dan bukannya  antiquark? Kemanakah antiquark gerangan Tuhan letakkan? Di galaksi lainkah, ataukah mengapung - apung dalam ingatan  waktu.

Waktu melaju seperti kereta yang sedang kita kendarai malam ini. Bergerak cepat, tanpa kita tahu sudah sampai mana. Semakin jauh perjalanan ini, kita semakin tak tahu berada di mana. Satu-satunya yang bisa kulakukan hanya melihat ke arloji yang kulingkarkan di pergelangan nadi kesabaran, dengan detak - detik penghitung satuan rindu, dengan jarum panjang dan pendek pengukur panjang pendeknya kesetiaan. "Kesabaran memang tidak pernah ada batasnya. Jika memang ada, batas itu bernama kesetiaan". Begitu ucapmu singkat.

Dalam waktu yang kita sedang kendarai ini. Kita berlari dalam tiga panah waktu, yang menculik kita dari masa lalu ke masa depan. Panah waktu yang pertama adalah panah termodinamika, arah waktu yang menunjukan ketidakteraturan. Panah waktu yang kedua adalah panah psikologis, arah waktu yang menyebabkan kita bisa meningat masa lalu ataupun masa depan. Sedangkan panah ke tiga adalah panah kosmologis, arah waktu yang menunjukan alam semesta mengembang ataupun menyusut.

Panah termodinamika, ibarat potongan teka-teki bergambar yang awalnya berada dalam kotak, yang kemudian digoncang-goncangkan waktu, hingga potongan - potongan itu membentuk tatanan lain. Makin lama, kita akan lihat potongan - potongan tadi makin berubah ke arah yang semakin tidak teratur. Ketidakteraturan akan cenderung meningkat seiring waktu.

Setidaknya itulah menurut yang mata kita lihat, tapi bukankah Tuhan itu Maha "Tidak Teratur"? Kita layaknya zarah yang meluncur dalam arah panah termodinamika ini, yang makin lama menyajikan kepada kita bahwa semakin banyak  hal yang ada di dunia ini yang tidak bisa kita atur bukan?

Dalam panah psikologis, manusia mengingat ke masa silam perubahan ketidakteraturan itu, lalu coba kita sedikit pahami. Sebagaimana sifat Tuhan yang Maha Tidak Teratur tapi juga Maha Indah. Ketidakteraturan adalah bagian keindahan. Sebagaimana juga perasaan wanita yang diciptakan Tuhan tidak teratur, namun juga indah.

Dalam panah kosmologis, alam semesta mengembang semenjak ledakan besar (big bang), berawal dari tempat yang sama kemudian saling menjauh, hingga pada suatu titik waktu, galaksi- galaksi yang bergerak menjauh itu akan menemui kecepatan kritisnya hingga kemudian sampai pada kemungkinan, bahwa tidak ada jalan lain baginya selain kembali.

Kitapun demikian, hanyalah zarah dalam ruang waktu ini. Berlarian saling menjauh, mengejar segala yang tampak, untuk kemudian terbentur pada kondisi kritis dimana tidak ada jalan lain, tidak ada tempat lain, tidak ada kemungkinan lain yang mungkin, selain itu adalah kembali. Sejauh - jauhnya pergi tidak punya kemungkinan lain selain kembali. Sekuat - kuatnya rindu, tidak ada kemungkinan lain selain bertemu.

Jadi kalaupun kita berjarak kali ini, mungkin ada yang harus ditempuh dalam panah waktu kosmologis kita, hingga sampai pada saatnya waktu siap menerima pertemuan, layaknya ledakan besar yang kemudian sampai pada suatu rengkuhan besar.

Kita tak sendiri di alam semesta ini. Setiap kita ditemani zarah yang menari- nari di alam semesta. Layaknya juga kita, ia juga berputar - putar tanpa henti di sana. Setiap inti atom diri kita, entah sedang berbahagia ataupun sedih, ia dikelilingi elektron dalam sebuah ektase tak terperi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun