Hilangnya Kesadaran Ramadhan
Jadi apa yang arti hadist  tentang akhir ramadhan di muka tulisan ini? Ada dua arti, yang pertama, bisa jadi yang ditangisi mereka secara harfiah memang Ramadhan dalam artian literer satu bulan ini. Sedangkan arti yang kedua, yang dimaksud bulan Ramadhan adalah "ruh" dan nilai, sehingga yang ditangisi para malaikat adalah hilangnya ruh dan kesadaran Ramadhan pada diri manusia. Dimana manusia lebih gemar melampiaskan nafsunya ketimbang berpuasa, sehingga kemudian disebut oleh Allah sebagai umat yang melampaui batas.
Jadi menurut pendapat kedua ini, ruh dan kesadaraan Ramadhan bisa saja hilang, meskipun itu di bulan ramadhan sendiri, bukankah kebudayaan kita sudah sedemikian konsumtifnya, sehingga budaya kita adalah budaya pelampiasan dan bukannya budaya menahan diri? Bukankah di zaman moderen ini, orang - orang telah diseret oleh sebuah sistem yang sedemikian rupa membuatnya untuk membeli pelayanan atas nafsu, bukan pelayanan atas kebutuhan? Orang – orang didorong dan dipaksa secara kultur dengan dahsyat untuk memiliki apa- apa yang sesungguhnya tidak — atau setidaknya belum merupakan kebutuhan dasar yang berasal dari dirinya sendiri. Mereka dicetak dan dididik untuk merasa minder dan rendah jika tidak memakai pakaian model itu atau komestika model ini.
Jikalau begitu apa yang harus kita lakukan? Tidak ada pilihan lain selain menghadirkan Ramadhan kembali di kehidupan ini, sehingga di bulan syawal -- sebagaimana dari segi bahasa yang berarti peningkatan-- kita hadirkan puasa - puasa yang lebih meningkat taraf dan konteksnya untuk kehidupan sehari - hari, dan dengan itu kita temui idul fitri - idul fitri kecil dan besar  di dalam batin sanubari kita semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H