Upaya menjaga tradisi tak mudah. Orang Betawi paham benar hal itu. Urusan menjaga tradisi silat tradisional beksi Betawi, misalnya. Mahaguru Ilmu bela diri (maen pukulan) kerap putar otak supaya beksi dapat terus relevan dengan selera zaman.
Narasi itu kemudian diwujudkan dalam kegiatan silaturahmi antara tokoh beksi di seantero Jakarta. Latihan Gabungan Silat Beksi Kong Noer, namanya. Hajatan itu jadi bukti bahwa perkembangan zaman tak harus mematikan tradisi. Bak tanaman, silat beksi kudu terus dipupuk.
Imej kawasan Petukangan sebagai bagian dari tumbuh kembang silat beksi tak terbantahkan. Kawasan itu memiiki empat tokoh beksi kesohor: Hasbullah, M. Noer, Simin, dan Mandor Mingggu. Keempatnya memiliki basis murid yang besar.
M. Noer atau yang kerap disapa Kong Noer, salah satunya. Sekalipun telah tiada, sosok generasi generasi keempat silat beksi itu mampu mengembangkan perguruan hingga keluar Petukangan. Muridnya ada di mana-mana, bahkan eksis hingga hari ini.
Narasi itu semakin nyata ketika hajatan Latihan Gabungan Silat Beksi Kong Noer di SMP El Syifa, Ciganjur, Jakarta Selatan dilanggengkan pada 16 Juli 2023. Latihan gabungan diikuti oleh Perguruan Silat Tradisional Beksi Kong Noer yang tersebar di seantero Jabodetabek. Dari Ciganjur, Gandul, Kalibata, Kreo, Ulujami, Petukangan, Bintaro, hingga Ciputat.
Keramaian itu buat Pimpinan Perguruan Silat Beksi Tradisional Kong Noer, Rohmat senang bukan main. Pria yang akrab disapa Bang Omat menganggap Latihan Bersama sebagai kegiatan kegiatan yang penuh manfaat.
Alih-alih hanya sebagai penyambung silaturahmi belaka, acara itu dielu-elukan sebagai ajang diskusi dan kreasi. Sebuah upaya mencocokan diri dengan selera zaman. Apalagi, Bang Omat bercerita bahwa bukan perkara mudah untuk memboyong anak muda mengenal beksi di era kekinian.
Tiap perguruan harus mampu melanggengkan promosi ekstra. Kegiatan itu dilanggengkan supaya anak muda tak hanya betah belajar dan bermain via gadget. Akan tetapi, mereka ikut menggali budaya Betawi yakni beksi.
"Harapan saya pengennya Perguruan Silat Tradisonal Beksi Kong Noer ini semakin maju, semakin besar. Inti dari semua adalah silaturahmi, memperpanjang tali persaudaraan, saling mengenal dengan yang lain. Karena kan Beksi Kong Noer ini banyak orangnya. Dengan adanya latihan gabungan begini semua berkumpul saling mengenal dan berbagi ide supaya silat beksi lestari," ujar Bang Omat disela-sela latihan gabungan yang dihadiri puluhan orang.
Acara itu tak hanya didominasi oleh kalangan pesilat beksi belaka, ada pula beberapa budayawan Betawi yang datang. Mereka datang jauh-jauh untuk mendukung eksistensi silat beksi. Pun sembari mencoba merawat ingatan melihat belasan jurus beksi -- dari loco boni (pukulan celentang) hingga jejek kaki.
Budayawan Betawi, Masykur Isnan, misalnya. Ia menganggap penting agenda silaturahmi silat beksi. Baginya, semuanya yang hadir dapat melebur untuk menjawab tantangan zaman. Urusan beksi mau dibawa ke mana nanti bisa ada solusinya.
Sinergi itulah yang kemudian dibutuhkan supaya sosok atau tokoh baru silat beksi terus bermunculan. Masykur Isnan menggaungkan itu bukan tanpa alasan. Ia menyebut silat beksi sudah diakui oleh pemerintah Indonesia via Menteri Pendidikan era 2014-2016, Anies Baswedan pada 20 Oktober 2015.
Pemerintah menetapkan silat beksi sebagai Warisan Budaya Tak benda Indonesia. Momentum itu harus dimanfaatkan benar oleh Perguruan Silat Beksi Tradisional Kong Noer. Karenanya, eksistensi silat beksi akan terus terjaga. Alias enggak ada matinya.
"Latihan Gabungan Pesilat Beksi Kong Noer dibawah Pimpinan Abang Guru Rohmat hari ini merupakan ikhtiar dan manivestasi tentang pentingnya merawat budaya silat tradisi Betawi. Keuntungannya macam-macam. Sesuatu yang paling sederhana adalah proses berjumpanya para guru dan pesilat dari masing-masing perguruan."
"Urusan tantangan ke depan tidak hanya bersumber dari eksternal, digitalisasi dan lain-lain, tetapi juga dari internal yakni para penggiat silat sejatinya wajib mendapatkan perhatian khususnya dari Pemerintah DKI Jakarta, kesejahteraan para pelestari budaya --guru dan pesilat---harus dipikirkan dan dibantu," terang Masykur Isnan ketika ditemui dilokasi.
Sebelumnya, Acara latihan bersama itu dimulai dengan tawasul. Seluruh peserta mencoba mengirimkan doa-doa kepada tokoh beksi yang telah tiada. Langkah itu sebagai bentuk penghormataan. Pengenalan antara perguruan pun tak lupa dilanggengkan.
Setelahnya, acara dilanjutkan dengan latihan massal dan demostrasi jurus-jurus. Kegiatan itu tak pernah putus diselenggarakan per tiga bulan sekali.Â
Beksi Berdiri
Boleh jadi eksistensi Silat Beksi kini telah berkembang menjadi sebuah ekspresi seni. Barang siapa yang melanggengkannya maka dianggap melestarikan budaya. Apalagi, siapa saja dapat belajar silat beksi. Tanpa terkecuali.
Poin keberagaman dalam beksi itu nyatanya bukan barang baru. Narasi keberagaman telah hadir sejak masa penjajahan Belanda. Cerita itu bermula dari ambisi penjajah Belanda -- dari masa Maskapai Dagang belanda: VOC hingga Pemerintah kolonial Hindia Belanda-- menguasai perdagangan rempah dan menjajah Nusantara.
Ambisi itu membuat Belanda menyadari sendiri kelemahannya. Empunya kuasa tak dapat bekerja sendirian dalam membangun negeri koloni Batavia (kini: Jakarta). Fisik orang Eropa tak setangguh orang Asia. Belanda pun coba memutar otak.
Mereka kemudian membukakan pintu lebar-lebar bagi imigran China dan pendatang dari berbagai suku bangsa. Hasilnya gemilang. Belanda untung bejibun. Mereka mampu melanggengkan kuasanya ke berbagai penjuru negeri. Namun, ada satu hal penting lainnya yang dicatat sejarah.
Kedatangan orang-orang dari berbagai suku bangsa membuat orang Betawi terbiasa hidup dalam keberagaman. Poin itu pula yang menghasilan banyak pertukaran ilmu dan budaya. Banyak budaya yang kemudian berkembang di Tanah Betawi. Silat beksi, salah satunya.
Eksistensi sliat beksi tak terlepas dari hadirnya seorang ahli bela diri peranakan China di Tanah Dadap, Tangerang. Lie Tjeng Hok, namanya. Sosoknya begitu disegani di seantero Tangerang. Kuasa itu karena Lie Tjeng Hok digadang-gadang mampu memadukan antara bela diri China dan lokal.
"Adalah Lie Tjeng Hok, seorang peranakan China, tokoh sentral yang membidani lahirnya maen pukulan beksi. Lahir dari keluarga petani di Kampung Dadap, Tangerang pada tahun 1854 dan wafat tahun 1951 dalam usia 97 tahun. Lie Tjeng Hok merupakan generasi ketiga dari pendahulunya yang hijrah dari Amoi atau Xiamen, Provinsi Fukien atau Fujian di China Selatan."
"Lie Tjeng Hok pertama kali belajar maen pukulan kepada dua orang bumiputra Betawi, yang memiliki aliran berbeda, yaitu Ki Jidan (maen pukulan Sambut Pukul) dan Ki Miah atau Ki Maimah (tidak diketahui spesipik jenis maen pukulannya). Pada saat bersamaan dia mendapatkan wangsit melalui mimpi, berupa ilmu maen pukulan gaya lain yang diturunkan kakeknya, Lie A Djam. Ditengarai Lie A Djam adalah imigran asal China Selatan yang juga seorang pendekar Amoi, Provinsi Fukien," terang G.J. Nawi dalam Buku Maen Pukulan: Pencak Silat Khas Betawi (2016).
Beksi Berkembang
Kehebatan Lie Tjeng Hok tersiar dari mulut ke mulut. Banyak yang menjajal kekuatannya berakhir dengan kekalahan. Bahkan, beberapa di antara lawan yang kalah kemudian menitipkan anaknya kepada Lie Tjeng Hok untuk berguru.
Upaya itu dilanggengkan karena sudah menjadi tradisi maen pukulan mereka yang kalah belajar kepada pemenang. Hasilnya gemilang. Silat tradisional itu bertransformasi menjadi silat Beksi. Arti paling mudah dari beksi adalah Bek memiliki makna pertahanan. Sedang Si adalah penjuru mata angin.
Silat beksi kemudian berkembang di antara kaum bumiputra. Murid Lie Tjeng Hok, Ki Marhali kemudian menurunkan kepada muridnya Gozali. Penyebaran Silat Beksi kemudian dilanggengkan Gozali dengan baik. Utamanya, di Petukangan, Jakarta Selatan.
Geliat Gozali mengajar Silat Beksi mampu menghasilkan lima mahaguru beksi kenamaan. Hasbullah, Simin, M. Noer, dan Mandor Minggu. Generasi keempat silat beksi itu membuat Beksi meraih puncak eksistensi.
Murid-murid Silat beksi berdatangan. Semua karena kehebatan Sang Mahaguru sudah menyebar ke mana-mana. Ambil contoh pada saat masa Perang Revolusi (1945-1949). Mahaguru silat beksi, termasuk M. Noer ikut aktif melawan penjajah Belanda berjubah Pemerintahan Sipil Hindia Belanda (NICA).
"Ketika ibu kota diduduki oleh NICA pada akhir Januari 1946 dan mulai ada garis demarkasi M. Noer, SImin, Hasbullah, dan Mandor Minggu bergerak menuju garis demarkasi Indonesia di Bekasi dan Karawan. Mereka membantu para pejuang di garis milik Republik Indonesia."
"Ketika berada di sana mereka ikut juga menyebarkan ilmu silat Beksi untuk media pertahanan para pejuang. dari anak-anak hingga orang dewasa. kadang kala mereka ikut mengawal patroli Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di sekitar Karawang-Bekasi karena kakak M. Noer menjadi anggota TKR selama masa perjuangan revolusi fisik. Akibat kondisi itulah M. Noer sering menjadi salah satu incaran NICA di Petukangan," cerita Reyhan Biadillah dalam buku Silat Beksi dan Tokoh-tokohnya di Petukangan (2021).
Beksi Bertahan
Perkembangan Silat Beksi sehabis Perang Revolusi tiada dua. Silat Beksi kemudian diwarasi dari generasi ke generasi. Konstentrasinya tak melulu di Kampung Dadap atau Petukangan. Silat beksi mulai digemari di seantero Jabodetabek.
Mereka yang ingin mengabdikan dirinya belajar silat beksi bejibun. sekalipun keinginan belajar silat beksi tak melulu urusan alat pertahanan belaka, tapi juga sebagai bentuk pelestarian budaya. Belakangan, pamor beksi memang pernah mengalami fase naik turun.
Namun, keinginan kuat guru hingga pesilat buat silat beksi eksis hingga hari ini. Eksistensi beksi tak hanya terlihat dari lomba-lomba adu kekuatan, atau ekstrakulikuler anak sekolahan. Kini, silat beksi telah menjelma sebagai bagian tak terpisahkan kebudayaan Betawi.
Narasi itu terlihat dari aktifnya silat beksi ikut lestari dalam daur hidup orang Betawi. Dalam ritual pernikahan, misalnya. Muruah silat beksi sebagai sini pertunjukan budaya terlihat menyatu dalam tradisi palang pintu.
Ekstensi itu bakal tambah kuat dengan upaya pelestarian silat beksi yang masif. Di dalam mampun di luar Jakarta. Segenap guru, pesilat, masyarakat hingga pemerintah bersama-sama mengawal silat beksi supaya terus eksis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H