Ia berkorban segalanya supaya anak muda nasionalis Indonesia --mahasiswa Sekolah Dokter Hindia Belanda: STOVIA-- memiliki kepekaan terhadap nasib kaumnya. Ia merelakan rumah dan ruang perpustakaan pribadinya diacak-acak mahasiswa untuk belajar banyak hal.
Ia membukakan pintu bahwa pemuda kudu melek politik. Dampaknya ke mana-mana. Rumahnya serupa dengan rumah tinggal H.O.S. Tjokroaminoto yang dikenal sebagai dapur daripada nasionlisme.
Tokoh-tokoh penting dalam sejarah bangsa Indonesia pun lahir karenanya. Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat adalah beberapa di antaranya. Pun kemudian ketiganya melenggang-langgeng membentuk sebuah gebrakan bersejarah, Indische Partij (Partai Hindia).
Kehadiran partai itu menjadi penentu semangat Keindonesiaan. Sebab, seluruh suku bangsa dapat bergabung di Indische Partij untuk melepas belenggu penjajahan. Partai itu jadi defenisi sebenarnya dari bhinneka tunggal Ika, berbeda-beda tapi satu jua.
"Douwes Dekker menjalin kontak dengan gerakan nasionalis Indonesia sejak dasi mula. Dia kenal baik dengan mahasiswa-mahasiswa STOVIA yang mewujudkan gerakan itu. Rumah Douwes Dekker tidak jauh dari kampus dan para mahasiswa STOVIA sering mengunjunginya untuk mendiskusikan masalah-masalah sosial politik. Salah seorang di antara mereka, Soewardi Soerjaningrat, yang nantinya menjadi kawan seperjuangan."
"Di kemudian hari mengisahkan bahwa rumah Douwes Dekker menjadi tempat berkumpul maupun ruang baca dan perpustakaan bagi mahasiswa-mahasiswa STOVIA. Terlibat dari dekat dan merupakan teman dekat beberapa orang Indonesia yang aktif, Douwes Dekker menyaksikan pembentukan Boedi Oetomo (Usaha Luhur) pada 1908, umumnya diakui sebagai organisasi Indonesia modern pertama dan titik tolak kebangkitan nasional," terang Kees van Dijk dalam buku Hindia Belanda dan Perang Dunia I 1914 -- 1918 (2013).
Keluwesan Douwes Dekker menghadirkan ruang interaksi dan diskusi anak muda juga dilanggengkan oleh Soekarno. Langkah itu dilanggengkan Bung Karno saat masih menuntut ilmu di Technische Hoogeschool te Bandoeng (kini: Institut Teknologi Bandung).
Ia berani memutuskan untuk keluar dari klub studi kampus yang isinya melulu bersenang-senang dan didominasi oleh orang Eropa. Dari main biliar hingga dansa-dansi. Bung Besar dan rekan-rekannya lalu bergerak membuat klub studi sendiri.
Klub itu diisi dengan aktivitas membaca, berdiskusi, dan berinteraksi. Mereka membaca suatu buku dan segera mempedebatkan poin-poin yang ada. Kegiatan itu rutin dilakukan. Hasilnya gemilang. Banyak pejuang kemerdekaan ikutan bergabung di dalam klub studi itu.