Semua sah-sah saja selama kaum muda tidak pura-pura lupa politik yang dimankan penguasa. Apalagi bersikap bodoh amat ketika korupsi merajalela. Kaum muda sejatinya harus terlibat untuk mengawal pemerintah.
Sebab, segala macam agenda menyibukkan diri akan membuahkan pembiaran proses pemiskinan bangsa. Keterlibatan kepada perjuangan itulah yang kaum muda butuhkan. Alhasil, pemuda harus punya senjata. Melek politik, namanya.
Ruang diskusi dan interaksi inilah yang kemudian jadi medium pemuda untuk memahami luar dalam perihal politik. Tak perlu perlu khawatir ruang lingkupnya yang kecil. Langkah untuk memulai saja sudah lebih dari cukup. Niscaya banyak tokoh-tokoh muda yang lahir dari diskusi semacam ini.
"Apatisme dan pragmatisme anak muda tentang politik harus diurai. Narasi itu harus diubah menjadi epicentrum perubahan. Seperti yang orang banyak katakan, pemuda dalam mengendalikan arah politik ke depan. Bermula dari satu anak muda ke anak muda lainnya. Semua dapat terwujud jika pemuda dapat bersatu"
"Kekuatan anak muda pun tak bisa diremehkan. Pemuda bukan cuma unggul urusan statistik, tapi juga lebih subtansial sebagai makna dan kontributif pada kontestasi pemilu. Misalnya pada pemilu mendatang. Pemuda harus dapat memilih mana pemimpin yang dapat menyuarakan hajat hidup orang banyak. Besar harapan dari diskusi ini bisa muncul anak muda yang jadi tokoh bangsa di masa depan," terang Masykur Isnan dalam diskusi.
Pada akhirnya ruang diskusi dan interaksi untuk anak muda harus dijaga. Bayangkan betapa membosankannya hidup dengan pemerintahan yang represif serta anak muda yang sibuk sendiri. Narasi itu akan membawa manusia hidup dalam kubangan penyesalan.Â
Bukan Barang Baru
Jejak Jagakarsa Kreatif sejatinya mampu membangkitkan kembali marwah ruang diskusi anak muda. Langkah itu jadi bukti bahwa nyali anak muda untuk membuat perubahan tak pernah surut. Sekalipun diskusi-diskusi serupa mulai minim.
Diskusi yang dihadirkan Jagakarsa Kreatif tak ubahnya sebagai ajian melawan kezaliman. Pun Langkah itu membuka ruang interaksi dan diskusi yang intens. Gebrakan itu serupa dengan yang dilakukan pemuda era pergerakan nasional. Alias, saat Indonesia masih dijajah Belanda.
Diskusi di antara anak muda bukan barang baru. Ambil contoh seperti yang dilakukan Ernest Douwes Dekker (kemudian dikenal sebagai Setiabudi Danudirja). Ia hidup dan besar sebagai seorang Indo-Eropa. Perawakannya bak tuan kulit putih. Namun, jiwanya justru nasionalis sejati.