Mohon tunggu...
Detha Arya Tifada
Detha Arya Tifada Mohon Tunggu... Editor - Content Writer

Journalist | Email: dethazyo@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sejarah KAHGAMA: Geliat Alumni Fakultas Hukum UGM Bangun Indonesia

23 Februari 2023   00:41 Diperbarui: 23 Februari 2023   00:48 1477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelantikan kepengurusan KAHGAMA yang berisi alumni FH UGM pada 3 November 2018 | Fajar/Kagama 

Mahasiswa hukum memiliki andil besar dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Mereka mampu memantik api pergerakan nasional. Perlawanan mereka terhadap penjajahan dan kebodohan tiada dua. Ekstensi itu jadi bukti lulusan hukum dibutuhkan kala Indonesia merdeka.

Fakultas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada (UGM) pun dibentuk. Hasilnya menganggumkan. Di mana-mana alumni FH UGM menginspirasi. Mereka kemudian membuat wadah. Keluarga Alumni Hukum Gadjah Mada (KAHGAMA), namanya.

Narasi pergerakan nasional bukan melulu 'monopoli' mahasiswa kedokteran belaka. Sebab, selain Sekolah Pendidikan Dokter Bumiputra (STOVIA), ada nama Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Batavia, Rechtshoogeschool (RHS) yang memiliki andil dalam pergerakan nasional.

Mahasiswa RHS tak kalah progresif dari STOVIA. Itulah mengapa kesempatan bersekolah di kampus hukum pertama di Nusantara itu tak disia-siakan kaum bumiputra. Mereka menjadikan pendidikan hukum sebagai pembuka daya pikir kritis.

Sederet mahasiswa sekolah tinggi ilmu hukum pertama di Hindia Belanda, Rechtshoogeschool (RHS) | KITLV
Sederet mahasiswa sekolah tinggi ilmu hukum pertama di Hindia Belanda, Rechtshoogeschool (RHS) | KITLV

Kesadaran itu dibangkitkan dengan realitas penjajah Belanda yang menganggap rendah kaum bumiputra. mahasiswa RHS khususnya. Fakta rasisme orang Belanda jadi 'amunisi' mahasiswa RHS bersatu dan merapat barisan.

Kelompok diskusi dalam agenda melepas belenggu penjajahan Belanda digelar. Ide-ide perlawanan untuk melepas belenggu penjajahan Belanda jadi hasilnya. Kemudian, diskusi-diskusi itu mampu memunculkan kesadaran nasional.

Segenap mahasiswa RHS mengawali langkahnya sebagai pejuang kemerdekaan. Beberapa di antara mampu menjadi sosok berpengaruh di kemudian hari. Dari yang jadi Kapolri hingga tokoh politik.

Gedung RHS Batavia | KITLV
Gedung RHS Batavia | KITLV

Sekalipun beberapa di antaranya tak menamatkan pendidikan di RHS. Antara lain Kapolri Pertama Indonesia, Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo dan Kapolri ke-5, Hoegeng Imam Santoso (kemudian dikenal sebagai Si Polisi Jujur).

"Soekanto adalah salah satu mahasiswa di RHS sejak pertengahan 1928, setelah lulus dari Hoogere Burgerschool (HBS). Seperti halnya STOVIA, RHS juga menjadi tempat berkumpulnya tokoh-tokoh kaum pergerakan."

"Di antaranya Mr. Sartono, Iwa Kusumasumantri, Soesanto Tirtoprojo, Iskaq Tjokrohadisurjo, Soepomo, Tengkoe Moehamad Hasan, Mohammad Roem, dan Santoso Wirjodihardjo," ungkap Ambar Wulan dan Awaloedin Djamin dalam buku Jenderal Polisi R.S. Soekanto Tjokrodiatmodjo (2016).

FH UGM Membangun Negeri

Perjuangan panjang segenap kaum bumiputra akhirnya tercapai. Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945. Wajah Indonesia yang baru merdeka itu laksana bayi baru lahir. Banyak hal yang harus dibangun dan dididik supaya tumbuh sebagai bangsa yang besar. Tokoh bangsa pun ingin mewujudkan cita-cita mencerdaskan anak bangsa.

Ajian itu dilakukan dengan keinginan mendirikan perguruan tinggi. Empunya kuasa enggan berlama-lama. Mereka lalu merencanakan pembangunan perguruan tinggi pertama milik Indonesia di Yogyakarta.

Pembangunannya penuh liku. Dana dan fasilitas masih serba terbatas. Namun, keterbatasan itu tak membuat ciut nyali tokoh bangsa yang sebagian besarnya ahli hukum. Penantian panjang itu terjawab pada 3 Mei 1946. Perguruan tinggi pertama milik Indonesia pun lahir.

Pidato Presiden (Rektor) UGM Prof. Dr. Sardjito, pada penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa Ki Hajar Dewantara yang disaksikan Presiden Soekarno |
Pidato Presiden (Rektor) UGM Prof. Dr. Sardjito, pada penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa Ki Hajar Dewantara yang disaksikan Presiden Soekarno |

Orang-orang mengenalnya sebagai Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada (kemudian dikenal luas sebagai UGM). Kala itu, UGM hanya memiliki dua fakultas: Fakultas Hukum (FH) dan Fakultas Kesusastraan.

"Panitia itu akhirnya berhasil mendirikan Yayasan Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada. Mr. Budiarto sebagai ketua, DR. Sukiman sebagai Wakil Ketua, sedangkan para anggotanya terdiri dari B.P.H. Bintoro, Farid Ma'ruf, Mr. Mangunyuda, K.R.T. Notoyudo (kemudian mengepalai bagian administasi), K.P.H. Nototaruno, dan Prof. Ir. Rooseno."

"Dewan Kurator pun tersusun: Sri Sultan sebagai Ketua dan Ki Hajar Dewantara sebagai Wakil Ketua. Adapun nama Gadjah Mada ditetapkan atas usul Mr. Budiarto. Pengunguman resmi berdirinya Balai Perguruan Gadjah Mada itu diadakan pada tanggal 3 Mei 1946 di Gedung KNIP Malioboro, terdiri dari dua fakultas, yaitu Fakultas Hukum dan Fakultas Kesusasteraan," terang mantan Dokter Kepresidenan yang juga inisiator berdirinya UGM, R. Soeharto dalam buku Saksi Sejarah (1984).

Bukan tanpa alasan FH UGM yang dibuka pertama kali. Pemerintah Indonesia telah mengakui lulusan hukum memiliki kontribusi besar peta dalam Keindonesiaan. Di mana-mana lulusan hukum mampu menginspirasi.

Soekarno menerima gelar doktor kehormatan (Honoris Causa) di bidang hukum dari Universitas Gadjah Mada pada 1951 | Wikimedia Commons/Kominfo
Soekarno menerima gelar doktor kehormatan (Honoris Causa) di bidang hukum dari Universitas Gadjah Mada pada 1951 | Wikimedia Commons/Kominfo

Mereka tak melulu hidup untuk mengubah nasibnya sendiri semata, tetapi ikut berjuang dan berguna bagi khalayak luas. Langkah itu sebagaimana pejuang kemerdekaan lakukan dahulu.

Peminat FH UGM meninggi. Tiap tahun ada saja calon mahasiswa yang ingin jadi bagian FH UGM. Kondisi itu berlangsung dalam waktu yang lama, bahkan hingga hari ini. FH UGM selalu jadi rebutan.

Lebih lagi, daya tarik FH UGM meningkat ketika lulusannya/alumni FH UGM mampu andil bagian dalam segala lini. Dari sektor pemerintahan hingga swasta. Mereka tak lupa dengan almamaternya. Alumni UGM disatukan dalam sebuah wadah.

Wadah itu bernama Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (KAGAMA). Sebuah Organsasi yang lahir pada Peringatan Dies Natalis UGM pada 18 Desember 1958.

Lahirnya KAHGAMA

Boleh jadi kehadiran KAGAMA menambah dinamika alumni UGM. Ia hadir menjadi ruang berkreasi alumni untuk berkontribusi bagi bangsa dan tanah air. Seiring berjalannya waktu, KAGAMA mulai dianggap terlampau luas. Apalagi UGM belakangan tercatat memiliki hingga 19 Fakultas. Alhasil, ada jutaan alumni dari seluruh fakultas.

Kepentingannya jelas beragam, kegiatannya apalagi. Pun kontrolnya akan cukup sulit. Alumni FH UGM melihat itu sebagai celah. Mereka bersepakat untuk mempersempit gebrakan.

Sebuah wadah yang spesipik dan hanya memayungi alumni FH UGM pun digagas pada 3 November 2017. Keluarga Alumni Hukum Gadjah Mada (KAHGAMA), namanya. KAHGAMA dianggap sebagai andil besar Alumni FH UGM untuk ikut menegakkan Rule of Law di Indonesia.

"Kehadiran KAHGAMA diharapkan akan meningkatkan kontribusi fakultas bagi persoalan dunia pendidikan hukum dan praktik hukum di Indonesia, komitmen kami berkontribusi bagi bangsa dan negara," ujar Dekan FH UGM, Prof. Sigit Riyanto sebagaimana dikutip laman hukumonline.com.

Setelahnya, pengurus KAHGAMA memilih pengacara kondang, Otto Hasibuan sebagai pimpinan dengan masa jabatan 2018-2023. Ia dilantik langsung oleh Ketua Kagama, Ganjar Pranowo (kini: Gubernur Jawa Tengah) di Grand Ballroom Hotel Pullman Jakarta, pada 21 Mei 2018.

Teka-Teki Pemimpin Baru KAHGAMA 

Kepimpinan Otto dinilai baik. Sekalipun masih ada kekurangan di sana-sini. Yang mana, hal itu adalah wajar bagi KAHGAMA yang masih seumur jagung. Kala itu, KAHGAMA tengah mencoba mengakomodir banyak pihak. Antara lain alumni, civitas FH UGM, bangsa, dan negara.

Eksistensi KAHGAMA sempat jadi pertanyaan ketika Otto Hasibuan ingin meletakkan jabatannya pada tahun ini. Alumni FH UGM 2007, Masykur Isnan menyebut Alih-alih gentar, KAHGAMA justru tak pernah kekurangan sosok kompeten untuk meneruskan jejak Otto Hasibuan sebagai ketua.

Alumni FH UGM 2007, Masykur Isnan | dok. pribadi
Alumni FH UGM 2007, Masykur Isnan | dok. pribadi

Semuanya mengingat SDM yang mengisi KAHGAMA banyak yang kompeten. Narasi itu dikarenakan banyak alumni FH UGM yang sudah malang melintang di dunia pemerintahan dan swasta. Karenanya, tak susah menemukan sosok pemimpin KAHGAMA baru yang mampu mengakomodir ide dan gagasan perubahan.

"KAHGAMA sebenarnya mampu menjelma sebagai inisiator dan dinamisator atas permasalahan bangsa. Namun, kehadiran KAHGAMA tak mungkin dapat merangkum dan mengakomodir segala kemungkinan. Saya yakin hal-hal tersebut dapat terfasilitasi melalui nilai-nilai luhur yang dikandung dan diajarkan di FH UGM,yakni di antaranya tentang nilai kerakyatan."

"Musyawarah KAHGAMA mendatang adalah candradimuka,harus dipastikan proses dari hulu ke hilirnya berjalan dengan demokratis, ketua terpilih berkewajiban fokus dan konsisten mendorong KAHGAMA ke tujuan hakikinya dan mengoptimalkan kontribusinya secara nyata. Hidup Kahgama," tutup Masykur Isnan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun