Setiap harinya, perubahan iklim adalah dalang dari sederet bencana alam di Bumi Khatulistiwa. Banjir, kekeringan hingga kelaparan jadi yang paling mengancam. Bahkan Ibu Kota Indonesia, Jakarta dapat tenggelam dan tak layak humi karenanya. Namun, dampak buruk perubahan iklim dapat dicegah banyak pihak. Â Pemerintah menggalakkan kebijakannya. Sementara rakyat Indonesia mulai mengurangi emisi dalam kehidupan sehari-hari. Kolaborasi itu demi terwujudnya Net-Zero Emissions (NZE) pada 2060.
Tiap aktivitas manusia di bumi dapat menjadi bumerang. Perpindahan manusia dari satu kota ke kota lainnya dapat berpengaruh besar bagi bumi. Emisi yang dikeluarkan oleh kendaraan adalah muasalnya. Belum lagi, emisi pabrik-pabrik.
Meningkatnya emisi itulah yang kemudian jadi mesin perusak lingkungan hidup. Lagi pula, kerusakan yang kita liat sekarang ini tak lain adalah akibat ulah manusia sendiri. Sayangnya, ulah itu bukan skenario terbaik untuk masa depan bumi dan segala perlawanan terhadap perubahan iklim.
Sederet fakta itu menjadikan isu perubahan iklim bukan barang baru. Apalagi ancamannya. Sebab, ancaman dari perubahan iklim telah dirasakan oleh umat manusia beberapa tahun ke belakang. Pun pengaruh perubahan iklim tak sedikit.
Jika disebutkan satu-persatu akan berkaitan antara satu dengan lainnya. Yang mana, selama ini perubahan iklim ikut andil dalam mempengaruhi hasil panen, wabah penyakit, pola migrasi, perang saudara, gelombang kejahatan, tenggelamnya kota-kota, badai, gelombang panas, banjir, kekeringan, dan tentu saja kepunahan massal.
 Karenanya perdebatan terkait narasi perubahan iklim nyata atau tidak, tak lagi penting. Perdebatan melelahkan itu dengan sendiri akan dijawab oleh fakta kehadiran bencana alam yang terlampau sering hadir di pelosok bumi dalam kurun waktu 10 tahun belakangan.
"Pemanasan global adalah sesuatu yang makin lama makin buruk selama kita terus memproduksi gas rumah kaca. Jadi pengalaman hidup dalam iklim yang diubah kegiatan manusia bukan hanya perkara beranjak dari satu ekosistem stabil ke ekosistem stabil lain yang agak lebih buruk, tak peduli seberapa rusak dan destruktifnya iklim yang berubah itu."
"Pengaruh pemanasan global akan tumbuh dan menumpuk selagi planet ini terus memanas; dari satu derajat ke dua derajat dan seterusnya. Bencana iklim beberapa tahun belakangan boleh jadi tampak sudah yang separah-parahnya. Nyatanya, kita baru memasuki dunia baru yang asing, yang langsung runtuh begitu kita injak," ungkap David Wallace- Wells dalam buku Bumi Yang Tak Layak Huni: Kisah Tentang Masa Depan (2019).
Jakarta Tenggelam
Tahun 2021, ramalan perubahan iklim memengaruhi ragam bencana alam semakin mengemuka. Sesuai yang diramalkan oleh ilmuwan iklim dunia, pada 2100, sekitar 5 persen penduduk dunia akan kebanjiran tiap tahun. Demikian pula dengan tenggelamnya kota-kota di dunia. Jakarta jadi salah satu di antaranya. Kota yang disebut-sebut Soekarno sebagai mercusuar perjuangan bangsa --karena banjir dan penurunan tanah---akan tenggelam seluruhnya pada 2050.