Peran Rosihan Anwar sebagai jurnalis yang sering meliput peristiwa bersejarah tak perlu diragukan. Sedari sebelum kemerdekaan Indonesia hingga setelahnya, Rosihan yang juga saksi sejarah sudah ambil bagian, ambil resiko. Beragam peristiwa bersejarah seperti ikut menjadi saksi dari Konfrensi Asia-Afrika (AA) hingga Safari Nikita Khrushchev telah dilakoninya. Untuk itu, Rosihan tak saja mewartakan dengan maksud menyajikan informasi, tetapi turut merekam sejarah.
Setidaknya itulah yang terkandung dalam bukunya berjudul Sejarah Kecil "Petite Histoire" Indonesia jilid 2 (2009). Berbeda dengan jilid 1 yang banyak berfokus pada sajian sejarah kecil bangsa Indonesia dengan laporan dan riset serius. Empunya buku kali ini justru kembali ke marwah seorang jurnalis yang meliput banyak kejadian bersejarah dan sisi lainnya.
Utamanya tentang watak dari rekannya sesama jurnalis, Presiden Indonesia, Perdana Menteri (PM) Uni Soviet, PM India, dan orang nomor satu Singapura. Selain itu, tiap peristiwa bersejarah yang dibahas, Rosihan selalu menyajikan "side story" dengan gaya humanis. Ramuan itu membuat tulisannya jadi kaya dan penuh emosi. Sebab, pembaca seakan-akan ikut merasakan hangatnya peran, juga keseriusan seorang jurnalis ketika hadir dalam peristiwa bersejarah.
"Wartawan harus mempunyai sifat ingin tahu (Curiosity) dan gemar membaca. Keingintahuan ialah perhatian mendalam dan aktif terhadap segala sesuatu yang terjadi dan terhadap alasan-alasan di balik kejadian itu. Lebanyakkan berita bersumber pada keingintahuan wartawan yang berlanjut dengan munculnya pertanyaan-pertanyaan. Makin bagus pertanyaan yang diajukan, makin bagus isi dan mutu beritanya," ungkap Rosihan menjelaskan peran jurnalis tiap kali meliput peristiwa besar.
Selebihnya, rasa curiosity dari Rosihan Anwar dapat ditangkap menulis rangkaian side story menarik. Beberapa di antaranya adalah momentum Soekarno tinjau persiapan Konferensi AA, kesiapan jurnalis Associated Press (AP) meliput Safari keliling Indonesia PM Uni Soviet Nikita Khrushchev, Soekarno baca garis tangan Nikita, serta menelusuri orang Sumbawa di Afrika saat safari Mandela. Semuanya diulas dengan ringkas, menarik, dan mengalir.
Soekarno Tinjau Persiapan Konferensi AA
Konferensi Asia-Afrika 1955 adalah momentum Indonesia dicatatkan dalam sejarah dunia. Kala itu, Indonesia berhasil menghadirkan 29 pemimpin dari negara-negara Asia dan Afrika di Bandung. Yang mana, tujuannya untuk mempersatukan negara-negara di dua benua untuk mencapai keselamatan dan perdamaian dunia.
Untuk itu, Presiden Indoensia Soekarno tak mau penyelenggaraan tampak biasa-biasa saja. Seketika, Bung Karno sampai meninjau langsung ke Bandung pada 8 April 1955 untuk melihat kesiapan Konferensi AA. Saat sampai ke Gedung Concordia, Soekarno yang berjiwa seorang seniman tampak marah-marah. Penyebabnya, karena lokasi sidang tak ubahnya seperti pengadilan.
"Soekarno mengumpati Sekjen Konferensi AA, Roeslan bahwa rencana pembaharuan Concordia menjelmakan gedung itu jadi saai en onopvallend, artinya tidak bagus dan tak mencolok. Kayak ruang sidang. Bukan tempat penuh kemegahan di mana mata seantero dunia tersorot padanya. Soekarno menimpali: dengan sarjana hukum (SH) orang tidak bisa buat revolusi," tulis Rosihan pada halaman 121.
Kesiapan jurnalis Associated Press (AP)
Pada tahun 1960, PM Uni Soviet, Nikita Khrushchev mengadakan kunjungan kenegaraan ke Indonesia. Setali dengan itu, Nikita yang merupakan figur kesohor dunia turut membawa rombongan besar dari Soviet. Selebihnya, terdapat 89 jurnalis yang ikut, mulai dari juru kamera, radio, hingga media cetak yang ikut mendokumentasikan kunjungan dari Nikita.