Mohon tunggu...
Detha Arya Tifada
Detha Arya Tifada Mohon Tunggu... Editor - Content Writer

Journalist | Email: dethazyo@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Bela-belain Staycation di Cordela Hotel Senen, demi Menelusuri Sejarah MH Thamrin

31 Maret 2020   22:54 Diperbarui: 31 Maret 2020   23:16 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
peserta mendengarkan penuturan Sejarawan JJ RIzal/ dethazyo

"Kenapa Soekarno memberikan nama jalan di sentral Jakarta dengan nama Pahlawan Nasional Mohammad Husni Thamrin? Intinya pasti ada sesuatu."

Begitu ucap Sejarawan JJ Rizal di depan Patung Thamrin yang menjadi penanda jalan MH Thamrin di Jakarta Pusat. Hal itu diucapnya kala sedang memimpin wisata sejarah dengan gowes bareng dalam rangka menelusuri pahlawan dari tana Betawi, MH. Thamrin, 16 Februari.

Melalui acara tersebut, peserta yang tak tahu kiprah Pahlawan Nasional MH Thamrin jadi terbuka pikirannya dengan sosok blasteran Belanda-Betawi yang lahir di Jakarta, 16 Februari 1894 ini.

Diketahui, Thamrin adalah seorang priayi Betawi. Dia anak dari Tabri Thamrin, seorang wedana. Kakeknya bernama Ort, seorang warga Inggris yang punya hotel di Petojo. Ort menikah dengan perempuan Betawi bernama Noeraini.

Semasa hidup, Thamrin peka dengan keadaan sekitarnya. Ketidakadilan yang diperlihat pemerintah kolonial Belanda kepada masyarakat pribumi di Batavia, membuatnya pasang badan dan membela mereka.

Bahkan, Thamrin turut membela mereka mulai dari soal urusan remeh terkait harga minyak tanah, penyiraman jalanan, harga kacang ijo, hingga masalah besar seperti memperbaiki kampung-kampung, masalah banjir, hingga harga air.

Atas perjuangannya, Presiden Pertama Indonesia Soekarno, lalu menjadikan teman dekatnya Thamrin sebagai nama jalan. Bagaimana tidak, hubungan persabatan antara Soekarno dan Thamrin saat itu sangat dekat. Atau bisa dibilang keduanya sebagai teman berjuang, cerita, dan diskusi perkara politik hingga wanita.

Selebihnya, kisah Thamrin pun dapat ditelusuri kala mendatangi tempat tinggalnya di jalan Wedana, tempat kongkow di Gedung Harmoni, kuburannya di TPU Karet Bivak, pintu air Manggarai, patung Thamrin, hingga museumnya di Salemba.

Perjalanan yang menginspirasi

peserta mendengarkan penuturan Sejarawan JJ RIzal/ dethazyo
peserta mendengarkan penuturan Sejarawan JJ RIzal/ dethazyo
Sehari sebelum acara Gowes berlangsung, diri pribadi yang bertempat tinggal di Karang Tengah, Tangerang (Banten), sudah memiliki rencana sehari sebelumnya untuk melakukan staycation dahulu di salah satu hotel dibilangan Senen (Jakarta Pusat) bernama Cordela Hotel Senen.

Bukan tanpa alasan, satu sisi saya sungguh ingin merasakan pengalaman menginap yang nyaman (bakalan dijelaskan nanti diakhir). Sisi lainnya, beralasan supaya dekat dengan titik temu acara, sembari menghemat tenaga gowes.

Oleh sebab itu, tanpa menunggu lama setelah melakukan reservasi, saya pun menuju dan menginap di Cordela Hotel Senen.

Esok harinya, selesai sholat subuh. Saya menyempatkan sarapan terlebih dahulu. Setelahnya, segala perlengkapan seperti kamera, topi, masker dan lainnya turut disiapkan, sebagai tanda bersiap mengayuh sepeda keliling Jakarta.

Dari Cordela Hotel Senen, sepeda pun digowes sampai ke depan Gang Wedana di Sawah Basar (Jakarta Pusat), sebuah tempat yang menjadi titik kumpul seluruh peserta gowes. Tak disangka-sangka, tempat ini dahulunya merupakan kediaman dari MH Thamrin. Namun, sekarang telah berubah menjadi tempat pedagang onderdil dan spare part mobil.

Oleh JJ Rizal, acara pun dibuka dengan kisah suasana rumah Thamrin yang begitu megah serta memiliki kesan mendalam bagi siapa saja yang berkunjung kala itu.

Sejarawan JJ Rizal/ dethazyo
Sejarawan JJ Rizal/ dethazyo
Ada yang senang, ada yang kagum, apalagi setiap kedatangan Thamrin selalu menyambut tamunya dengan minuman mahal seperti Wine. Sayangnya, rumah Thamrin sudah tak ada karena dijual untuk membantu perjuangan Indonesia kala itu.

Dari Gang Wedana, penjelajahan berlanjut ke persimpangan Harmoni. Di sini, JJ Rizal mengenalkan sebuah tempat di mana Thamrin menghibur dirinya dari kepenatan. Tempat itu dulunya ialah Societeit de Harmonie.

JJ Rizal juga menjelaskan, pada masa itu, Societeit de Harmonie merupakan klub eksklusif yang tak sembarang orang dapat memasukinya.

"Orang-orang kulit putih saja yang boleh masuk, itu pun berbasis pengusaha ataupun pejabat. Baru, setelahnya dapat akses oleh pribumi yang memiliki status sebagai seorang priayi. Dan Thamrin salah satunya," kata dia.

Selama perjalanan gowes ini, tanya jawab terjadi. Banyak yang bertanya tentang keberadaan Volksraad (gedung dewan rakyat), tempat Thamrin berkantor.

volksraad (gedung dewan rakyat)/ dethazyo
volksraad (gedung dewan rakyat)/ dethazyo
Di Volksraad inilah (sekarang menjadi Gedung Pancasila), Oleh JJ Rizal, Thamrin diceritakan sering berpidato untuk memengaruhi pejabat Hindia-Belanda agar peduli nasib kaum pribumi. Berkat kelihaiannya dalam berpidato, Thamrin pun mendapatkan julukan sebagai Macan Mimbar.

Perjalanan kemudian diarahkan menuju patung MH Thamrin, lalu lanjut ke TPU Karet Bivak, tempat di mana Thamrin dimakamkan. Uniknya, makam Thamrin ialah satu-satunya makam yang diarsiteki langsung oleh Bung Karno.

di depan patung MH Thamrin/ dethazyo
di depan patung MH Thamrin/ dethazyo
Cerita sedih pun didapat. Thamrin yang wafat pada 11 Januari 1941 ini, disaat-saat terakhirnya menderita sakit saat menjadi tahanan rumah. Kemudian, sakitnya semakin parah disinyalir karena ulah dari tim dokter pemerintah Kolonial yang seharusnya mengobati Thamrin, malah membuatnya tambah sakit.

Itulah mengapa isu Thamrin diracun pemerintah kolonial mencuat kepermukaan. Tapi, pemerintah Hindia-Belanda langsung mengeluarkan laporan resmi bahwa Thamrin bunuh diri.

di makam MH Thamrin/ dethazyo
di makam MH Thamrin/ dethazyo
Gowes pun dilanjutkan ke pintu air Manggarai. Di sini, kiprah Thamrin dalam menyuarakan antisipasi banjir Jakarta dijelaskan panjang lebar oleh JJ Rizal. 

Kala itu, Thamrin menjadi satu-satunya orang pribumi yang berani dengan lantang memaksa pemerintah kolonial mengeluarkan uang untuk proyek sistem kanal yang dikepalai Prof. Ir. Hendrik van Breen.

Hendrik adalah insinyur yang membuat perencanaan pengendalian banjir melalui Kanal Banjir Barat, sistem polder, dan rencana Kanal Banjir Timur pada masa itu.

Walau banjir kanal sempat membuat Jakarta terbebas banjir dalam beberapa masa, namun karena program ini tak dilanjutkan Jakarta pun kebanjiran lagi. Parahnya lagi, Pembuatan pengendali banjir kanal timur dan barat yang idenya berasal dari 1913, baru dieksekusi secara penuh pada tahun 2000-an.

Terakhir, perjalanan gowes menjadi paripurna saat memasuki museum MH Thamrin yang berada di Salemba. Berdasarkan cerita, bangunan yang bergaya arsitektur Indische dengan ornamen khas rumah Betawi itu dulunya merupakan bangunan tempat tinggal Meneer de Has.

Tahun 1929, Thamrin membelinya untuk dihibahkan kepada satu organisasi yang bernama Permufakatan Perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI). Alhasil, gedung itu pun diberi nama Gedung Permufakatan Indonesia.

seluruh peserta gowes/ dethazyo
seluruh peserta gowes/ dethazyo
Uniknya, ditempat inilah lagu kebangsaan Indonesia Raya ciptaan WR. Supratman pertama kali diperdengarkan secara instrumental, tanpa alunan lirik. Setali dengan itu, peserta kemudian diajak berkeliling museum, mencoba memahami koleksi, dan selesailah acara berkeliling Jakarta mengenal MH Thamrin.

Meski telah selesai, gaung semangat Thamrin membeli rakyat Indonesia, pun seakan masih terdengar nyaring di telinga. "Kalau pemerintah enggak berani keluar duit bantu rakyat, Gue yang keluar duit!"

Staycation Seru di Cordela Hotel Senen

Cordela Hotel Senen/ dok: Omega Hotel Management
Cordela Hotel Senen/ dok: Omega Hotel Management
Ditengah rutinitas yang menggunung. Sudah tentu sebagai insan kreatif membutuhkan sebuah tempat untuk menyepikan diri. apalagi kemudian esok harinya sudah kembali beraktivitas menelusuri sejarah MH. Thamrin.

Oleh karenanya, terpilihlah Cordela Hotel Senen yang berada di bawah naungan Omega Hotel Management sebagai penginapan yang mampu menjanjikan sensasi menginap berupa sebentuk kenangan serta kenyamanan yang ditunjang oleh suasana damai. Kalau kata anak sekarang, ber-staycation ria.

Sebelum masuk ke dalam hotel saja, hati langsung dilanda oleh kekaguman karena hotel ini Nampak berbeda dari bangunan sekitar yang membuatnya mudah ditemukan. Selain memiliki lokasi yang strategis, hotel yang memiliki 7 lantai dengan total 60 kamar ini juga memiliki sudut-sudut menarik yang boleh dikatakan instagramable.

deuluxe room/ dok: Omega Hotel Management
deuluxe room/ dok: Omega Hotel Management
Sehingga wajar saat sampai ke hotel dan mendapatkan kunci kamar, saya langsung mencari sudut strategis guna mengabadikan dua atau tiga foto sembari menyeruput secangkir kopi saat senja mulai menyapa di lounge hotel.

lounge hotel/ dok: omega hotel management
lounge hotel/ dok: omega hotel management
Selain itu, alasan saya langsung jatuh cinta kepada Cordela hotel Senen pun tak melulu karena alasan diatas saja. Melainkan ada tiga alasan lain yang membuat saya tertarik mencicipi hotel yang pernah memenangkan penghargaan Traveloka Award 2019, kategori makanan terbaik.

restaurant/ dok: Omega Hotel Management
restaurant/ dok: Omega Hotel Management
Pertama, pilihan kamar yang beragam. Mulai dari Deluxe Double Room, Deluxe Twin Room, Bussiness Room, hingga Executive Room hadir di Cordela Hotel Senen. Menariknya, semua dilengkapi dengan kasur kualitas premium, AC, LCD TV 32 inch, jaringan wi-fi, dan bathroom.

Kedua, Harga yang terjangkau. Disini ragam pilihan kamar ditawarkan cukup terjangkau. Mulai dari Rp. 350.000 -- 700.000 sehingga ritual staycation dapat dilangsungkan tiap akhir pekan.

Ketiga, Fasilitas yang lengkap. Ragam fasilitas mulai dari restoran, lounge, meeting room yang setiap ruangnya diberi nama lagu khas Jakarta, seperti "Jali-Jali", "Kicir-Kicir", dan "Wak Wak Gung" pun tersedia. Namun, hanya ruangan Wak Wak Gung yang cocok dipakai untuk rapat maupun seminar dengan peserta lebih dari 50 orang.

meeting room/ dok: omega hotel management
meeting room/ dok: omega hotel management
Kiranya itu alasan saya memilih Cordela Hotel Senen sebagai tempat dimana ritual plesiran (bersenang-senang) di akhir pekan di langsungkan. Ide perjalanan diatas dapat menjadi inspirasi bagi siapapun yang ingin menghilangkan penat, dalam waktu singkat atau bujet yang tipis.

Paling tidak, ketika Anda ingin menapak tilas sejarah Batavia dari Barat Jakarta, Cordela Hotel Senen bisa menjadi awalan menarik dalam memulai perjalan susur sejarah tersebut. Untuk itu, Ingat pesan Bung Karno, Jas Merah (Jangan Sekali-sekali melupakan sejarah).

signature--dokpri
signature--dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun