Kalau saya tak salah ingat, waktu itu saya dan teman-teman KOTEKA berangkat pada pukul 9:00 pagi dari Sarinah menggunakan elf, yang kemudian memacu kecepatan penuh untuk sesegera mungkin bisa sampai dengan cepat menuju Goa Gudawang.Â
Pertanyaan terkait bagaimana kondisi jalanan?, pemandangan menuju lokasi?, macet atau tidaknya? Mohon jangan ditanyakan.Â
Betapa tidak, saya sudah bergulat lebih dahulu dalam mimpi, ketimbang memperhatikan kondisi selama perjalanan. Dan saya baru terbangun dari tidur kala semua mulai bersiap-siap memasuki komplek Goa Gudawang. Sembari bergegas untuk membayar tiket masuk (yang sangat murah) yaitu kurang dari Rp. 10.000,-.
Sensasi dari 3 Goa
Supaya jelajah Goa menjadi aman dan nyaman, maka salah seorang pemuda lokal-pun, dipilih sebagai tour guide. Darinya, Gua yang namanya diambil karena disekitarnya (dahulu) banyak pohon menteng (Gua Simenteng)Â terpilih menjadi awalan.
Tak tahu pasti kenapa ikon macan dijadikan ikon Goa. Bisa jadi karena desainnya dipengaruhi macan prabu Siliwangi (sang penguasa tana Pasundan) zaman dahulu. Atau pemilihannya karena magisnya suasana dalam goa sehingga terwakili oleh ikon macan.
Benar tidaknya, wallahualam. Hal yang saya tahu pasti, ketika memasuki Gua Simenteng yaitu semua yang masuk ke dalamnya dibuat takjub dengan keindahan stalaktit (sekalipun didalamnya terasa pengap, lembab dan oksigen semakin sedikit).
Untungnya, saat didalam penerangan sudah cukup memadai. Adanya lampu-lampu disetiap sudut goa, sungguh memudahkan orang-orang yang datang untuk sejenak mengabadikan gambar atau video (sebagai tanda oleh-oleh dari perjalanan).
Jikalau goa Simenteng telah memiliki penerangan yang memadai. Berbeda hal bila berkunjung ke goa Simasigit yang sama sekali tak memiliki pencahayaan yang cukup.