Mohon tunggu...
Detha Arya Tifada
Detha Arya Tifada Mohon Tunggu... Editor - Content Writer

Journalist | Email: dethazyo@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Para Pembajak Buku yang (Tak) Baik Hati

27 Oktober 2019   21:37 Diperbarui: 28 Oktober 2019   04:55 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sang naturalis tersebut menulis "Raja juga melihat keris para membesar dan para pengawal semakin bagus dari tahun ke tahun. Gagang keris yang semula terbuat dari kayu kuning telah berganti gading, sedang gading berganti menjadi emas dan bahkan banyak pula yang berhiaskan intan. Melihat semua hal tersebut, raja menjadi tahu ke mana upeti tersebut hilang."

Reaksi sang Raja, ya awalnya tetap diam, karena belum bisa membuktikan asumsinya. Oleh karenanya, ia berpikir dan berpikir sampai suatu ketika dirinya dihinggapi sebuah ide untuk berpergian ke puncak gunung guna menemui roh agung sendirian saja.

Sepulangnya, ia mengumpulkan seluruh pendeta, pangeran, dan orang terkemuka di Mataram untuk mendengarkan pesan yang (seakan-akan) disampaikan oleh roh agung kepada sang Raja. Berikut pesannya:

"O.. Raja! Banyak wabah penyakit dan bencana akan melanda bumi, melanda manusia, melanda kuda dan melanda ternak. Akan tetapi, karena kau dan rakyatmu mematuhi ku serta telah datang mendaki gunung ku yang agung, aku akan memberi tahukan cara menghindarkan diri dari malapetaka."

Setelah memberikan pengantar, raja pun melanjutkan prihal cara menghindar dari malapetaka, dengan cara membuat 12 keris keramat (yang mendakan 12 wilayah kekuasaan) dengan tiap keris terbuat dari jarum yang jumlahnya mewakili jumlah penduduk di tiap wilayah (satu jarum mewakili satu penduduk).

Bersamaan dengan itu, berita pun kemudian tersebar ke seluruh wilayah, hingga kemudian total jarum (penduduk) telah dikumpulkan.

Strateginya pun berjalan lancar, bila upeti kurang sedikit dari jumlah seharusnya, raja akan memaklumi, tetapi kala kekurangan tersebut mencapai setengah atau seperempat dari jumlah yang seharusnya, maka siap-siap hukuman mati menjadi taruhannya.

Dari cerita di atas, kita dapat menarik kesimpulan, bahwa solusi akan banyak bermunculan jika kita serius memerangi hal-hal yang berbau pembajakan.

Strategi di atas pun jika digunakan masih relevan, cuman harus di amati, tiru dan modifikasi agar sesuai dengan selera zaman.

Semisal, mulai dari memetakan oknum-oknum penjual buku (bajakan) yang dipermanis dengan istilah non-original di ragam marketplace untuk dipersempit ruang geraknya.

Atau, bila perlu, (kalau memang diperlukan), pemerintah mulainya menggalakkan fokus pada pembangunan manusia, dalam hal ini, seperti menghilangkan pajak buku agar terjangkau oleh seluruh rakyat (seperti langkah turki). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun