Selain itu, faktor lain yang membuat Inggris mampu memukul mundur korupsi (secara subtansial) ialah pengaruh besar dari agama protestan, serta berkembangnya paham utilitarianism yang menitikberatkan kepada cara memaksimalkan kebahagiaan dan mengurangi penderitaan.
Setelah mengetahui 3 point di atas, pertanyaan berupa dapatkah Indonesia menjelma sekuat Inggris dalam memberantas korupsi, cenderung kurang tepat.
Hal itu jikalau berkaca pada kondisi negara saat ini yang notabene pendidikan anti korupsi sejak dini di bangku sekolahan masih sebatas wacana, gaji pegawai negeri terutama hakim yang masih kecil, maupun badan usaha milik negara yang enggan bermitra dengan swasta.
Sekali lagi, apakah mungkin pemberantasan korupsi dapat dilakukan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya? Jawabannya, jelas bisa, bahkan kalau mau, Indonesia tak perlu menunggu salama 150 tahun (seperti Inggris) dalam memberantas korupsi.
Semuanya dapat terjadi kala kita mengetahui akar masalahnya, mengetahui sejarahnya, serta mengetahui cara melawannya secara faktual. Maka jelas, gaung Indonesia melawan korupsi dapat kembali digaungkan (bukan seperti iklan salah satu Partai politik: katakan tidak pada(hal) Korupsi).
Kita juga menjadi paham bahwa korupsi tak melulu dilakukan pejabat hindia-belanda saja, tetapi pribumi juga melakukan hal yang sama (sesuai situasi dan kondisi pada masa itu). Dan dari-nya juga kita menjadi tahu bahwa korupsi dapat diselesaikan (jika ada kemauan). Semangattt..
"Kebenaran adalah apa yang bermanfaat." -- William James (Filsuf)
Detail
Judul Buku: Korupsi Dalam Silang Sejarah Indonesia
Penulis: Peter Carey
Terbit & Cetakan: Cetakan Kedua (Oktober 2017)
Penerbit: Komunitas Bambu
Jumlah Halaman: 278