Mohon tunggu...
Detha Arya Tifada
Detha Arya Tifada Mohon Tunggu... Editor - Content Writer

Journalist | Email: dethazyo@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menyoal Korupsi di Indonesia Lewat "Kacamata" Sejarawan Inggris

29 September 2019   04:10 Diperbarui: 29 September 2019   15:04 3419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
korupsi: main suap-menyuap | dethazyo

Apapun kiranya defenisi yang pas akan korupsi. Hal yang teramini oleh diri pribadi, tak lain ialah korupsi tak lebih dari tindakan seorang pengecut.

Pengecut yang hanya memanfaatkan jabatan, pengecut yang hanya memanfaatkan situasi, dan pengecut yang hanya memanfaatkan insting malingnya untuk kekayaan yang bersifat pribadi. 

Penasaran dengan bagaimana sosok pengecut di masa lalu? Anda cukup duduk manis, dan ikuti saja alur tulisan ini membawa Anda berpetualang ke zaman kolonial.

Korupsi Zaman Kolonial
Jika ditelusuri, benih-benih korupsi telah berkembang sejak zaman kolonial, bahkan menurut Pater Carey, Korupsi-lah yang menjadi pemicu utama dari perang Jawa. 

Menurutnya, kekesalan Diponegoro akan korupsi sudah sedemikian terlihat jelas melalui sebuah lukisan dirinya menampar Patih Yogya yang munafik dan korup, Danurejo IV, dengan selop tepat sebelum perang jawa karya dari sejarawan Pribumi pertama dari perang Jawa, Raden Adipati Joyodiningrat.

Tak hanya perang Jawa, sejarah turut pula mencatat pailitnya kongsi dagang Belanda, Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang ikutan runtuh gara-gara korupsi. Alasannya sederhana, pejabat VOC yang seharusnya berdagang demi kepentingan majikan, malah berusaha bekerja hanya demi keuntungan sendiri (pribadi).

Pemandangan seperti itu sungguh lazim terlihat pada era tersebut, bahkan sekelas pejabat rendahan saja dapat begitu mewah kala menyambut para tamu datang ke kediamannya.

Bentuk penyelewengannya pun bisa berupa jualan kedudukan (bupati, tuan tanah, dll), serta monopoli barang dagangan berupa candu, garam dan lain-lain. Model-model seperti ini, "seolah-olah disahkan oleh sistem VOC yang buruk untuk memberi gaji yang amat kurang cukup kepada para pejabatnya, dan dengan demikian menimbulkan kerakusan yang tak terkendali. (hlm. 116)"

Oleh karenanya, VOC pun bangkrut, dan muncullah Hindia -- Belanda ke permukaan yang di proklamirkan oleh pendirinya, Gubernur Jenderal H. W. Daendels (perwira Napoleon). Melalui pemerintahannya-lah pemberantasan korupsi mulai digalakkan (sekalipun tak dicapai dalam waktu sekejap). 

Salah satu cara yang Daendels gunakan yaitu dengan menaikkan upah seorang residen dengan cukup tinggi, sehingga tak ada lagi cerita pejabat yang mencari uang tambahan.

"Meski begitu, langkahnya memberantas korupsi, sedikit tercinderai oleh diri sendirinya yang secara terbuka menyalagunakan kekuasaannya untuk merampas berbagai aset pemerintah kolonial untuk dirinya sendiri, antara lain rumah peristirahatan di Bogor yang ia kemudian jual kembali kepada penggantinya, Jenssens, dengan keuntungan f 900.000 = 1,6 triliun rupiah uang sekarang. (hlm 39)."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun