Strategi pembangunan monumen dapat dikatakan efektif. Kenapa? Karena setelah kejadian itu, hampir tak ada lagi pemberontakan melawan kompeni di Batavia. Itu diungkap oleh Mayumi Yamamoto dalam buku yang sama dengan William Bradley Norton, Pahlawan dari Batavia.
Saking istimewanya monument ini, Kaneko Mitsuhari dalam Kaneko Mitsuharu shishu (antologi Kaneko Mitsuharu), turut mengungkap bahwa keistimewaan utama Batavia bukanlah patung perunggu Gubernur Jendral sekaligus pendiri Batavia, Jan Pieterszoon Coen, bukan juga gerbang kemenangan. Karena keistimewaan utama itu adalah kepala Pieter Erberveld.
Mengunjungi dan Melihat Langsung Monument Erberveld
Nah, lantas saya harus kemana? Apa monumen tersebut masih berada di tempat yang sama, Kampung Pecah Kulit alias di Jalan Jacatraweg aka jalan pangeran Jayakarta? Atau di tempat lainnya? Who knows?
Maka dari itu, semangat #antiribet dan #DiBikinSimpel mendominasi, sehingga jemari langsung merespon pertanyaan yang ada, kemudian dengan lihai berselancar mencari informasi melalui dunia maya.
Sayangnya, informasi yang dapat malah mengungkap monumen tersebut telah dibongkar pada tahun 1942 disertai adanya upacara penguburan tengkorak oleh pasukan Jepang. Penjajah Jepang menganggap Erberveld terlalu banyak mengingatkan lembar sejarah gelap masa kolonial, maka dari itu pembokaran dilakukan guna menghapus sejarah gelap dari benak orang-orang nusantara.
Beruntung, setelah Indonesia merdeka, monument tersebut didirikan kembali, namun bukan di tempat asalnya, Jacatraweg. Kini, monument kepala Erbelveld dengan gagah berdiri di Museum taman Prasasti atau yang lebih dikenal dengan nama Kerkhof Laan (nama asli TPU Kebon Jahe Kober yang sejak juli 1977 diresmikan sebagai Museum Taman Prasasti), dan tak menunggu lama, kala berjumpa kembali dengan akhir pekan, diri pun melangkah ke museum yang dulunya dijuluki "kuburan orang Belanda" atau istilah kerennya "Graff der Hollanders."
Benar saja, walau ini kali pertama berkunjung, hati dibuat takjud dengan keindahan kuburan zaman belanda. Kalau kata anak millenials "ini mah bukan tempat pemakaman umum, tapi tempat yang instagramable bingit." Hehehee.
Sebelum menemukan monument, lebih dulu diri menjelajahi Museum dengan berjumpa langsung dengan makam istri dari sang Gubernur Jendral asal Inggris, Thomas Stamford Raffles, Olivia Marianne Raffles (1814), pendiri sekolah Kedokteran Stovia, Dr. H. F. Roll (1935), dan Nisan seseorang yang terkenal dengan catatan hariannya yang berjudul "Catatan Seorang Demonstran," Soe Hok Gie (1969).