Dalam masa Perang Diponegoro atau yang lebih dikenal dengan perang Jawa (perang yang berlangsung salama 5 tahun dari 1825 -1830), ada suatu moment dimana perang yang masih berlangsung, terjadi pemandangan tak biasa, yaitu saat memasuka bulan Ramadan, seketika perlawanan yang di komandoi oleh Pangeran Diponegoro, memilih untuk mengambil jeda alias libur dengan gencatan senjata.
Alasannya, beliau tak ingin menodai bulan Ramadan dengan peperangan. Oleh karenanya, ia langsung memilih fokus untuk beribadah, berserah diri kepada yang maha kuasa, berlatih kanuragan, sembari menyerap berkah dari bulan baik, bulan yang penuh ampunan bernama bulan Ramadan.
Baginya, segala jenis pembicaraan apapun tentang perang takkan diladeni, sekalipun ada pertemuan, kiranya cuma berbentuk ramah tamah biasa. Maka dari itu, segala macam siasat, segala macam angkat senjata, dan segala macam keinginan untuk membumi hanguskan penjajah, berhenti total di bulan Ramadan.
Tapi, entah kenapa cerita diatas sedikit mirip dengan cerita dua pasangan kekasih yang sudah 10 tahun hidup bersama, Nanda dan Chris. Sama seperti kisah-kisah kebanyakkan orang, hubungan mereka layaknya cerita indah yang selalu dilantunkan oleh para remaja. Sama-sama menimbah ilmu disatu perguruan tinggi, satu jurusan, hidup dalam satu cinta, dan berlanjut dalam satu moment indah yaitu pernikahan, yang diwakili oleh sepucuk surat berisi pepatah melayu:
Ke Teluk sudah, ke Siam sudah
Ke Mekah saja saya yang belum
Berpeluk sudah, bercium sudah
Bernikah saja saya yang belum Â
Lalu kemudian, mereka bersama menjalankan rumah tangga. Hari demi hari mereka lewati dengan penuh bahagia. Bahkan, nyaris setiap harinya selalu dipenuhi tawa oleh keduanya. Chris yang terkagum-kagum oleh cara Nanda bercerita, dan Nanda yang balik kagum atas humor-humor nan sederhana dari Chris.
Semuanya hidup dalam porsi masing-masing, bahagianya mereka kalau dapat diukur tentu akan dikategorikan dalam kebahagiaan yang berlebihan, sangking berlebihnya kasih sayang. Oleh sebab itu, saat memasuki usia ke-10 pernikahan, mereka berdua dikejutkan oleh takdir sehingga bersama satu kantor dalam marketing komunikasi.
Kiranya, itulah awal mula satu persatu masalah kemudian datang. Adanya perbedaan cara pandang terkait masalah, mulai ada moment untuk saling menyalahkan, mood yang selalu rusak kala berjumpa, hingga muncul isu-isu perselingkuhan, darikarenakan kedua belah pihak terlalu menutupi diri satu sama lain, merupakan sekelumit masalah yang mau tak mau harus dihadapi. Sekalipun enggan.
Akibatnya, sekalinya mencoba untuk mencari titik temu melalui pertemuan, malah hasilnya mereka enggan untuk bertemu. Rumah pun seakan dibagi dua, kamar sendiri-sendiri, kamar mandi dipisah, dan masing-masing menghabiskan waktu berteman dengan sepi.
Namun, semua itu berubah, Ramadan mulai menyapa, suatu moment dimana umat muslim diseluruh dunia pasti ingin berburu berkah dan menjaring pahala dari yang maha kuasa. Tanpa terkecuali Nanda dan Chris. Sekalipun sudah puluhan pertemuan yang tiada titik temu, selain menghasilkan amarah.
Maka keduanya, kembali coba untuk duduk bersama. Mencoba membuka obrolan untuk sejenak mengambil jeda dari beda pendapat ataupun lainnya selama Ramadan. Dan mereka bersepakat untuk melupakan sejenak masalah dan kembali menjalankan kehidupan seperti biasa.
Akhirnya mereka sepakat, aktivitas pun kembali seperti sedia kala. Beribadah bersama, sahur bersama, dan sekali waktu turut berbuka puasa bersama. Sebelumnya, keduanya sungguh kaku karena menganggap tak ada gunanya lagi komunikasi, kini berbanding terbalik. Justru karena komunikasi saat Ramadan, mereka menjadi dekat kembali, tak ayal hubungan pun kembali hangat. Itu semua karena mereka telah berjanji bahwa tepat selama Ramadan, tak boleh ada pokok bahasan yang mengarah ke amarah, sehingga yang tersisa hanya topik-topik berisi kerinduan.
Tak ada permusuhan, tak ada adu mulut, dan tak ada saling menjelekkan. Begitulah kiranya kisah Nanda dan Chris yang tengah bergulat dengan peperangan melawan emosi. Puncaknya, saat lebaran tiba, rasa haru bercampur sedih melingkupi keduanya, sembari saling meminta maaf satu sama lain.
Efeknya, hubungan mereka terus berlanjut, serta janji sehidup semati benar-benar menjadi pegangan mereka untuk hari-hari ke depan. mereka pun sadar, bahwa tak ada gunanya mencari pembenaran diri di dunia ini, karena yang mereka butuhkan ialah jeda, dan jeda itu bernama Bulan Ramadan. Semangatt...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H