Mohon tunggu...
Detha Arya Tifada
Detha Arya Tifada Mohon Tunggu... Editor - Content Writer

Journalist | Email: dethazyo@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Jembatan Kota Intan, Jejak Kebesaran Batavia pada Masanya

14 September 2017   00:09 Diperbarui: 14 September 2017   06:09 2825
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
mesin pengerak agar jembatan bisa terbelah, namun kini sudah rusak/ dethazyo

Jikalau ada yang berasumsi setiap labuan punya cerita, maka tak salah menyebut kalau setiap jembatan punya cerita pula. Salah satunya adalah Jembatan kota intan, jembatan yang dibangun pada tahun 1628 oleh pemerintah kolonial Belanda, menjadi salah satu bukti bahwa Batavia sudah sedari dulu menjadi pusat perdagangan dunia.

Hal itu dibuktikan dengan asumsi dari Adam Smith lewat buku The History of Java rekaan Thomas Stamford Raffles, ia berujar "Letaknya (Batavia) yang strategis membuat kedua koloni ini menjadi pusat pemerintahan mereka dengan mengabaikan kenyataan bahwa iklim Batavia mungkin yang paling buruk di dunia."

Kini, jembatan gantung ini masih kokoh berdiri, meski fungsinya tak lagi dioperasikan sebagai tempat ditariknya cukai dari kapal-kapal yang mengangkut komoditi dari dan ke Pelabuhan Sunda Kelapa. Tetapi sekarang fungsinya sebagai cagar budaya kategori struktur yang dikuatkan dengan dua SK penetapan dari menteri no. 237 (1999) & Gubernur no. 475 (1993), sehingga siapa saja yang melakukan kunjungan ke kali besar, Jakarta Barat, bisa langsung menikmati dengan jelas bagaimana bentuk dan struktur dari jembatan gantung yang dulunya sempat hancur karena serangan dari kerajaan Banten dan Mataram.

Sewaktu melakukan kunjungan bersama beberapa kawan serta dipandu dengan nyaman oleh seorang guide, diri pribadi pun langsung dibuat takjub oleh desain dari jembatan yang bermaterial kayu dan besi serta dikombinasikan dengan sentuhan khas Belanda. 

Belum melaju terlalu jauh, lantas pikiran coba menerawang sedikit gambaran kala jembatan yang memiliki panjang 30 meter dan lebar 4,43 meter ini sedang jaya-jayanya, masih banyak dilewati oleh kapal dari bangsa Eropa dan juga penduduk lokal. Baik kapal dari pedagang Cina, Jepang, Tongquin, Melaka, Cochin Cina dan dari pulau Celebes, sesuai dengan yang diungkap Gubernur Jendral Raffles pada bukunya.

indahnya jembatan/ dethazyo
indahnya jembatan/ dethazyo
para ABM (Anak baru motret) beraksi/ dethazyo
para ABM (Anak baru motret) beraksi/ dethazyo
Jembatan Kota Intan, benar-benar indah pada zamannya, apalagi saat dilalui kapal, dengan sentuhan katrol sederhana, maka jembatan akan membuka jalan seraya membelah dua dirinya. Namun, pemandangan tersebut sayang sekali tak dapat terlihat lagi hari ini karena telah rusak. Beruntung, kita masih dapat melihat jembatan dalam kondisi yang masih kokoh dan kuat untuk diabadikan menjadi sebuah gambar bermuatan kenangan akan jayanya Batavia (Jakarta) saat itu.

mesin pengerak agar jembatan bisa terbelah, namun kini sudah rusak/ dethazyo
mesin pengerak agar jembatan bisa terbelah, namun kini sudah rusak/ dethazyo
Uniknya, jembatan gantung tertua di Jakarta ini paling sering berubah nama sedari dulu, disesuaikan dengan situasi dan kondisi kala itu. Semisal pada waktu pertama dibuat, jembatan ini dengan bangga diperkenalkan sebagai Engelse Brug (Jembatan Inggris) karena kebetulan tepat didekat jembatan ada benteng inggris. Kemudian berubah nama lagi menjadi Het Middlelpunt Brug (Jembatan Pusat) beralasan letak jembatan adalah pusat pemerintahan Belanda. Lalu berubah kembali sebagai De Hoenderpasar Brug (Jembatan Pasar Ayam), Wilhelmina Brug (Jembatan Wilhelmina), Ophaalsbrug Juliana (Jembatan Ratu Juliana), dan terakhir, jembatan tersebut dikenal hingga kini dengan sebutan Jembatan Kota Intan.

Kenapa? Karena tepat pada saat itu, lokasi jembatan dekat dengan kastil Batavia yang bernama Bastion diamond. Itulah asal muasal jembatan bernama Kota Intan. Seperti apa penampakan dari kastil Batavia saat ini? yang jelas kita cuma bisa melihatnya bermodalkan sentuhan koneksi internet saja. Betapa tidak, kastil yang dulunya sempat terkenal megah, sekarang yang terlihat hanya puing-puingnya saja. Nyaris seperti melihat sisa-sisa kisah cinta masa lalu yang sudah tertimbun oleh amarah. Hehehehe.. #GagalFokus...

bring me the horizon/ dethazyo
bring me the horizon/ dethazyo
Cuman, kalau ada yang bertanya apakah Jembatan Kota Intan dapat dikatakan indah, maka asumsi saya pribadi, sama dengan yang pernah diutarakan oleh Eduard Douwes Dekker (Multatuli), Penulis Buku Max Havelaar. 'Karena cita rasa kita terhadap keindahan tidak akan terpuaskan dengan sekali memandang sesuatu yang indah, tapi memerlukan serentetan pandangan yang terus-menerus untuk menyaksikan gerakan dari keindahan itu.'

Jadi, mari sama-sama kita jaga kelangsungan dari Jembatan Kota Intan, agar tetap memiliki nilai historis, indah dan tentu saja berumur panjang. Untuk sekedar informasi, trip ini ialah trip jalan kaki, mulai dari Pelabuhan Sunda Kelapa, dan Berakhir di Museum Fatahillah. Percaya atau tidak, itulah cara terbaik untuk mencari tahu akan nilai-nilai sejarah dari Batavia zaman dulu.

signature
signature

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun