Mohon tunggu...
Detha Arya Tifada
Detha Arya Tifada Mohon Tunggu... Editor - Content Writer

Journalist | Email: dethazyo@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Lewat Interaksi Digital, Desa Doka (Bisa) Menembus Dunia

27 Februari 2017   00:58 Diperbarui: 27 Februari 2017   10:00 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tarian selebrasi kemenangan ala doka/ detha & sofyan

Sebagian orang mengenal Pulau Flores itu tak jauh dari Pulau Komodo (Manggarai Barat) yang mengangumkan, Danau tiga warna Kelimutu (Ende) yang mempesona, serta keberadaan  desa Wae Rebo (Manggarai Barat) yang menenangkan. Rasanya ketiga hal tersebut saja, sudah cukup merangkum salah satu akan penjelmaan sebuah ‘surga’ yang ada di dunia.

Tapi, tak demikian dengan yang diri pribadi amini. Pahamilah, Flores itu luasnya 13.540 km² serta memiliki 8 kabupaten (Manggarai, Manggarai Barat, Manggarai Timur, Ngada, Ende, Sikka, Nagakeo, dan Flores Timur), cukup luas bukan? oleh karenanya, keindahan serta keunikkan lainnya sudah semesti diangkat hingga ke permukaan.

Kiranya sudah 3 tahun (2014) lamanya diri pribadi tak menginjakkan kaki ke ujung timur Pulau Flores, Kota Maumere, Kabupaten Sikka, NTT. Meski begitu, pada pengalaman awal berada ditempat tersebut begitu membekas hingga kini, mulai dari alamnya yang indah, masyarakatnya yang ramah, hingga budaya-budayanya yang mempesona.

Awal mula berkunjung ke pulau Flores ialah dari Jakarta dengan pesawat terbang yang kala itu transit dulu di Bali, dan beberapa jam kemudian, pesawat akhirnya membawa kami tepat hingga berada di depan gerbang Bandara Frans Seda (Maumere). Disanalah titik awal penjelajahan ketika keinginan sederhana menjelajahi Flores dari ujung timur (kota Maumere) hingga barat (Kota Labuan Bajo) dimulai.

Ragam rencana perjalanan tentu sudah disiapkan jauh-jauh hari. Bahkan tak jarang perdebatan akan rencana tersebut memunculkan sedikit perdebatan, terutama point-point penjelajahan guna menghemat waktu, tenaga, dan juga dana.

Akhirnya, setelah bermalam disebuah hotel di Kota Maumere, paginya saya dan rekan saya (Sofyan Efendi), bersama supir & guide, sudah memantapkan diri untuk mengunjungi salah satu desa yang mana tingkat keunikkan dari budayanya telah diakui oleh orang-orang luar, justru kitalah yang baru mengetahuinya. Desa tersebut bernama Desa Doka.

ragam aktivitas yang saya lakukan di desa doka/ dethazyo
ragam aktivitas yang saya lakukan di desa doka/ dethazyo
Perjalanan menuju desa Doka, bisa dibilang tidaklah mudah, jalanan yang rusak, berliku-liku serta banyak tanjakan curam, membuat waktu tempuh mencapai 2 jam perjalanan dari pusat kota. Namun, sesampai disana, kita yang datang dengan embel-embel sebagai tamu, akhirnya disambut dan dijamu dengan meriah, lengkap dengan pakaian adat Sikka.

Mulai dari upacara penyambutan layaknya seorang raja, pertunjukkan tarian-tarian yang termasuk didalamnya tarian legendaris Tuwa reta lou (menari diatas bambu), hingga memperlihatkan secara langsung 12 proses panjang pembuatan kain tenun ikat Sikka, yang salah satu motifnya pernah di pakai oleh Presiden Indonesia ke-7, Joko Widodo atau yang akrab disapa Jokowi.

proses pembuatan tenun ikat sikka oleh anak-anak/ detha & sofyan
proses pembuatan tenun ikat sikka oleh anak-anak/ detha & sofyan
proses pemintalan benang oleh mama-mama cantik/ detha & sofyan
proses pemintalan benang oleh mama-mama cantik/ detha & sofyan
Seketika rasa kekaguman, kebanggaan, serta kebahagiaan, melebur jadi satu. Kagum bisa melihat warisan budaya terbaik yang ada di Indonesia, Bangga karena bisa menginjakkan kaki di Desa Doka, serta bahagia bisa merasakan sentuhan keramahan berbalut kehangatan berada di tengah-tengah masyarakat doka.

Setelah menyaksikan seluruh mahakarya yang di reka ulang di Desa Doka, Tetua adat yang saat itu akrab disapa Claytus, mempersilahkan kita untuk bersantai sejenak dihalaman rumahnya. Sajian berupa ubi nuabosi, pisang kepok, siri pinang serta minuman khas bernama sofi, langsung di tempatkan tengah-tengah lingkaran. Berawal dari situlah, obrolan kecil berupa basa-basi hingga memasuki obrolan serius dilakonkan.

Semua topik obrolan tentu membuat pikiran terhipnotis untuk menyimak satu demi satu obrolan. Hingga beberapa saat kemudian, topik mulai memasuki ke perhatian apa saja yang telah diberikan pemerintah sebagai empunya kekuasaan kepada masyarakat doka. Pak Claytus pun berucap perhatian pemerintah kala itu tak terlalu banyak dalam hal memberi sumbangan moril dan materiil.

‘Sinyal saja susah, kalau tak berada di kota kita tak dapat sinyal, bagaimana bisa berhubungan dengan dunia luar?’ ungkapnya sembari tertawa.

Sungguh sedih mendengarkan hal tersebut dari empunya desa langsung. Apalagi diri pribadi secara langsung coba melirik ke arah smartphone, benar saja, sinyal tak ada sama sekali, kalau pun muncul, hanya satu bar saja. Di kota besar, kususnya Jakarta, bolehlah jaringan telpon, internet dan televisi dapat membantu jutaan orang dalam berinterasi dengan dunia luar, tapi tidak untuk masyarakat Doka.

potret gagah & cantiknya masyarakat doka/ detha & sofyan
potret gagah & cantiknya masyarakat doka/ detha & sofyan
Hal itu jelas sedikit menyusahkan masyarakat doka yang peduli agar desanya bisa dikenal dunia secara langsung. Meski saya pribadi dapat membantu dalam hal menyuarakan keinginan mereka melalui blog pribadi. Tapi, dimana-dimana kalau putra daerahnya sendiri yang mencoba, pasti hasilnya akan fantastis dan lebih dari cukup dalam hal publikasi, mulai dari segi informasi yang detail dan rinci hingga lebih mendalam. Apa boleh dikata, lambatnya jaringan telekomukasi di Doka, turut melambatkan seluruh usaha yang ingin diupayakan masyarakat.

Satelit Telkom 3S, Setitik Masa Depan Desa Doka

inilah tarian tuwa reta lou yang terkenal itu/ detha & sofyan
inilah tarian tuwa reta lou yang terkenal itu/ detha & sofyan
Berhasilnya Satelit 3S yang di luncurkan dari Kourou, Guyana-Perancis, oleh PT. Telekomunikasi Indonesia (persero) TBK atau yang dikenal dengan Telkom Indonesia pada rabu (15/2/2017). Mampu memberikan angin penyejuk dalam hal pemerataan akses telekomunikasi yang menjangkau seluruh nusantara, khususnya wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Terpencil).

Satelit ke-18 milik Indonesia tersebut, tentu menjadi berita bahagia bagi seluruh wilayah 3T, khususnya desa doka. Mimpi mereka untuk bisa membuat desanya dikenal dunia, sekarang hanya hitungan bulan saja, betapa tidak, satelit 3S yang saat ini sedang menjalani uji di orbit akan mulai beroprasi pada dua bulan mendatang (april).

Atas terobosan besar dalam dunia telekomukasi, saya pribadi angkat topi kepada Telkom Indonesia yang dikenal sebagai perusahaan informasi dan komunikasi serta penyedia jasa dan jaringan telekomunikasi terlengkap se-Indonesia. Olehnya, masyarakat Doka akan semakin kuat prihal berinteraksi digital. Kemudahan tersebut tak hanya menjadi ladang emas bagi orang-orang berada di industri kreatif saja, tetapi, para putra daerah bisa mengambil peran penting bagi kemajuan daerahnya, baik dalam hal berkreativitas maupun berinovasi. Tentunya dengan bimbingan seluruh elemen masyarakat, baik pemangku kebijakan, lembaga swadaya masyarakat (LSM) ataupun orang-orang lainnya yang peduli.

Masyarakat Doka nantinya akan dengan mudah saling berinteraksi dengan dunia luar, saling bertukar pikiran dan menyebarkan keindahan serta kekayaan warisan budaya leluhur yang dimiliki. Bukan tidak mungkin kedepan, nama Desa Doka akan bersanding dengan Pulau Komodo, Kelimutu dan Wae Rebo, yang lebih dulu dikenal dunia kala orang-orang menyebut Flores. Hidup ini sungguh indah, bilamana saling berbagi dan berinteraksi menjadi pondasi utamanya. Terima Kasih Telkom Indonesia. 

dethazyo-signature-white-01-58a0a490917a611d201c67f5.png
dethazyo-signature-white-01-58a0a490917a611d201c67f5.png

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun