Mohon tunggu...
Detha Arya Tifada
Detha Arya Tifada Mohon Tunggu... Editor - Content Writer

Journalist | Email: dethazyo@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Desa Sarongge, Wisata Sekaligus Edukasi Pangan Lokal

26 Maret 2016   18:53 Diperbarui: 28 Maret 2016   01:02 1218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengenalkan kembali pangan lokal kepada masyarakat urban bukan perkara mudah. Kebanyakan justru cenderung tahu menahu, ironinya tetap saja gempuran fast food kembali menjadi primadona. Belum lagi label petani menjadi profesi yang kurang sexy bagi pemuda. Apa yang harus dibuat? Tentu usaha jawabannya, seperti apa? Maka ikut terus alur tulisan ini membawa anda sampai kemana.

Mencari hawa yang sejuk dan tenang di dekat Ibu Kota (Jakarta) untuk mengisi waktu liburan akan membawakan jawaban yang sama bagi setiap orang. Puncak selalu menjadi alternatif yang paling mungkin tersedia dibanding dan Garut ataupun Bandung yang masih satu rumpun berada dalam payung Jawa Barat. Selain jarak yang tak begitu jauh, kocek yang dikeluarkan juga tak begitu besar jika mengkaji dari segi biaya.

Namun hanya sekedar berwisata dengan label Fun saja tentu terasa kurang, minimal setiap perjalanan yang dibuat mengandung makna edukasi yang mana kita bisa sekalian belajar semisal yang ditawarkan oleh Desa Sarongge, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Di desa satu ini, kita tak hanya merasakan hawa sejuk serta panorama alam pegunungan saja, konsep ekowisata & ekoturisme membuat Kampung Sarongge memiliki magnet tersendiri menarik pelancong. Sebagai desa yang menjadi penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGD) banyak menawarkan berbagai program, adopsi pohon salah satu didalamnya. Selain itu, adapula belajar ternak domba dan kambing, perkebunan sereh wangi, Camping Ground & Trekking dan tentunya perkebunan organik.

[caption caption="di depan saung/ dethazyo"][/caption]Beragam pilihan wisata tersebut tak semuanya harus nikmati, bisa juga memilah satu, dua ataupun tiga. Beruntung pada waktu itu kami bisa merasakan langkah dibuat ditempat tersebut. Berkat ajakan dari salah seorang teman, semua biaya selama perjalanan dari Jakarta – Sarongge ditanggung semuanya alias gratisan. Hehehee..

[caption caption="Dokumentasi pribadi"]

img-9093-jpg-56f673264c7a611f15a8b765-56f82012927a613c1400bc00.jpg
img-9093-jpg-56f673264c7a611f15a8b765-56f82012927a613c1400bc00.jpg
[/caption]Bergelut dengan macetnya kawasan Puncak tentu hal yang wajar, apalagi hari minggu pagi, ditambah buka tutup jalan yang menjadi tradisi setiap akhir pekan. Rasa lelah jelas belum terlihat karena diselimuti oleh bulir-bulir semangat ingin belajar. Tujuan utama telah terpatri, apalagi bagi diri pribadi, mengetahui konsep hulu-hilir antara produsen-konsumen dari apa yang kita konsumsi sehari merupakan perkara yang sangat penting. Jika tak cerdas, maka wajar saja gempuran impor bahan makanan akan terus menerus mematikan usaha petani lokal.

Prihatin tentu wajar, bukan Cuma lontaran kata prihatin yang sering terucap dari orang nomor satu Indonesia terdahulu, hanya melontarkan kata prihatin dengan raut muka sedih, tanpa ada satu gerakan sama sekali. Melalui program yang digagas oleh Green Initiative Foundation sejak 2009, mampu membuat masyarakat Sarongge mendobrak pertumbuhan ekonominya sehingga tiap potensi yang ada dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin.

Disambut dengan jamuan segelas air sereh wangi dipadu dengan jagung beserta ubi rebus, rasanya seperti berkunjung ke rumah nenek dikampung. Suasana perkampungan secara tak langsung dapat tecerna dengan baik dalam ingatan. Sebelum semuanya bersiap memainkan peran mengekplorasi lebih jauh, didalam ruangan yang mereka sebut dengan Saung Sarongge, sebuah diskusi ringan yang diikuti oleh puluhan pemuda dipadu langsung oleh warga sekitar yang konsen mengangkat jati diri Sarongge. Secara ilmu dan wawasan, cukup membuka pikiran, bagaikan pistol yang diberi amunisi tambahan. Benar-benar tak terbayangkan jika pera petani muda tak lagi menggarap sawah ataupun kebun mereka, pastinya gempuran bahan makanan impor dengan pestisida beracun memenuhi tiap perut yang kelaparan.

[caption caption="sweet corn/ dethazyo"]

[/caption]

[caption caption="umbrella men/ dethazyo"]

[/caption]

[caption caption="salah satu ruang di saung/ dethazyo"]

[/caption]Setelah selesai, kami pun dibagi dalam dua kelompok kecil, satu kelompok untuk workshop membuat sabun dari tanaman sereh wangi, satunya lagi mengunjungi kebun organik yang didalamnya terangkum praktek membuat pupuk dengan bahan dasar air seni kelinci, memanen hasil kebun (wortel, brokoli, daun bawang, dan lainnya), serta memberi makan kelinci. Hal itu dilakukan secara bergantian, diharapkan agar ilmu yang didapat nantinya bisa diaplikasikan kembali ketika pulang dari Sarongge.

Membuat Sabun

[caption caption="membuat sabun batangan/ dethazyo"]

[/caption]Terdengar biasa saja ketika berbicara sabun, hal ini dikarenakan mudahnya kita dalam mendapatkan sabun dalam kehidupan sehari-hari, tinggal pergi ke Minimarket, jelajahi rak tertentu dan memilih ragam sabun dengan brand terkenal, terakhir tinggal Mbayarrr. Berbeda ketika sabun diproduksi sendiri, ada tenaga yang dikeluarkan, takaran yang harus pas serta bau yang menyengat dari minyak sereh wangi yang mampu menembus masker.

[caption caption="sabun yang sudah jadi/ dethazyo"]

[/caption]Walau di tulisan ini tak menjelaskan bagaimana proses dari awal pembuatan hingga dalam cetakan yang tersedia. Pengalaman tersebut adalah kali pertama mencoba membuat sabun dengan tangan sendiri. Setiap sabun yang dihasilkan dalam cetakan harus didiamkan dulu sebulan sebelum nanti digunakan.

Menjadi Petani

[caption caption="memanen hasil kebun/ dethazyo"]

[/caption]Rasanya dalam impian yang dahulu sering dilontarkan dibangku sekolahan, petani jarang muncul sebagai cita-cita dari murid sekolah. Profesi Dokter, Pilot, pemain bola menduduki strata teratas. Dahulu pikiran telah teproyeksi seperti itu, bahkan hingga sekarang, fokus pada mimpi hingga lupa bagaimana makanan kita bisa diolah hingga siap dihidangkan dimeja makan.

[caption caption="membuat pupuk organik/ dethazyo"]

[/caption]

[caption caption="tanaman di kebun organik/ dethazyo"]

[/caption]Beruntung dari trip kali ini, kita berkesempatan menjadi petani walau hanya sekali dalam hidup. Bagaimana rasanya meramu pupuk organik, memanen hasil pertanian, hingga memberi makan kelinci yang lagi lucu-lucunya. Dua orang petani muda yang memandu kami tampak bersemangat menjelaskan bagaimana keseharian mereka. Kamipun tak kalah semangat, terbuti dari setiap penjelasan yang dilontarkan selalu mendapatkan feedback berbuah jawaban yang memuaskan.

[caption caption="daun bawang/ dethazyo"]

[/caption]

[caption caption="brokoli/ dethazyo"]

[/caption]

[caption caption="plyaboy hahaha/ dethazyo"]

[/caption]

[caption caption="love/ dethazyo"]

[/caption]Ingin rasanya langsung mengemas barang dan kembali ke rumah guna memuaskan dahaga akan bercocok tanam, minimal halaman rumah menjadi apotik hidup bagi keluarga ditambah dengan manfaat dari oksigen yang terus menerus dihasilkan dari tanaman.

Belanja Oleh-oleh

[caption caption="ragam kerajinan tangan/ dethazyo"]

[/caption]Kepulangan belum lengkap rasanya tanpa ada satupun buah tangan yang menandakan kita habis dari Desa Sarongge. Nah mumpung di Sarongge oleh-oleh yang tepat tak lain adalah sayuran organing yang harganya takkan membuat anda tiba-tiba miskin, merogoh kocek kurang dari Rp 50.000 anda bisa mendapatkan sayuran organik lengkap dengan keranjang dari anyaman bambu.

[caption caption="kerajinan tangan lainnya/ dethazyo"]

[/caption]

[caption caption="sang pembuat kerajinan/ dethazyo"]

[/caption]Jika ingin mendapatkan kerajinan tangan, desa ini gudangnya, asbak, bingkai foto, hingga berbagai macam hiasan dijual disudut Saung. Semua bahan yang digunakan tentunya memanfaatkan alam sebagai medium. Pernah dengar kan “ketika kita ramah pada alam, maka alam akan menyediakan segalanya bagi kita.” Oleh karena itu mari jaga alam kita agar tetap lestari. RESPECT, PROTECT, FULLFILL. 100% Pangan Lokal...

@dethazyo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun