Mohon tunggu...
Detha Arya Tifada
Detha Arya Tifada Mohon Tunggu... Editor - Content Writer

Journalist | Email: dethazyo@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Bootstrap Traction for Start-up, Suntikan Semangat untuk Berkarya

8 Maret 2016   02:14 Diperbarui: 8 Maret 2016   02:40 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="para pengisi acara dalam bootstrap traction for start-up - dethazyo"][/caption]

“Indonesia selalu diposisikan market oleh ragam serbuan start-up dunia, jika tak didukung secara masif baik oleh pemerintah, swasta dan masyarakat, kapan negara ini bisa maju?”

Bukan hal yang mengherankan ketika mengetahui Indonesia sebagai negera yang memiliki penetrasi pengguna internet sebanyak 93,4 juta pengguna (Global Web Index). Bahkan media sosial terkemuka yang berawal dari start-up semisal Facebook, Twitter, Whatsapp serta Instagram selalu mendaulat negeri tercinta sebagai 5 besar negara dengan jumlah pengguna terbanyak.

Sebenarnya tak ada salahnya dengan statistik tesebut, lagi pula ragam aplikasi memiliki manfaat tersendiri bagi para penggunanya. Namun yang disayang, label “market” yang bersanding dengan nama Indonesia yang menjadi masalah. Kenapa bukan kita, kenapa bukan anak bangsa, kenapa bukan start-up lokal saja?

Jika menyalahkan memang tak ada habisnya, apalagi terus menerus berkoar akan suatu keburukkan tanpa ada suatu solusi nyata yang bisa dilakukan. Cukup dengan langkah sederhana yaitu berpikir positif bahwa Indonesia Bisa, apalagi dengan adanya event yang bertemakan Bootstrap Traction For Startup, yang diadakan oleh Code Margonda bekerja sama dengan PT. Bank Central Asia Tbk (BCA) melalui programnya Bakti BCA, di Menara BCA, Kawasan Sudirman, Jakarta Pusat (1/3).

[caption caption="ramainya peserta yang hadir - dethazyo"]

[/caption]Sebuah acara yang mencoba mempertemukan para pemuda dari latar belakang berbeda dengan orang-orang yang telah sukses dalam bisnis wirausaha berbasis teknologi, seperti Ceo dari Jojonomic.com Indrasto Budisantoso, Vice President of Go-Jek Dayu Dara Permata, dan Ceo of Harukaedu Novistiar Rustandi.

[caption caption="pembukaan dari empunya acara - dethazyo"]

[/caption]Tiga nama besar tersebut diharapkan bisa memupuk kembali semangat pemuda yang hadir guna terus berkarya dan memberikan yang terbaik bagi bangsa. Namun sebelum line-ups diatas muncul dimuka publik. Para wirausaha pemula (start up) yang masih dalam tahap menuju kesuksesan turut ditampilkan sebagai pembuka. Diantaranya Doktor Brankas, Freenesia, dan krona.

Meski terhitung baru bagi pemilik start-up Doktor Brankas, Freenesia, dan krona. Gagasan mereka membentuk start-up masing-masing, mampu mengundang takjub dan kekaguman dari para peserta yang hadir. Sepanjang pemaparan, tak jarang pula pertanyaan demi pertanyaan dilontarkan peserta yang ingin tahu akan ide-ide dasar yang mendasari kegelisahan untuk segera membuat start-up.

[caption caption="pemaparan materi dari dokter brankas - dethazyo"]

[/caption]Dokter brankas misalnya, idenya terbilang unik untuk ukuran anak muda yang mencoba merambah bisnis ranah kreatif. Dimana mereka mengumpulkan hampir 500 teknisi brankas profesional yang ada, untuk kemudian diorganisir agar dapat memberikan servis kepada pelanggan yang ingin melakukan pemindahan, pembongkaran dan jual beli brangkas. Cara menemukan mereka pun cukup mudah, hanya dengan mengetik www.dokterbrankas.com dalam mesin pencari yang tersedia di smartphone yang Anda miliki.

Berawal dari Hal Kecil

[caption caption="vice presiden dari Go-Jek menerima plakat - dethazyo"]

[/caption]Jumlah penduduk yang mencapai 250 juta jiwa, jika dihitung-hitung, sudah saatnya Indonesia menjelma menjadi raksasa teknologi dunia. Itupun jika dimanfaatkan secara maksimal dan mampu memecahkan ragam problema sosial yang mengeluti negeri ini.

Berkaca pada Go-Jek yang buah pemikiran awal lahir dan berkembang di ibu kota (Jakarta), kegelisahan akan kemacetan membuat salah satu anak bangsa yang sehari-harinya bekerja memanfaatkan jasa ojek pangkalan. Efiensi waktu pun didapat, meski kocek yang dikeluarkan bisa dikatakan mahal untuk sebuah sarana transfortasi. Berdasarkan hal tersebut, muncullah ide membuat start-up yang mengorganisir para driver ojek dalam sebuah wadah pada 2011, dan hingga kini merambah ke bisnis non tranportasi.

Paparan dari Dayu, sebagai Vice Presiden, menjelaskan bubble baru pada aplikasi Go-Jek berupa jasa non transportasi sedikit membuka mata kita, kalau ide-ide muncul kadang tak jauh datang dari kehidupan pribadi. Buru-buru menghadiri undangan dan tak sempat ke salon  ya Go-Glam jawabannya, tak sempat bersih-bersih rumah karena seharian sibuk di kantor, Go-Clean Jawabannya, malas antri untuk mendapatkan servis relaxasi tubuh di Spa treatment maka Go-Massage muncul ke permukaan.

[caption caption="tampak serius menikmati acara - dethazyo"]

[/caption]Seperti kehidupan yang selalu menawarkan jawaban dari banyaknya masalah, sebuah ide pun tak perlu terlalu besar, memecahkan masalah kecil saja, tapidapat berguna bagi orang banyak. Sebaiknya manusia, ialah manusia yang bisa bermanfaat bagi orang lain. Bukan?

@dethazyo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun