Mohon tunggu...
Detha Arya Tifada
Detha Arya Tifada Mohon Tunggu... Editor - Content Writer

Journalist | Email: dethazyo@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Goresan Crayon untuk Bumi

15 Juni 2011   22:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:28 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_116771" align="aligncenter" width="640" caption="Gbr: Pribadi"][/caption] Pagi itu (15/5/2011) Puluhan anak-anak TK dan SMP tampak riang disudut ruangan. Orang tua mereka dengan sabar mengamati anak mereka. Kertas yang tampak masih perawan mulai dinodai dengan gerakan tangan yang liar mengikuti nafsu yang ada diotak setiap anak. Ada yang bahagia hingga tangis melanda setiap anak. Jangan berpikir negatif dulu. Rupanya mereka lagi sibuk dengan perlombaan menggambar yang mereka ikuti bertemakan “lingkungan hidup” di Bulevar Hijau, Kota Harapan Indah, Bekasi.

Kegiatan tersebut termasuk salah satu bagian dari “Festival bulevard Hijau” yang diselenggarakan oleh  warga RW 24 Bulevard Hijau yang tergabung dalam Gerakan Penyelamat Lingkungan Perumahan (GPLP), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jakarta, Green Student Movement (GSM) WALHI Jakarta, beserta sponsor-sponsor lainnya.

Rangkaian kegiatan lainnya yaitu jalan santai keluarga, bazaar warga plus bazaar amal artis, demo masak bersama chef Trans 7, lomba teka-teki silang (TTS), band Bulevard Hijau, serta lomba masak nasi goreng untuk bapak-bapak.

Event ini diselenggarakan untuk menjalin silaturahmi sesama warga bulevard hijau serta mengajak mereka untuk dapat lebih peduli terhadap lingkungan. Hal ini terlihat dari sedikitnya penggunaan barang-barang yang dapat merusak lingkungan seperti plastik dan Styrofoam.

Keunikan dari perlombaan menggambar ini justru terletak pada bagaimana membuat anak yang masih belia dapat menyuarakan isi hati mereka tentang lingkungan hidup melalui goresan demi goresan crayon hingga sesuai dengan yang mereka inginkan. Mengingat juga anak-anak seusia mereka adalah harapan bangsa dimasa mendatang untuk lingkungan hidup yang lebih baik. Diakui atau tidak  merekalah calon agent of change.

Pemilihan Juri Perlombaan

Setiap perlombaan menggambar dibutuhkan juri yang benar-benar punya kapasitas lebih berkaitan dengan tema perlombaan, karena panitia memberikan tema tentang lingkungan hidup, maka didaulatlah perwakilan dari WALHI Jakarta, GPLP dan GSM menjadi juri pada event tersebut.

Menurut Bapak Musdar GPLP, selaku panitia acara, bukan tanpa alasan kami memilih memilih WALHI dan GSM untuk menjadi juri diacara kami. WALHI Jakarta sendiri telah membantu kami dalam advokasi tentang pencemaran udara oleh salah satu pabrik dilingkungan kami. Kurang lebih satu tahun kami selalu bersama WALHI. Disisi lain WALHI juga aktif mengkampanyekan agenda penyelamatan lingkungan.

“Dari beberapa event-event kami bahkan proses advokasi, komunitas pemuda yang mensupport kami ya GSM, padahal mereka rata-rata berstatus masih pelajar serta Mahasiswa. Dalam beberapa kali diskusi dengan kami (GPLP), pendapat serta ide mereka yang khas pemuda dapat memacu semangat kami kembali dalam rangka menyuarakan lingkungan yang hijau. Mereka juga rata-rata telah memiliki catatan prestasi yang lumayan untuk lingkungan. Jadi dapat disimpulkan bahwa mereka layak menjadi juri pada event ini,” ujar bapak yang akrab disapa pa’ musdar.

Imajinasi tanpa Batas

Sewaktu acara perlombaan gambar dimulai, peserta dengan sigap mulai menuangkan ide mereka menjadi sebuah gambar yang penuh dengan makna. Ide gambar yang terpatri di setiap anak malah hampir semua tidak ada yang sama. Ada yang menggambarkan kondisi sungai, orang tua bermain riang dengan anaknya di tanah lapang, bersepeda dan masih banyak lagi ide yang dimunculkan.

Rian, salah peserta perlombaan berkata, menggambar kadang sudah kadang mudah. Tapi kalau temanya cocok saya akan senang sekali, khususnya membuat gambar pemandangan yang ada gunungnya. Berbeda dengan Rian, Ressa menilai ide menggambar ide itu ada karena kebiasaan kita sehari-hari. Tepatnya aktivitas sehari-hari menjadi sumber informasi.

“Aku menggambar sepeda karena aku sangat suka bersepeda pagi hari. Tidak ada bising dan tidak ada asap,” ujar Resna dengan lugunya.

Suasana menuju DetikTerakhir Perlombaan

Lima, empat, tiga, dua, satu. Hitungan mundur yang akan menandakan bahwa waktu perlombaan menggambar telah habis. Ternyata dapat menjadi momok menakutkan bagi peserta perlombaan.

Tampak seorang ibu mendekati gadis mungil yang menjadi peserta dengan segera mungkin. Anaknya menangis dengan keras hingga menggetarkan gendang telingga siapa saja yang mendengarkannya. Ketika ditanya kenapa menangis oleh juri? Ibunya menjawab, “dia tegang mengikuti perlombaan sehingga takut waktu akan habis sehingga dia tidak mau melajutkan mewarnai gambar yang telah dibuat.

Setelah dibujuk dengan berbagai macam cara, gadis mungil tadi akhirnya dapat menyelesaikan gambarnya. Peserta yang lain-lain tampak buru-buru mengumpulkan karya mereka. Sampai dengan pengunguman pemenang.

“Kita dapat memetik pelajaran berharga dari event diatas yaitu Bahwa peduli lingkungan dapat dilakukan oleh semua orang tanpa terkecuali anak-anak yang menjadi benih munculnya para calon agent change untuk lingkungan. Sehingga event ini menjadi bekal awal untuk kedepannya mereka dapat berkreasi dan menggagas ide perubahan dengan cara yang beragam sesuai dengan bakat dan minat mereka.” Ujar Ubaydillah, Direktur Eksekutif WALHI Jakarta sekaligus panitia acara Festival Bulevard Hijau.”

Sumber Foto: dok. Pribadi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun