Mohon tunggu...
Desy Wulandari
Desy Wulandari Mohon Tunggu... -

lifetime learner who love marketing, branding, communication, travelling, writing, book and cat

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Menghemat Tisu, Menyelamatkan Hutan

4 Mei 2012   04:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:45 1511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1336109386169270032

[caption id="attachment_186131" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Saya sering gemas saat berada di toilet, kantin ataupun di dalam kantor. Gemas melihat perlakuan orang-orang sekitar terhadap sebuah benda putih fungsional bernama kertas tisu. Di kantor saya, tingkat penggunaan terhadap kertas tisu bisa dibilang sangat tinggi. Entah berapa kali bapak office boy di kantor mengeluhkan cepat habisnya tisu yang ada di meja masing-masing karyawan. Saya sendiri heran. Untuk apa saja ya tisu-tisu tersebut? Makan gorengan, membersihkan meja, teman kala flu mendera, dan sebagainya. Dan dalam sekali penggunaan, rata-rata tidak cukup hanya sehelai tisu saja. Seorang teman yang rutin meminta tisu di meja saya, minimal tiga helai sekali minta. Tangannya begitu ringan mencabut lembar demi lembar tisu dari tempatnya. Duh, tangan saya sudah gatal ingin menepuk tangannya. Begitu cepat habisnya tisu-tisu tersebut, kantor akhirnya membatasi pembelian tisu dalam sebulan. Di toilet kantor lain lagi ceritanya. Toilet yang berada di tiap lantai ini memang diperuntukkan untuk 4-5 perusahaan. Beberapa bulan yang lalu di toilet masih menggunakan gulungan kertas tisu ukuran kecil. Karena tingginya penggunaan kertas tisu, membuat bagian cleaning service mengganti tisu kecil dengan yang berukuran extra besar, lengkap dengan tempatnya. Memang penggantian ke tisu besar ini lebih meringankan beban staf cleaning service. Mereka tidak perlu terlalu sering mengisi ulang tisu-tisu tersebut dan tidak perlu menerima komplain dari penghuni gedung. Tapi di sisi lain, hal ini tetap tidak diimbangi dengan perubahan perilaku dari pengguna toilet. Bahkan, bisa dibilang mereka malah lebih boros dalam penggunaan. Kadang merasa sayang juga, jika hanya untuk mengelap muka saja, mereka bisa mengambil tisu dalam jumlah berlebih, bukan sekedarnya. Dan fenomena terakhir yang saya temukan adalah penggunaan tisu di kantin. Memang saya akui, kita membutuhkan tisu saat atau setelah makan. Terutama di kantin umum. Kecuali di rumah, mungkin kita masih bisa menggunakan serbet makan. Tapi alangkah bijaknya jika penggunaan tisu ini bisa dibatasi seminim mungkin. Kadang teman-teman sambil makan, mengobrol dan tidak terasa tangannya sudah mengambil tisu-tisu lebih dari yang seharusnya. Parahnya lagi, tisu-tisu tersebut dibuang sembarangan di atas meja, bahkan di atas piring. Menumpuk dalam bentuk gumpalan-gumpalan bekas pakai. Yaik! Apa sih susahnya membuat tisu di tempat sampah? Seandainya saja kesadaran meminimalisir penggunaan tisu ini sudah dimiliki oleh setiap orang entah berapa hutan yang berhasil diselamatkan. Umumnya kertas tisu dibuat dari pulp (bubur kertas) yang berasal dari batang pohon yang diproses secara kimiawi. Untuk itu produsen tisu harus menebang entah berapa pohon untuk bisa diolah menjadi berkotak-kotak atau bergulung-gulung tisu yang siap dipasarkan. Masih boleh dibilang untung jika produsen tisu turut serta dalam melakukan reboisasi hutan atau memiliki hutan lahan produksi sendiri. Tapi akan sangat disayangkan jika produsen tisu hanya konsentrasi pada produksi dan profit tanpa ikut memikirkan dampak dari usahanya terhadap bumi dan lingkungan. Hutan sendiri sudah lama dikenal sebagai paru-paru dunia. Dialah ekosistem penting yang dimiliki bumi. Sumber penyimpanan air tanah, pelindung banjir dan erosi, dapur bagi makanan tanaman, penyeimbang  iklim, rumah ramah bagi flora dan fauna dan masih banyak lagi fungsinya. Bayangkan jika kayu dari tanaman-tanaman komponen utama pengisi hutan habis dibabati dan ditebang. Selain berondongan bencana, mungkin nanti hutan hanya menjadi sekedar cerita bagi anak cucu kita. Tapi setidaknya saya sedikit berlega hati mengetahui sekarang go green sudah menjadi gaya hidup masyarakat. Bukan lagi sekedar kata-kata slogan yang cukup dengan didengung-dengungkan. Banyak masyarakat mulai dari orang tua hingga generasi muda ikut menerapkan gaya hidup ini. Bike to work, pemakaian kertas daur ulang, mengurangi pemakaian tas plastik dan mengurangi penggunaan tisu adalah hal-hal kecil dan mudah yang bisa kita lakukan sebagai bentuk cinta dan dukungan pada kelestarian bumi dan lingkungan. Jadi teman, mari gunakan tisu secukupnya mulai hari ini. Setuju?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun