Penulis : Desy Rhohmawati/205102040013/HPI 2
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, & Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, menyatakan putusan bulat dalam keluarnya pasal pidana bagi lesbian, gay, biseksual, & transgender (LGBT). Menurut Mahfud, pasal pidana bagi LGBT pada Indonesia tengah digodok pada Rancangan Undang Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU kitab undang-undang hukum pidana).Â
 "Iya (LGBT sanggup dipidana). Di RUU kitab undang-undang hukum pidana dipidana. Di RUU kitab undang-undang hukum pidana telah masuk, bahwa pada cara-cara eksklusif dihentikan & terdapat ancaman pidananya. Kan gitu. Namun ketika itu kan ribut. Lantaran ribut, ya ditunda," tutur Mahfud Md pada program Simposium Nasional Hukum Tata Negara pada Nusa Dua Bali (18/5)
Sebelumnya, Indonesia tidak mengatur adanya ketentuan hukum pidana bagi kaum LGBT. Hukum pidana saat ini (KUHP ) tidak mengizinkan Anda untuk menuntut seseorang yang telah diidentifikasi sebagai orang LGBT. Hukum pidana hanya mengatur tentang tindak pidana terhadap pelaku kekerasan seksual. Dalam proses RUUÂ
 KUHP, beberapa kali dimasukkan sebagai program legislatif nasional. Pada tahun 2022, hukum pidana kembali menjadi hukum prioritas. Ini harus menyelesaikan DPR tanpa penundaan. Di sisi lain, hukum pidana yang berlaku saat ini merupakan hukum pidana yang telah berlaku sejak zaman penjajahan.
Munculnya pasal yg memidanakan LGBT dipercaya bertentangan menggunakan konstitusi Indonesia yg mengklaim proteksi dalam setiap individu tanpa rasa diskriminasi. Hal ini berimplikasi dalam upaya kriminalisasi seorang dari orientasi seksual. "Negara tidak sepatutnya memidanakan seorang hanya berdasar dalam orientasi seksual," tegas Ma`ruf Bajammal menurut LBHM.
Komisi III DPR & Kementerian Hukum & HAM (Kemenkumhan) balik  membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) mengenai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Rabu (25/5/2022). DPR meminta supaya sanksi pidana bagi perbuatan cabul yg dilakukan sang sesama jenis atau lebih dikenal menggunakan lesbian, gaya, biseksual, & transgender (LGBT), misalnya tertuang pada Pasal 469 RUU KUHP, dijelaskan secara eksplisit pada memorie van toelichting (memori penjelasan).
Kemudian kembali ke topik RKUHP LGBT. Tirto pernah mempertimbangkan rencana pengaturan LGBT dalam hukum pidana, khususnya dalam Pasal 292 KUHP. Disebutkan, "Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain berjenis kelamin sama yang mengetahui atau mencurigai bahwa mereka masih di bawah umur akan dihukum hingga lima tahun penjara untuk anak-anak di bawah usia 18 tahun. Ada tertulis. DPR ingin mengecualikan kelompok umur sehingga orang dewasa dengan hubungan sesama jenis dapat dihukum bahkan jika mereka ingin mencapai kesepakatan. Kemudian mereka mengajukan draft artikel tentang kecabulan. Orang-orang dari jenis kelamin yang sama yang diketahui atau diduga berusia di bawah 18 tahun diancam dengan pidana penjara dengan pekerjaan sampai dengan 9 tahun. Namun, dalam diskusi mereka, pemerintah mengusulkan untuk berhenti mengekspresikan sesama jenis. Tanpa hukuman ini, siapapun yang melakukan perbuatan cabul, baik heteroseksual maupun homoseksual, harus dihukum. Menambahkan frasa ini sebenarnya dapat menyebabkan interpretasi aturan yang diskriminatif.Â
Sementara itu, Wakil Menteri Hukum & HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menjelaskan, pada Pasal 469 RUU kitab undang-undang hukum pidana sudah diatur aturan pidana bagi perbuatan cabul yg dilakukan sang sesama jenis juga tidak sinkron jenis kelamin, lantaran aturan pada RUU kitab undang-undang hukum pidana netral terhadap gender.
"Namun terdapat beberapa rumusan contohnya aturan pidana bagi perbuatan cabul pada situ telah terdapat. Misalnya, perbuatan cabul itu baik terhadap versus jenis juga terhadap sejenis. Tapi kita nir mengungkapkan secara eksplisit," celoteh laki-laki yg akrab disapa Eddy itu waktu menanggapi.
"Di RKUHP memang tak ada kata LGBT. Tapi ada ancaman bagi pidana kesusilaan dan hubungan seks sesama jenis dalam situasi dan cara tertentu," kata Mahfud lewat akun Twitter pribadinya.
Menyikapi soal isu LGBT dalam RKUHP, Hartoyo dari Suara Kita menyatakan bahwa yang menginginkan kriminalisasi itu adalah kelompok intoleran.
"Saya yakin, kelompok intoleran mengangkat isu ini bukan karena isu LGBT nya yang disasar, tapi politik kekuasaan yang lebih besar menggunakan LGBT. Dipakai lah itu untuk menghantui publik dan kemudian mengusulkan kriminalisasi setelah mereka kalah di UU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual). Mereka tak punya suara, baik di luar Senayan maupun di dalam Senayan." Katanya.
Politikus Demokrat itu mengatakan, dibutuhkan penjelasan yang dapat dipahami oleh masyarakat awam pada umumnya.
Hal tersebut demi menghindari kesalahpahaman publik terkait LGBT.
"Sehingga masyarakat dapat memahaminya secara lengkap, jadi saya memohon sekali lagi penjelasan Wamenkumham dan tim apakah hal ini sudah benar-benar clear di publik" katanyaÂ
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI