Pihak pemerintah desa pun akan selalu welcome terhadap keberbedaan agama maupun kepercayaan, yang terpenting adalah kejelasan dari pemeluknya sehingga tidak membuat bingung penduduk dalam pergaulan bermasyarakat.
“Waktu saya ikut pertemuan Forum Kerukunan Umat Beragama, kebetulan saya sebagai perangkat desa, saya usul kita jelas saja kalau memang Ngestika Sampornan lepas dari Islam dan yang lepas dari Budha, seandaianya meninggal ya dengan tata cara aliranya dia jangan nggandul agama lain begitu,” ucap Kadus Candi.
Keadilan dan ketidakberpihakan aparat desa pada salah satu agama adalah cara membangun sebuah kerukunan antar umat beragama, agar tidak melahirkan kecemburuan di antara penganut agama maupun kepercayaan. Jadi, jelas mereka berpegang teguh pada masing-masing keyakinannya.
“Untuk membina kerukunan dan ketidakcemburuan penduduk, saya pernah memberikan kebijakan pada saat warga Kristen hendak membangun Gereja lagi, padahal sudah ada dua gereja sebelumnya yaitu di dusun Jambe dan Trayu. Kita kan tahu ada peraturan Undang-undang tentang ijin mendirikan bangunan tempat ibadah, kebetulan saya muslim, ketika saya langsung melarang, kan tetap yang terkena efek saya. Oleh karena itu ya sudah monggo, akan tetapi jangan bicara kalau itu untuk tempat ibadah akan tetapi sebagai giliran saja,” pungkas kepala dusun Candi, bapak Eko Sugianto.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H