Mohon tunggu...
Desy Marianda Arwinda
Desy Marianda Arwinda Mohon Tunggu... Freelancer - flight through writes

Hidup lebih hidup dengan menulis!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Paradoks dan Hari-Hari Perayaan Festival Sastra

17 Juni 2023   00:56 Diperbarui: 17 Juni 2023   00:59 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pinterest.com/SeattleMindsetLifeCoach/

Aku mengira kakakku tak percaya pada tulisan-tulisanku, saat ia menentang keputusanku kala itu, aku sesenggukan di perjalanan pulang dari kantor. Rupanya, ada sesuatu yang luput kakak utarakan, ya? Apapun yang belum aku dengar, belum tentu seburuk itu. Dan masih banyak percakapan-percakapan yang belum aku dengar dan tak pernah melibatkanku, sebab Tuhan menjaga agar aku tak terluka terlalu jauh.

"Bagaimana kalau keputusanku tidak tepat, kak?"

Kakakku menambah laju kendaraan, meliuk-liuk di jalan, sambil sesekali memastikan apakah aku masih terjaga atau malah tertidur.

"Perasaanmu bagaimana setelah mengambil keputusan itu?"

Aku malah berpikir alih-alih meraba perasaanku. Tapi aku tak kehilangan jawaban untuk pertanyaan itu.

"Aku lebih tenang kak"

Kakakku menambah kecepatan lagi, setelah melewati lampu merah di sekitar pintu 1 Universitas Hasanuddin. Aku masih menanti tanggapannya karena perjalanan kami masih lumayan jauh menuju rumah. Masih lengang, entah apa yang ada di benak kakakku.

"Berarti keputusanmu sudah tepat, tidak perlu ragu kalau sudah dipertimbangkan dengan matang. Ukur kapasitasmu jangan paksakan apapun".

Aku menjadikan tanggapan itu sebagai penutup percakapan kami di atas motor. Entah mengapa udara Makassar kian terasa dingin, tapi juga terasa hangat. Paradoks. Seperti kakakku yang menjadi kritikus nomor satu pada pilihan-pilihan karir dan masa depanku. Eh ralat, kritikus nomor dua setelah bapak. Tapi disisi lain, kakakkulah yang paling siap membantuku ketika terjadi hal buruk diluar perencanaanku. Kakakkulah yang paling pertama mencari dan menanyakan keberadaanku. Kakakkulah yang akan selalu bersedia menjemputku dimalam terakhir festival sastra dan selalu memastikan perjalananku baik-baik saja.

Tak ada yang lain, satu-satunya manusia paradoks yang menguatkan tiap retakan langkah dan ketidaksempurnaan perjalananku. Seutuhnya, selalu kuucapkan terima kasih di sepanjang perjalanan hidupku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun