Nama : Desy Fitriana Kurniyanti
Kelas : HES 5 C
Dosen : Dr. Muhammad Julijanto, S.Ag., M.Ag.Â
Masyarakat dalam hal penyimpanan dana atau harta yang dimilikinya pasti menginginkan cara penyimpanan yang dapat menjamin keamananya serta bagi umat muslim dapat memilih untuk menyimpannya di pembiayaan yang berlabelkan syariah. Namun pada kenyataanya sering ditemukan adanya kasus di bank pembiayaan baik yang berlabelkan syariah maupun konvensional yang malah merugikan para nasabah.
 Seperti kasus yang viral di masyarakat mengenai bangkrutnya Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Mojo Artho kota Mojokerto, yang ditandai dengan dicabutnya izin usaha oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada awal tahun 2024. Pencabutan izin usaha ini disebabkan oleh pengelolaan yang tidak sehat dan dilakukan demi menjaga stabilitas industri perbankan serta untuk melindungi para nasabah.Â
Dari penelusuran lebih lanjut ternyata ada indikasi kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh jajaran internal pihak bank yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp. 30 miliar rupiah. Dalam perkembagan kasusnya beberapa pihak telah ditetapkan sebagai tersangka, karena terbukti menyalahgunakan wewenangnya dengan menyetujui pemberian maupun restrukturisasi pembiayaan yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang merugikan BPRS sebagai BUMD Pemkot Mojokerto.Â
Dalam pemberian kredit kepada nasabah dilakukan dengan analisis yang tidak sesuai dengan prosedur yang ditetapkan, sehingga berdampak pada kacaunya keuangan di BPRS Syariah Mojo Artho tersebut. Hal ini juga berdampak pada tidak bisa dicairkannya dana tabungan dan deposito milik para nasabah yang jelas sangat merugikan dan membuat kekhawatiran akan hilangnya dana yang telah disimpan di BPRS Mojo Artho tersebut.Â
Kaidah-kaidah hukum yang terkait dengan kasus BPRS Syariah Mojo Artho tersebut diantaranya:Â
1. Prinsip syariah, didalam menjalankan usahanya BPRS Syariah Mojo Artho harus mengikuti prinsip-prinsip syariah yang meliputi larangan riba, gharar, maysir, dan haram. Namun didalam kasus ini pihak pegawai yaitu pihak internal bank sudah melanggar larangan terkait gharar atau ketidakpastian yang berdampak serius pada keuangan bank. Ketidakpastian ini terdapat pada pelaksanaan analisis kredit pada nasabah yang sudah menyalahi aturan dari bank itu sendiri.Â
2. Perjanjian akad, akad yang digunakan dalam transaksi harus jelas dan transparan. Namun dalam pelaksanaanya dalam BPRS Syariah pelaksanaan akad dilakukan dengan tidak mempertimbangkan prinsip kehati-hatian dengan meloloskan nasabah kredit yang mungkin bermasalah. Hal ini menyalahi perjanjian akad karena dari pihak bank yang menyetujui hanya perseorangan yang berdampak pada kerugian pihak bank.
3. Regulasi Otoritas Jasa Keuangan, BPRS Syraiah Mojo Artho harus mematuhi regulasi yang telah ditetapkan ojk terkait operasional lembaga keuangan syariah, termasuk dalam hal perlindungan konsumen.