Media sosial diramaikan dengan narasi pemerintah akan meliburkan sekolah (tidak termasuk perguruan tinggi) selama satu bulan pada bulan Puasa Ramadan 1446 H/2025. Â Padahal ini masih sebatas wacana saja, belum diputuskan resmi. Â Demikian disampaikan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) RI Abdul Mu'ti.
"Nanti tunggu aja, karena libur ini harus diputuskan bersama lintas kementerian," kata Mu'ti setelah mengecek pemberian program makan bergizi gratis di SMP 12 Semarang, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang, dilansir detikJateng, Senin (6/1/2025). Â Dikutip dari: detik.com
Kebijakan libur sekolah satu bulan penuh saat Ramadan sebelumnya pernah diterapkan pada era pemerintahan Presiden ke-4 RI, Abdurahman Wahid atau Gus Dur. Â Tetapi seiring perubahan dinamika saat ini, rasanya wacana ini kurang tepat untuk dijalankan kembali. Â Jikapun diberlakukan, maka sebaiknya dilakukan penyesuaian.
Terlepas dari keyakinan yang beragam di negeri ini. Â Masihlah sangat berbekas carut marutnya proses belajar mengajar di saat pandemi kemarin, dan dampaknya. Â Meski katakanlah libur puasa ini hanya 1 bulan. Â Sedangkan pandemi jangka waktunya jauh lebih panjang.
Tetapi tidak salah jika bercermin dan menjadikan pandemi sebagai pembelajaran berharga. Â Kemudian zaman/ kondisi sudah berubah. Â Di mana kehidupan saat ini semakin berat. Â Maka perlu dipikirkan matang, bagaimana dengan anak-anak ini nantinya di rumah. Â Sementara orang tuanya pergi bekerja. Â Belum lagi kita membahas proses belajar yang tertinggal karenanya. Â Di lain pihak mungkin ada pendapat mengatakan, "Bagaimana jika belajar secara daring/ online saja?"Â
Maka perlu kita menanyakan kembali, "Apakah ada jaminan mereka akan hadir ketika online? Â Lalu bagaimana dengan masalah kuota, tanggungjawab siapa? Â Bagaimana pula dengan anak-anak yang dipelosok?"
Wacana ini masih memerlukan pembahasan cermat hingga lintas kementrian.. Â Salah satu pendapat adalah dari Wakil Ketua Komisi X DPR Lalu Hadrian Irfani yang mengatakan, jika wacana libur sekolah selama sebulan saat bulan Ramadhan 2025 terealisasi, itu bukan berarti para siswa hanya berdiam diri di rumah. Â Usulannya agar peserta didik lebih mengisi waktu libur mereka dengan kegiatan keagamaan. Â Tetapi kembali pertanyaannya, "Bagaimana dengan peserta didik non-Muslim?"
Berikut adalah dampak yang perlu dipertimbangkan, yaitu:
- Ketimpangan atau rasa keadilan pada peserta didik non-Muslim yang "terpaksa" ikut diliburkan
- Learning loss, atau waktu yang hilang akibat proses belajar "terhenti" sementara. Â Sangatlah mungkin anak lebih memilih gawai ketimbang belajar mandiri di rumah.
- Jika daring menjadi opsi, maka siapa yang bertanggungjawab terhadap kuota anak. Â Sementara kondisi ekonomi rakyat saat ini semakin berat.
- Potensi meningkatnya kekerasan pada anak di rumah disebabkan orang tua kehilangan kendali kesabaran. Â Serta tindakan kekerasan anak, semisal tawuran dan sejenisnya. Â Ini bercermin dari situasi belajar daring saat pandemi kemarin.
- Bagaimana gaji guru dan uang SPP, sebab untuk sekolah swasta uang SPP tetap berjalan sekalipun nantinya libur. Â Sedangkan untuk guru madrasah swasta misalnya. Â Terutama untuk daerah dengan anggaran minim, mereka khawatir penghasilannya ikut berkurang.
Saran, mungkin yang bisa dilakukan selama bulan puasa adalah mengurangi jam belajar, mengganti pelajaran olahraga menjadi teori saja, dan meniadakan ekstrakurikuler (ekskul) .  Kemudian, katakanlah bagi non-Muslim diizinkan pulang lebih cepat.  Sedangkan bagi peserta didik Muslim mereka diadakan pesantren kilat tanpa kewajiban menginap misalnya.  Tentunya  di sini dengan tetap memperhatikan kurikulum berjalan bisa terpenuhi.
Kita sepakat untuk menghormati bulan puasa sebagai ibadah saudara Muslim kita. Â Tetapi alangkah baiknya juga untuk menyimbangkan antara ibadah dan kegiatan pendidikan berjalan berdampingan. Â Ini juga menjadi pengalaman spritiual peserta didik Muslim untuk tetap kuat menjalankan ibadahnya.
Bahwa di negeri ini ada 6 agama yang berbeda. Â Sejatinya di bulan puasa juga bisa melatih dan mendidik peserta didik untuk bisa bertoleransi. Â Artinya bulan puasa juga menjadi momentum untuk mengintegrasikan nilai-nilai agama dan pendidikan tanpa mengorbankan hak siswa untuk belajar. Â Salam toleransi!
Sumber
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI