Aku tersenyum dan sekaligus ngilu. Â Bagaimana tidak, karena diriku juga memiliki dua buah hati. Â Hanya saja nasib mereka lebih baik dari bocah luarbiasa ini. Â "Aku mau dong ini semua." Â Kataku sambil mengambil, dan sekaligus menghabiskan 5 kotak kue yang tersisa dari tas jualannya.
"Nah ini buat kamu, kasih ibumu yah. Â Janji kamu harus terus sekolah, dan jadi orang hebat." Â Kataku sambil memberikan dua lembar uang kertas berwarna merah.
Tidak bisa aku lupakan wajah bahagianya ketika itu. Â "Terima kasih banyak bu. Â Hari baik, karena belum sore kue buatan ibu sudah habis. Â Saya bisa langsung pulang dan belajar. Â Kebetulan besok ulangan. Â Iya janji, saya pasti sekolah supaya jadi orang hebat. Â Supaya nanti bisa nyenengin ibu saya." Â Katanya sambil memasukkan kueku ke dalam kantong plastik.
Di lain waktu, beberapa kesempatan aku melihatnya dikerubungi karyawan dan karyawati ketika di jam makan siang. Â Aku hentikan langkahku sejenak dan melihatnya sibuk melayani pembeli dengan ramahnya. Â Ku sempatkan memberikan semangat, "Laris manis yah."
Begitulah cerita pertemuanku dengan bocah lelaki penjual kue di sebuah mall dekat rumahku. Â Tidak hanya kali itu saja aku membeli kuenya. Â Tetapi juga di beberapa kesempatan. Â Sekaligus kami bercakap tentang sekolahnya. Â "Ibu...." Â Suaranya memanggilku jika dilihatnya aku lebih dulu.
Kami lalu bercakap tentang harinya di sekolah. Â Senang mendengar ceritanya tentang sekolah dengan penuh semangat. Â "Saya senang bisa membantu ibu saya. Â Saya senang bisa belajar banyak di sekolah. Â Ibu saya bilang, sekolah itu penting supaya tidak jadi orang susah seperti kami ini. Â Jika bodoh jadi susah, dan akhirnya miskin. Â Nggak boleh ngeluh bu, harus belajar dan bekerja, ibu bilang begitu." Â Katanya polos menutup pembicaraan kami. Â Lalu seperti biasa, aku menghabiskan daganganya yang hari itu tinggal 1 kotak kue pastel.
Aku terenyuh sebab kehidupan keras telah membentuk dan mengajarkan kepadanya pentingnya pendidikan dan arti bersyukur. Â Sementara di luar sana tidak sedikit anak-anak yang terlena karena dimanjakan kehidupan di zona nyaman.
Tulisan ini buat kamu nak. Â Sekaligus catatan pribadi untukku. Â Semoga Tuhan memberkati.
Jakarta, 7 Juni 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H