Tahun ini lebaran menjadi sangat berbeda untukku. Â Kenapa berbeda, karena tahun ini si kakak putriku mudik. Â Heheh...iya, mudik dari kota tempatnya kuliah, dan kembali ke Jakarta. Â Ngumpul bareng bersama kami keluarganya. Â Meski sebenarnya, kami tidak berlebaran. Â Tetapi, suasana lebaran tentunya berbeda sekali di negeri yang mayoritas Muslim ini.
"Kak, sudah keluar surat resmi dari fakultasnya? Â Bagaimana kak, kapan libur lebarannya? Â Terus kegiatan kakak sendiri bagaimana? Â Bisa khan langsung kembali ke Jakarta? Â Ini lebaran loh kak, dan beda dengan arus balik kalau Natal. Â Ngerilah kereta api khawatirnya penuh kak. Â Terus penghuni kost juga pastinya kebanyakan mudik." Â Begitu panjang kali lebar aku sejak jauh hari mengingatkan putriku.
Belajar dari pengalaman tahun lalu saat libur Natal. Â Jujur ngeri sedap membiarkan si kakak di kost ketika kebanyakan anak pulang berkumpul bersama keluarga di rumah. Â Bagaimana tidak, tahun lalu seorang anak kost ditemukan (maaf) mati terbunuh di tempat kostnya ketika dirinya sedang bersiap mudik karena libur Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Maksud hati dirinya istirahat sejenak sebelum ke stasiun. Â Tetapi umur berkata lain. Â Tempat kostnya dimasuki penjahat, dan berujung kematian si anak kost. Â Sebab seluruh penghuni kost sudah kembali ke kampungnya. Â Sudah bukan rahasia lagi kejahatan di saat musim mudik ikutan meningkat. Â Di mana kejadian terekam di CCTV kost dan menjelaskan hari naas tersebut.
Singkat cerita, maka sekalipun libur lebaran tidaklah sepanjang Nataru. Â Tetap aku meminta putriku untuk mudik. Â Inilah yang kami, aku dan putriku persiapkan jauh hari:
- Memesan tiket kereta api pergi dan pulang, segera setelah mendapat konfirmasi libur perkuliahan.
- Memberitahu kepada ibu kost
- Mencari tahu adakah anak kost lainnya yang juga mudik searah dan di hari yang sama
- Mempersiapkan/ meminta tolong kerabat untuk mengantarkan putriku ke stasiun.
- Memastikan seluruh tugas kuliah dan tanggungjawab putriku sudah aman.
Berjalannya waktu, sebagai ibu, aku terus mengingatkan putriku untuk memastikan tugas kuliahnya tuntas. Â Termasuk memastikan ketika itu tidak ada lagi ujian ataupun remedial. Â Yup, kebetulan libur lebaran dimulai setelah ujian tengah semester (UTS).
Hingga mendekati dan di hari "H", maka inilah yang kami komunikasi sebelum dirinya meninggalkan kost:
- Memastikan kondisi tubuh sehat.
- Seluruh pakaian sudah dilaundri. Â Sehingga tidak ada tumpukan pakaian kotor di kamar.
- Tidak ada makanan tersisa di kost selama mudik
- Meninggalkan kamar dalam kondisi bersih dan rapi.
- Tidak meninggalkan barang berharga di kost.
- Perlengkapan pribadi semisal sepatu ataupun sapu dimasukan ke kamar kost
- Mematikan AC, lampu dan aliran listrik di kamar
- Menurunkan token listrik
- Memastikan berulang kamar kost sudah terkunci, dan jendela tertutup aman.
- Bawalah barang seperlunya saja.
- Pamit dan meminta izin kepada Ibu Kost.
- Titip lihat jika ada teman kost yang belum/ tidak mudik.
- Berhati-hati selama perjalanan mudik.
Ehhhmmm.... kira-kira begitulah pakem ala diriku. Â Meski sebenarnya tidaklah jauh berbeda semisalnya kita mudik atau berlibur meninggalkan rumah untuk beberapa hari. Â Hanya saja, biasanya kalau pergi liburan jauh dan meninggalkan rumah kosong. Â Maka, kebiasaanku meminta tolong tetangga dan juga Pak RT di lingkungan kami untuk titip lihat. Â Tentunya, komunikasi sesekali dilakukan via WA. Â Sekedar menanyakan kondisi rumah saat ditinggal. Â Hal yang sama pun dengan mudik putriku.
Sesaat putriku sudah berangkat menuju stasiun. Â Maka diriku langsung menghubungi ibu kost. Â Paling tidak memastikan kamarnya sudah terkunci, dan token sudah diturunkan. Â "Nggih, sudah aman dan sudah pamit juga bu tadi anaknya ke saya." Â Begitu ramah jawaban WA si ibu.
"Matur nuwun sewu ibu. Â Selamat menyambut lebaran." Â Kataku kemudian.