Tidak ada orang tua yang tidak mencintai anaknya. Â Bahkan harimau sekalipun yang terkenal garang, tidaklah memakan anaknya. Â Kira-kira demikian perumpaan besarnya cinta kasih orang tua kepada buah hatinya. Â Namun, miris ketika kini bentuk cinta orang tua kepada anak sering kebablasan. Â Entah karena ketidaktahuan, menggampangkan atau karena menutupi rasa bersalah karena ketidakhadirannya.
Jujur sudah lama ngeri melihat gaya generasi anak sekarang. Â Sehingga melihat kasus Mario Dandy Satriyo, tersangka kasus penganiayaan terhadap Cristalino David Ozora katakanlah contoh satu dari sekian "cerita" bom waktu yang meledak. Â Seharusnya ini menjadi tamparan yang menyadarkan kita semua. Â Fakta lalai atau acuhnya keluarga mengenalkan arti kerja keras untuk membentuk pribadi yang tangguh.
Jelas kerja keras berbeda arti dengan membesarkan anak dengan kekerasan. Â Mengenai ini kita sepakat zaman sudah sangatlah berbeda. Â Tidaklah tepat kita aplikasikan cara mendidik orang tua kita atau bahkan zaman kita kepada buah hati kita generasi sekarang. Â Sehingga cara-cara membesarkan dengan tangan besi, intimidasi, dibentak ataupun main fisik sudahlah jadul sekali.
Ibaratnya, dulu, menatap mata orang tua yang sedang menasehati saja dianggap menantang. Â Tetapi kini, justru sebaliknya karena dalam berkomunikasi harus melihat orang yang diajak berbicara. Â Bukankah demikian?
Melihat fenomena sekarang ada sedikit cerita. Â Aku pernah melihat beberapa teman dari anak-anak, yang bahkan di usia kelas 6 SD saja tidak bisa mengingkat tali sepatu. Â Bahkan ada satu di antara mereka yang khusus memiliki bibik untuk mengangkat tas sekolah setiap kali masuk dan pulang sekolah.
Wow.... pemandangan yang ngeri sedap. Â Membayangkan kehidupan mewah macam apa yang sedari dini telah dinikmati si anak. Â Betapa kocaknya menurutku, bahkan untuk membawa tas sekolahnya saja butuh orang lain? Â Pertanyaannya adakah jaminan di masa depan si anak dipastikan menikmati kemewahan atau kenyamanan yang sama seperti orang tuanya?
Roda berputar adalah sebuah fakta yang harus diketahui anak. Â Anak juga harus diberikan pengertian bahwa kenyamanan yang dinikmati adalah keringat orang tuanya. Â Sebab orang tuanya bekerja keras demi memberikan pendidikan dan kehidupan yang terbaik untuknya. Â Artinya jangan anak terlena, gegabah mengklaim dirinya anak si A, ataupun B dengan jabatan mentereng begini dan begitu orang tuanya.
Baik, katakanlah zaman berubah. Â Tetapi bagiku cukup prihatin melihat di jenjang SMA anak-anak bersekolah sudah mengendarai sendiri mobil mewahnya. Â Katakanlah atas sepengetahuan orang tuanya. Â Tetapi, permasalahannya bahkan belum tentu mereka sudah memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM). Â Serta tidakkah ini terlalu berlebihan? Â Contoh lainnya lagi, kini "biasa" anak usia belia memiliki gadget yang harganya selangit. Â Sekali lagi, padahal apakah sudah tepat baik waktu dan peruntukkannya?
O...iya dong, pasti akan ada celoteh. Â "Lah...suka-suka kami dong. Â Ini khan anak kami, dan ini uang kami. Â Kami kerja khan untuk anak! Â Memangnya dipikirnya kami selama ini ngapain banting tulang habis-habisan kalau bukan untuk anak?" Â Ehhhmmm.... kira-kira begitulah pembelaan yang sekaligus pembenaran ala dipaksakan menurut pendapatku pribadi.
Padahal yang (akan) terjadi, adalah peluang anak tumbuh menjadi pribadi yang rentan. Â Faktanya, dia tidak mengenal arti kerja keras karena segala sesuatu didapat dengan mudah tanpa harus berkeringat seperti kedua orang tuanya. Â Dirinya terus dibuai dan dikenyangkan dengan kenyamanan serta kemewahan yang justru menjerumuskan. Â Hal inilah yang harus diluruskan dan diperbaiki orang tua kepada buah hatinya.