Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Lucunya HT "Serang" Menkominfo di Tengah Keprihatinan Jokowi

13 Februari 2023   04:17 Diperbarui: 13 Februari 2023   07:03 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://kabar24.bisnis.com/

Menkominfo Johnny Plate kembali "diserang" Executive Chairman MNC Harry Tanoesoedibjo (HT) saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan keprihatinannya menyoal sekitar 60 persen belanja iklan media konvensional berkurang karena telah diambil oleh media digital platform asing.

"Keberlanjutan industri media konvensional juga menghadapi tantangan berat.  Saya mendengar banyak mengenai ini, bahwa sekitar 60 persen belanja iklan telah diambil oleh media digital terutama platform-platform asing," kata Jokowi dalam sambutannya pada Puncak Peringatan Hari Pers Nasional Tahun 2023 di Medan, Sumatera Utara, Kamis, 9 Februari 2023.  Dikutip dari: tempo.com

Ehhhmmm...ada yang menggelitik ketika mencermati respon HT yang seolah menemukan celah untuk menyuarakan nasionalisme ala dirinya.  Kenapa demikian, sebab di saat bersamaan rupa-rupanya masih belum move on dari kebijakan suntik mati analog atau Analog Switch Off (ASO).

"Saya sepakat dan berterima kasih atas perhatian, dukungan, dan nasionalisme yang ditunjukkan Presiden Jokowi atas konten yang dikonsumsi anak bangsa dan pertumbuhan serta keberlangsungan industri media nasional," kata HT dalam keterangan resminya, Sabtu (11/2/2023).  Dikutip dari: sindonews.com

"Kebijakan ASO di seluruh Pulau Jawa oleh Menkominfo mengakibatkan banyak pemirsa televisi yang tidak bisa nonton televisi, kecuali menggunakan STB, Set-Top-Box.  Akhirnya, publik banyak beralih nonton konten di platform digital asing," ujar HT.  Dikutip dari: sindonews.com

Hahah....serius ini kocak sekali!  Nasionalis, tetapi kok abu-abu yah?  Jelas ASO bukanlah kebijakan Menkominfo Johnny Plate pribadi.  Melainkan perintah undang-undang dan sudah lama dikoordinasikan dengan para pemilik stasiun televisi.  Bahkan ASO adalah keputusan dunia internasional yang diputuskan oleh International Telecommunication Union (ITU) sejak belasan tahun yang lalu.  Serta faktanya di Asia Tenggara, hanya Indonesia dan Timor Leste yang belum menerapkan ASO.  Adapun terkait STB, Menkominfo membantu kok pengadaannya bagi masyarakat yang terkendala secara ekonomi.

Mari sebentar merujuk ke belakang.  Diketahui sebelumnya empat stasiun TV milik HT di bawah naungan MNC Group, yakni RCTI, MNC TV, INews, dan GTV membandel belum mematikan siaran TV analog miliknya ketika sudah melewati batas akhir ASO pukul 24.00 WIB pada 2 November 2022 lalu.  Sehingga berujung drama debat kusir berjilid dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.   Ketika itu tegas pemerintah mengatakan akan mencabut izin stasiun radio mereka jika masih melakukan siaran secara analog.

Teringatnya, yah...kok...drama sekali.  Seolah HT narasikan turunnya belanja iklan di media konvensional gegara ASO?  Padahal bicara ASO, jelas dampak dari beralihnya sistem analog ke digital akan menghasilkan penggunaan spektrum frekuensi 700 MHz yang lebih efisien.  Nantinya untuk mewujudkan internet cepat yang lebih merata.  Kemudian efek berganda di sektor ekonomi digital, tambahan pemasukan APBN dari sektor Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).  Selain itu juga akan terjadinya potensi peningkatan PDB (Produk Domestik Bruto).  Artinya dengan digital, penggunaan frekuensi radio jauh lebih bermanfaat untuk banyak hal nantinya.

Tentunya tidak terjadi secara kilat.  Bukankah wajar jika dalam sebuah kebijakan kita belajar dari kekurangan yang ada dan dilakukan perbaikan.  Seperti halnya keprihatinan Jokowi yang tidak dapat dipungkiri saat ini, dan menjadi keprihatinan kita bersama juga harusnya.  Prihatin karena di era digital belanja iklan media konvensional justru turun, serta tragisnya didominasi platform asing.

Merujuk tempo.com ngeri sedap melihat saat ini sepak terjang Tik Tok yang secara global berhasil meraup iklan sebesar Rp 158 triliun.  Bandingkan dengan Indonesia yang hanya di angka Rp 135 triliun di tahun yang sama.  Angka tersebut pun melebihi pendapatan gabungan dari saingannya, Twitter, dan Snap. Twitter dan Snapchat masing-masing diprediksi menghasilkan US$ 5,58 miliar dan US$ 4,86 miliar dari pendapatan iklan pada 2022.

Bisa dibayangkan jika Indonesia tidak bergegas, dan melakukan pembiaran.  Apakah tidak menyedihkan ketika digital tidak menjadikan kondisi Indonesia lebih baik dari konvensional?  Sehingga, naif mengetahui HT menyerang Menkominfo bermodal amunisi ASO?  Sementara saat ini yang harusnya dilakukan adalah bebenah.  Lha....kok justru berisik, karena terusik?

Adapun yang tengah diupayakan Menkominfo adalah mewujudkan rencana Jokowi menerbitkan Perpres Publisher Rights.  Di mana Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo, Usman Kansong, menyebutkan dua substansi dalam aturan terkait hak penerbit. yaitu:

  • Platform harus bekerja sama dengan media di Indonesia saat hendak menyampaikan berita di platform mereka.
  • Perpres Hak Penerbit akan memberikan hak kepada Dewan Pers untuk mengontrol, mengawasi, dan memediasikan kerjasama antara platform dan media, karena pemerintah tidak akan membentuk badan khusus baru.

Kemudian Menkominfo Johnny Plate juga menyatakan bahwa naskah ini akan menjadi dasar usulan payung hukum mengenai hak penerbit yang akan diajukan kepada Jokowi.  Adapun, pada 27 Januari 2023 lalu, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah menyerahkan Rancangan Perpres publisher rights kepada Presiden untuk mendapatkan izin prakarsa hak tersebut.

Kembali kepada celoteh HT yang tidak ada angin, topan dan badai, sangatlah tidak nyambung yang dikatakannya tersebut!  Tidak ada korelasi antara ASO dengan kondisi belanja iklan.  Mengenai pilihan menonton Tik Tok, Youtube ataupun platform asing lainnya adalah pilihan bebas masyarakat di tengah ketatnya persaingan media di era digital! 

Justru dengan ASO bahkan diharapkan dapat memicu pertumbuhan dan perkembangan siaran televisi komunitas di seluruh Indonesia.  Adapun merosotnya belanja iklan yang menjadi isu saat ini, jelas terjadi karena ketidaksiapan Indonesia mengatur kerjasama dengan platform asing, serta menghidupkan fungsi kontrol Dewan Pers.

Inilah yang menjadi intropeksi untuk diperbaiki.  Sekaligus menyadari bahwa era digital adalah era yang kompetitif.  Tetapi jangan jadi pembenaran, kita justru terjajah di era digital karena dominasi asing.

Singkatnya, bukanlah langkah yang mudah membawa Indonesia menuju era digital.  Sekalipun demikian tidak mengurungkan Menkominfo untuk terus melakukan perubahan.  Bukan untuk kepentingan segelintir.  Melainkan untuk kepentingan dan kemajuan Indonesia.  Seharusnya inilah nasionalis!  Mengedepankan kepentingan bangsa diatas segala.  Bukankah demikian, dan biarkan saja fakta yang berbicara.

Sumber

https://bisnis.tempo.co/read/1689551/jokowi-sedih-belanja-iklan-direbut-platform-asing-tiktok-raup-rp-158-triliun-dari-iklan

https://nasional.sindonews.com/read/1020027/15/jokowi-sedih-60-belanja-iklan-media-diambil-platform-asing-ht-soroti-kebijakan-johnny-plate-1676088129

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun