Bayangkan, anak-anak yang telah belajar habis-habisan, dan kemudian merasa dicampakkan dan kehilangan percaya diri. Â Mereka yang merasa yakin bisa mengerjakan. Â Apalagi berbekal nilai Try Out (TO) cetar dari bimbel terpercaya, dimana dirinya selalu ranking 1, nyatanya harus terjun bebas mendapatkan zonk.
Disinilah Mandiri jadi jawaban, tampil sebagai dewa penyelamat! Â Keadilan untuk anak-anak yang kecewa. Â Terlepas karena dirinya asli gagal, ataupun karena faktor Joki yang bekerja sempurna sesuai pesanan si pemberi order. Â Kejam sih, gegara joki ada anak yang kehilangan bangkunya, karena dikalahkan rupiah! Â Uuuppss...maaf, apakah ini korupsi? Â Menurutku, iya!
Korupsi di institusi pendidikan bukan hal baru. Â Korupsi halus atau kecil-kecilan bahkan malang melintang sadar atau tidak disadari. Â Misalnya, pesan halus mau wali kelasnya siapa, ataupun mau sekelas dengan siapa saja. Â Ada ongkosnya?Â
Heheh...tanyakan saja pada rumput yang bergoyang atau dinding yang diam tapi menjadi saksi. Â Singkatnya, pengertian adalah jawaban biasnya. Â Tidak hanya itu, bentuk-bentuk gratifikasi pun kerap terjadi dengan pembenaran,"Ini ucapan terima kasih. Â Kita peduli dengan sekolah dan lain sebagainya." Â Hahahah...padahal kita tahu gratifikasi yah sepupunya korupsi!
Kembali kepada pemberitaan celah korupsi pada jalur mandiri, pada hakekatnya tergantung individunya. Â Serta kembali kepada nilai institusi pendidikan, apapun tingkatannya. Â Sebab korupsi menyangkut moral, dan tidak cukup dengan boleh dan tidak boleh di mata hukum. Â Setidaknya inilah beberapa penyebab terjadinya korupsi atau seseorang tergoda korupsi, yaitu:
- Sifat tamak/ rakus
- Gaya hidup konsumtif ataupun gensi
- Moral atau nilai yang dianut
Jika kita kaitkan satu saja sebagai contoh, misalnya nilai yang dianut. Â Kita tahu baik secara agama maupun pendidikan kita sangat paham korupsi sama saja mencuri hak atau milik orang lain. Â Tetapi nyatanya dilakukan juga, yang bisa saja karena rakus dan tidak puas dengan apa yang dimiliki sekarang. Â
Sedangkan si pemberi "modal" dalam hal ini orang tua yang ngebet anaknya ingin di PTN, pun kurang lebihnya sama. Â Minus moral, rakus dan terjebak gaya hidup karena faktor gensi.
Tetapi semua akan mulus jika pendidikan sukses membentuk karakter. Â Menjadi cermin yang tidak hanya mencetak secaran intelektual tetapi juga membentuk manusia utuh. Â Pendidikan yang tidak mengajarkan lembar demi lembar halaman buku. Â
Tetapi pendidikan yang mencetak manusia berkarakter, siap bertarung, berani maju, memiliki empati dan jujur pada diri sendiri serta lingkungan. Â Singkatnya menurut kamus diriku, jika tidak bisa menjadi berkat, maka jangan menjadi beban. Â Kemana negeri ini dibawa jika institusi pendidikan saja tercemar akhlaknya!
Sumber: