Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Korupsi dan Kegagalan Dunia Pendidikan

29 Agustus 2022   19:19 Diperbarui: 29 Agustus 2022   19:42 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bayangkan, anak-anak yang telah belajar habis-habisan, dan kemudian merasa dicampakkan dan kehilangan percaya diri.  Mereka yang merasa yakin bisa mengerjakan.  Apalagi berbekal nilai Try Out (TO) cetar dari bimbel terpercaya, dimana dirinya selalu ranking 1, nyatanya harus terjun bebas mendapatkan zonk.

Disinilah Mandiri jadi jawaban, tampil sebagai dewa penyelamat!   Keadilan untuk anak-anak yang kecewa.  Terlepas karena dirinya asli gagal, ataupun karena faktor Joki yang bekerja sempurna sesuai pesanan si pemberi order.  Kejam sih, gegara joki ada anak yang kehilangan bangkunya, karena dikalahkan rupiah!  Uuuppss...maaf, apakah ini korupsi?  Menurutku, iya!

Korupsi di institusi pendidikan bukan hal baru.  Korupsi halus atau kecil-kecilan bahkan malang melintang sadar atau tidak disadari.  Misalnya, pesan halus mau wali kelasnya siapa, ataupun mau sekelas dengan siapa saja.  Ada ongkosnya? 

Heheh...tanyakan saja pada rumput yang bergoyang atau dinding yang diam tapi menjadi saksi.  Singkatnya, pengertian adalah jawaban biasnya.  Tidak hanya itu, bentuk-bentuk gratifikasi pun kerap terjadi dengan pembenaran,"Ini ucapan terima kasih.  Kita peduli dengan sekolah dan lain sebagainya."  Hahahah...padahal kita tahu gratifikasi yah sepupunya korupsi!

Kembali kepada pemberitaan celah korupsi pada jalur mandiri, pada hakekatnya tergantung individunya.  Serta kembali kepada nilai institusi pendidikan, apapun tingkatannya.  Sebab korupsi menyangkut moral, dan tidak cukup dengan boleh dan tidak boleh di mata hukum.  Setidaknya inilah beberapa penyebab terjadinya korupsi atau seseorang tergoda korupsi, yaitu:

  • Sifat tamak/ rakus
  • Gaya hidup konsumtif ataupun gensi
  • Moral atau nilai yang dianut

Jika kita kaitkan satu saja sebagai contoh, misalnya nilai yang dianut.  Kita tahu baik secara agama maupun pendidikan kita sangat paham korupsi sama saja mencuri hak atau milik orang lain.  Tetapi nyatanya dilakukan juga, yang bisa saja karena rakus dan tidak puas dengan apa yang dimiliki sekarang.  

Sedangkan si pemberi "modal" dalam hal ini orang tua yang ngebet anaknya ingin di PTN, pun kurang lebihnya sama.  Minus moral, rakus dan terjebak gaya hidup karena faktor gensi.

Tetapi semua akan mulus jika pendidikan sukses membentuk karakter.  Menjadi cermin yang tidak hanya mencetak secaran intelektual tetapi juga membentuk manusia utuh.  Pendidikan yang tidak mengajarkan lembar demi lembar halaman buku.  

Tetapi pendidikan yang mencetak manusia berkarakter, siap bertarung, berani maju, memiliki empati dan jujur pada diri sendiri serta lingkungan.   Singkatnya menurut kamus diriku, jika tidak bisa menjadi berkat, maka jangan menjadi beban.  Kemana negeri ini dibawa jika institusi pendidikan saja tercemar akhlaknya!

Sumber:

https://regional.kompas.com/read/2022/08/26/104223178/suap-rektor-unila-rp-75-miliar-pengacara-tak-ada-niat-memperkaya-diri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun