Film horor sering kali menimbulkan rasa penasaran. Tetapi, menurutku sebenarnya film tidak sekedar mengenai apa yang dilihat. Tetapi film juga "bernyawa" membawa kita larut dan berimajinasi dalam alur cerita. Sehingga penting sekali khususnya orang tua memastikan film yang tepat untuk ditonton oleh buah hatinya. Kenapa?Â
Karena tidak sedikit anak memiliki imajinasi berlebih setelah menyaksikan tayangan horor khususnya baik di televisi atau di layar bioskop.Â
Ini bukan mengarang bebas, tetapi pengalamanku pribadi dengan dua buah hati saat mereka di usia sekolah dasar.Â
Ceritanya sudah sangat lama, ketika secara terpisah keduanya bercerita dalam pelajaran Bahasa Mandarin sesekali diputarkan film. Kata Laoshi (sebutan guru dalam Bahasa Mandarin) "Supaya tidak bosan belajar terus," demikian penjelasan keduanya.
Kebetulan, aku termasuk orang tua rempong. Sehingga selalu aku menanyakan film apa yang diputar. Sekian waktu tidak ada masalah. Keduanya pun selalu menceritakan film yang ditontonnya.
Hingga di satu waktu seorang teman mengeluhkan putrinya yang belakangan ini terlihat cemas dan ketakutan.Â
Bahkan untuk tidur saja, putrinya ini harus memeriksa kolong tempat tidur karena merasa ada yang mengintainya. Â Kemudian terlihat was-was jika pintu lemari pakaiannya terbuka sedikit.Â
Singkat cerita, diketahui kemudian bahwa ketakutannya ini dikarenakan beberapa kali diputarkan film horor di kelas Bahasa Mandarin.
Disamber gledek rasanya! Segera aku menanyakan kepada anak sendiri, apakah selama ini mereka berbohong. Apakah mereka pernah atau akan ada rencana menonton film horor.
Dijawab keduanya, "Laoshi selalu memberikan pilihan film apa yang hendak ditonton bersama di kelas. Rencananya minggu depan bisa jadi horor karena mayoritas kelas penasaran." Â
Singkat cerita begitu mengetahui yang terjadi, aku memilih untuk menghadap kepala sekolah dan menceritakan semuanya secara lengkap, sekaligus dampak yang terjadi pada anak teman.Â
Sekalipun, pilihan film adalah suara mayoritas. Tetapi menurutku tidak seharusnya Laoshi memberikan pilihan tersebut kepada anak usia SD yang usianya sekitar 10 tahun. Bukankah film horor diizinkan ditonton minimal untuk usia 13 tahun?
Curhatku sebagai orang tua berujung tragis! Tidak tahu persisnya apakah dikarenakan kebetulan atau tidak. Rupanya sekolah mengambil kebijakan untuk menghentikan guru yang bersangkutan sebab dinilai memberikan dampak traumatis pada anak.Â
Sekalipun awalnya Laoshi bermaksud untuk memberikan suasana kelas berbeda.
Lebay? Sama sekali tidak, karena dampak traumatis tidak terlihat langsung seperti orang yang kejedot tembok lalu benjol. Melainkan yang terjadi adalah "kerusakan" yang tidak terlihat, dan bisa permanen. Inilah dampak yang dialami anak akibat menonton film horor, yaitu:
- Gangguan tidur, dikarenakan suasana dan suara pada film terbawa atau terngiang-ngiang dalam ingatan. Bahkan bukan tidak mungkin terbawa dalam mimpi.
- Phobia atau kecemasan, yang sering terjadi pada kebanyakan orang yang menonton horor. Terlebih anak yang sulit membedakan antara film dan dunia nyata. Akibatnya anak berhalusinasi dengan imajinasinya sendiri.
- Menjadi agresif, umumnya yang terjadi anak kerap meniru adegan di film untuk diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Sehingga adegan kekerasan yang ada di film horor, bisa jadi ikut terbawa dalam kehidupan nyata si anak.
- Simbol Catharsis, bahwa film horor memegang peran dalam mengembangkan pikiran negatif. Anak cenderung ketakutan dan memacu detak jantungnya, otot menegang, berkeringat, atau bahkan suhu tubuh turun.
Kondisi ini masih banyak belum disadari oleh orang tua. Jadi jangan harap ada pengawasan yang melekat. Bahkan banyak orang tua yang mengajak anaknya ikut menonton film horor! Lalu parahnya dengan dilabelin, "Jangan jadi penakut. Itu hanya film, tidak perlu takut!"
Miris, karena usia anak jauh di bawah orang dewasa, sementara orang dewasa saja sering kali terbawa ketakutan akibat menonton film horor. Apalagi anak yang secara umur belumlah matang untuk membedakan film dan kenyataan.Â
Aku saja trauma dengan film horor berjudul Clown, padahal aku menonton di usia dewasa pada sebuah tayangan televisi.
Inilah salah satu alasannya, saat menjadi orang tua, aku melarang kedua anakku menonton film horor!Â
Bagiku, film bukan sekedar tontonan, tetapi juga memiliki jiwa. Terlebih film horor yang umumnya akan menghantui pikiran sehingga kita larut dalam imajinasi.
Oleh karenanya, peran penting orang tua untuk berpikir tentang baik dan buruk yang akan dialami anaknya dengan memberikan tontonan yang sesuai dengan klasifikasi usia, serta pastinya manfaat film itu sendiri, apakah mendidik ataukah menghibur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H