Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

PSE, Ruang Digital, dan Kedaulatan Bangsa

4 Agustus 2022   04:10 Diperbarui: 4 Agustus 2022   04:33 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://techno.okezone.com/

Memasuki bulan Agustus selalu mengingatkan kita pada kemerdekaan.  Tidak terasa di tahun 2022 ini Republik Indonesia yang kita cintai memasuki 77 tahun merdeka.  Benar, secara fisik memang kita telah bebas dari penjajah.  Kita tidak lagi dijajah dan ditembaki!  Nyata pembangunan pesat terlihat di depan mata.  Bahkan Kemenkominfo pun tengah mengantar Indonesia memasuki era transformasi digital.  Berlahan tapi pasti, kita meninggalkan kehidupan konvensional dan beralih ke gaya hidup digital, dimana semua serba internet.  Tapi maaf, nyatanya sebuah perubahan tidak menjadikan mudah!

Kita ternyata tidak siap berubah, atau mungkin tidak mau berubah dan memilih hidup seperti katak dalam tempurung?  Terbukti dengan memanasnya isu kebijakan Kominfo mengenai PSE (Penyelenggara Sistem Elektronik) lingkup privat, ketika tegas Kominfo memblokir sejumlah platform yang hingga batas akhir 22 Juli 2022 masih bandel tidak melakukan pendaftaran.  Ironisnya masyarakat kita justru "membela" plafform yang tidak mendaftar.  Katakanlah disini Paypal dan Dota yang sempat belum mendaftar, dan mereka notabene platform asing yang mencari cuan di ruang digital Indonesia.

Tetapi brutal warganet justru menghujat Johnny Plate dan Kemenkominfo dengan narasi 1000 tahun mundur ke zaman jahilliyah!  Seakan Kominfo tidak peduli dengan pertumbuhan industri game di tanah air, dan Paypal yang telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat karena digunakan sebagai transaksi pembayaran.  Bla...bla...dan bla..bla...mengarang bebas!

Sejenak, mari kita berpikir jernih.  Apakah dipikir Kominfo melawak?  Jelas selama ini susah payah mengantarkan Indonesia memasuki era digital!  Lalu tetiba semua dibatasi?  Hahah...tolonglah kita dewasa bersikap!

Diterima atau tidak, tetapi inilah kelemahan masyarakat kita, kurang literasi!  Faktanya, kebijakan ini gaungnya sudah lama terparkir manis 2 tahun di rekam jejak digital Google menunggu batas akhir eksekusi!  Tidak hanya itu, payung hukumnya pun ada, yaitu Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat.  Sehingga artinya Kominfo disini berjuang menegakkan konstitusi!  Harusnya, kita bersama Kominfo, dan bukan berseberangan!  Bukankah demikian?

Oo...baiklah, tentu pro dan kontra akan selalu ada, anggaplah dinamika.  Tetapi, satu hal adalah bagaimana PSE telah menampar kita!   Ehhhmmm.....kok bisa?

Sangatlah tersentuh menyimak percakapan Johnny Plate ketika hadir sebagai tamu di Podcast Dedy Corbuzier.   Dikatakannya terkait PSE juga menegur kita sejauh mana mencintai Indonesia.  Bahwa saat ini Indonesia tengah memasuki fase ke 3 dari sebuah kedaulatan, yaitu kedaulatan digital.

Tepatnya perjalanan kedaulatan negeri ini adalah sbb:

1. Kedaulatan Kemerdekaan

Dimana para pejuang dan dua tokoh proklamator kita, Bung Karno dan Bung Hatta memperjuangkan Indonesia agar merdeka secara politik dan territorial.  Perwujudannya adalah proklamasi kemerdekaaan pada 17 Agustus 1945.

2. Kedaulatan Maritime

Kita mengenal lewat Deklarasi Juanda, selat dan laut diantara kepulauan Indonesia adalah wilayah dan kesatuan Republik Indonesia.  Kemudian ini disah juga oleh United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) bahwa Indonesia adalah negara maritim.

3. Kedaulatan Digital

Bahwa saat ini Indonesia tengah memasuki era transformasi digital.  Tentunya, kita tidak ingin nanti terjajah kembali oleh koloni-koloni yang menguasai ruang digital kita.  Oleh karenanya penegakkan hukum, yaitu pendaftaran PSE mutlak.

Tetiba penulis teringat pelajaran di masa kecil, bahwa sebuah negara memiliki 4 wilayah, yaitu:

  • Wilayah daratan
    Batas wilayah darat suatu negara terdiri dari batas alamiah, yakni batas yang terjadi secara alamiah seperti pegunungan, sungai, dan hutan, batas buatan yakni batas yang sengaja dibuat oleh manusia bisa berupa pagar tembok, kawat berduri, dan pos penjagaan, serta batas geografis.

  • Wilayah lautan
    Indonesia berdasarkan Konferensi Hukum Laut Internasional III di Jamaika yang diselenggarakan oleh PBB (UNCLOS) pada 10 Desember 1982, batas wilayah laut terdiri dari laut teritorial, zona bersebelahan, zona ekonomi eksklusif (ZEE), landas kontinen, dan landas benua.

  • Wilayah udara
    Wilayah udara suatu negara ditentukan oleh perjanjian internasional Konvensi Paris tahun 1919 dan Konvensi Chicago tahun 1944.  Adapun menurut Konvensi Paris, negara merdeka dan berdaulat berhak mengadakan eksplorasi dan eksploitasi di wilayah udaranya, seperti kepentingan radio, satelit, dan penerbangan.

  • Wilayah ekstrateritorial
    Wilayah suatu negara yang berada di luar wilayah negara itu, contohnya adalah kantor kedutaan besar suatu negara yang terletak di negara lain dan kapal asing yang berlayar di laut bebas dengan menggunakan bendera suatu negara.

Paham yah, begitu siaganya kita menjaga kedaulatan dengan memastikan ke-empat wilayahnya terjaga sempurna.  Tentunya wilayah udara kini termasuk ruang digital, seiring kemajuan zaman.  Artinya, sepenuhnya kita memiliki hak atas kedaulatan digital negeri ini dengan melakukan pendataan terhadap plafform yang berada di ranah digital.   Ruang yang tak dibatasi secara fisik ini di republik yang kita cintai ini.  Namun memilik potensi menjajah kita secara digital seiring masifnya pertumbuhan digital tanah air.

Perlu diketahui, Indonesia menempati no 4 terbesar di dunia dan no 1 di Asia dengan nyaris kurang lebih 77 persen penduduk Indonesia sudah menggunakan internet!   Ini bukan sekedar bicara jumlah.  Ini adalah potensi ekonomi digital yang menggiurkan bagi plafform penyelenggara sistim elektronik!  Ini cuan bagi mereka!

Lalu bagaimana dengan kita?  Apakah kita puas hanya di posisi konsumen saja karena asyik memainkan Dota, berselancar di Google ataupun bertransaksi di Paypal.  Sehingga buta bahwa kita ini sebenarnya mesin uang mereka!   Kemudian, bahwa ruang digital rentan terhadap kejahatan, misalnya judi online, prostitusi ataupun penyebaran hoaks yang nyampah di ruang digital.  Inilah yang dijaga oleh Kominfo dengan menerapkan kebijakan PSE!  Tidak untuk dicampuri platform penyelenggaranya.  Tetapi hanya untuk mendata dengan tujuan menciptakan ekosistem digital yang sehat!  Sehingga kita terhindar dari koloni penjajah di ruang maya.

Miris ketika mendapati justru warganet tidak bersama Kominfo menegakkan kedaulatan digital di negeri ini.  Kita yang memiliki ruang, tetapi justru kita membiarkan diri "diinjak" seperti kerbau dicocok hidung kehilangan nyali?  Logikanya, jika di ruang fisik segala sesuatu terikat aturan hukum dan perlunya pendataan.  Hal yang sama pun terjadi di ruang digital.

Ambillah contoh judi online yang mati satu tumbuh seribu.  Sekalipun telah diblokir oleh Kominfo, tetapi pertumbuhannya ibarat jamur yang kejar-kejaran.  Walaupun telah menggunakan sistem pengawasan terbaru yang disebut survelliance system dengan teknologi yang dapat membaca alphabet dan numerik.  Bayangkan, apalagi jika tidak didata!   Betapa mengerikannya ruang digital kita!  Malang melintang bebas apapun bisa beredar seenaknya, dan kita justru kehilangan kedaulatan di negeri sendiri?  Halloo....ini rumah kita teman!  Kitalah yang berdaulat menentukan tanpa harus ciut sedikitpun!

Seribu satu macam nada sumbang pasti akan selalu ada ketika sebuah kebijakan diterapkan.  Paypal misalnya, semua ribut terkait dana yang nyangkut.  Tetapi pernahkah kita berpikir, kenapa Paypal tidak segera mematuhi aturan atau hukum yang telah diinfokan oleh Kominfo sejak lama ini?  Hal yang sama juga dengan berbagai platform lainnya yang mencoba nakal.  Kemana dan ngapain saja mereka selama ini?

Singkat cerita, sepakat ketika Johnny Plate mengatakan kaitannya dengan PSE inilah juga semangat bela negara dan cinta tanah air sesuai era dan zamannya.  Ketika rasa itu hilang, maka inilah awal dari hilangnya sebuah bangsa dan negara.  Tetapi penulis percaya, kita mencintai negeri ini dan siap menjaga kedaulatan digital Indonesia!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun