Ricuh kebijakan Johnny Plate, Kementerian Komunikasi dan Informatika mengenai pendaftaran Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) berujung blunder. Â Padahal sebenarnya ini bukanlah kebijakan yang baru, karena sudah digaungkan sejak 2 tahun yang lalu. Â
Bahkan memiliki landasan hukum, yaitu  Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, dan Peraturan Menkominfo Nomor 5 tahun 2020 tentang PSE Lingkup Privat. demi kedaulatan digital di negeri ini.
"Ini pendaftaran, jangan dihubungkan dengan perizinan. Â Ini bukan perizinan. Tidak ada juga hubungannya dengan konten, kebebasan bersuara, berserikat dan menyatakan pendapat," tegas Johnny. Â Dikutip dari: indonesiatech.id
"Pendaftaran ini kan perlu di semua negara. Â Masa kita sendiri tidak tahu aktifitas digital yang ada di ruang digital Negara kita sendiri?" kata Menkominfo. Â Dikutip dari: indonesiatech.id
Berbagai asumsi mengarang bebas beredar luas di masyarakat. Â Terkesan Kominfo kepo akan membatasi kebebasan atau demokrasi di ruang digital. Â
Padahal dalam bahasa sederhananya kebijakan ini tidak lebih dari proses administrasi atau pendataan. Â Tepatnya, Ini masalah tata kelola bukan pengendalian. Â Tujuannya tidak lain untuk mengetahui siapa saja penyelenggara elekronik yang beroperasi di Indonesia.Â
Ehhmmm.... kurang terliterasi mungkin yang membuat netizen baperan, ngambek tidak jelas. Â Padahal sikap/ kebijakan serupa tapi tak sama pun sudah diterapkan di negara lain dengan maksud melindungi pengguna ruang digitalnya.Â
Berikut negara yang juga menjaga kedaulatan ruang digitalnya, adalah:
- Amerika Serikat (AS)
Komisi Perdagangan Federal (FTC) AS mewajibkan raksasa teknologi seperti Google, Amazon, ByteDace hingga Meta berbagi informasi tentang bagaimana mereka mengumpulkan dan menggunakan data dari pengguna. Â Kemudian AS menerapkan aturan anti-monopoli pada raksasa teknologi ini. Â Sebab AS mengklaim bahwa perusahaan sengaja menggabungkan perangkat lunak bebas pada sistem operasinya. Tujuannya, mempersulit persaingan di pasar. Â Disini, Amazon, Apple, Facebook, Google, dan Microsoft terkena denda atas tindakan monopoli tersebut.
- Australia
Beberapa waktu lalu Australia memaksa Google dan Facebook membayar konten yang diambil dari situs berita. Â Melalui kebijakan ini, Komisi Persaingan dan Konsumen Australia (ACCC) bisa menagih uang dari Google dan Meta.
- India
Bahwa, Kementerian Elektronika dan Teknologi India Informasi meminta Google dan Meta untuk mematuhi aturan IT. Dijelaskan tegas bahwa setiap perusahaan teknologi harus menunjuk chief compliance officer, resident grievance officer, dan orang yang disebut nodal contact person untuk mengatasi masalah di lapangan.
Tiga contoh negara tersebut tidaklah persis sama dengan PSE yang sedang ramai di tanah air, yang sebenarnya hanyalah persoalan pendataan semata. Â Tetapi kita bisa melihat bagaimana negara hadir menjaga ruang digital.
Artinya, catatan penting untuk siapapun penyenggara elektronik di Indonesia agar terdata dengan tertib. Â Ini juga masalah kedaulatan, atau kepatuhan terhadap hukum atau aturan yang ada di republik ini. Â
TIdak untuk penyelenggara lokal, tetapi juga asing. Â Tanpa terkecuali, sekalipun untuk perusahaan raksasa! Â Jika didata/ mendaftarkan diri saja tidak mau, lalu bagaimana mau diharapkan menghormati kedaulatan di negeri ini.
Perlu diketahui, Indonesia adalah negara ke empat terbesar di dunia. Â Jelasl Indonesia market yang sangat berpotensi, salah satunya karena penetrasi pengguna internet yang sudah mencapai 77 persen atau sekitar 210 juta orang. Â Jika pun saat ini masih di posisi middle income, tetapi di masa depan Indonesia dipastikan menjadi high income.
Bayangkan apa yang akan terjadi jika para penyelenggara elektronik tidak tertata dengan baik. Â Ibaratnya, Indonesia sebuah rumah yang tidak jelas siapa penghuninya. Â Kita yang memiliki ruang digital, tetapi kocak tidak tahu aktifitas digital yang ada di ruang digital negara sendiri?
Ooo...bisa saja karena kurang pahamnya ada netizen berpikir "Ah...selama ini semua baik-baik saja. Â Google, Facebook dan rekan-rekannya tidak terdaftar kok dulu. Â Terus kenapa Kominfo paranoid memaksa daftar."
Hahahha.... itu dulu, ketika ruang digital tidak lagi seperti saat ini yang beti alias beda tipis dengan ruang fisik/ nyata. Â Saat ini kehidupan di ruang digital sudah seperti di ruang nyata. Â Ingat tidak kejadian ketika aplikasi pinjol illegal menjamur. Â Ketika itu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga pengawas keuangan tertinggi di Indonesia hingga meminta bantuan Google untuk membatasi aplikasi sejenis!
Kaitannya dengan Kominfo, disinilah penting pendataan! Â Lagi pula, sebagai negara yang memiliki ruang digital, wajar rasanya kita mendata siapa saja penghuninya. Â Ibarat mata uang dengan 2 sisinya, selalu ada baik dan buruk dari kemajuan di era digital. Â Maka dengan terdata jelas, netizen dapat terlindungi nantinya.
Singkatnya, berikut manfaat PSE yang bisa dirasakan:
- Penyelenggara tercatat dalam Tanda Daftar PSE, sehingga terindentifkasi secara jelas di laman https://layanan.kominfo.go.id
- Meningkatkan kepercayaan masyarakat
- Mencerdaskan masyarakat dalam bertransaksi melalui informasi yang terdaftar di PSE.
- Membangun pemetaan ekosistem Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik
Kesimpulannya, Kominfo tidak halu apalagi kepo. Â Justru sebaliknya PSE dimaksudkan untuk melindungi netizen Indonesia sehingga semua penyelenggara elektronik tanpa terkecuali terdata di republik ini. Â Ingat, kitalah yang memiliki ruang digital, dan bangsa ini memiliki potensi besar!
Sumber:
https://www.indonesiatech.id/2022/07/30/penjelasan-menkominfo-johnny-plate-soal-pemblokiran-pse/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H