Menggebu Johnny Plate Menteri Komunikasi dan Informatika desak Panja Komisi 1 DPR segera sahkah Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) menjadi Undang-Undang. Â Sebab, Johnny sadar lahirnya UU PDP akan memberikan kepastian terhadap peningkatan pengamanan terhadap data, sehingga nantinya dapat dilakukan secara ketat.
"Semangat saya menggebu-gebu untuk menyelesaikan RUU PDP menjadi UU PDP kalau bisa kemarin sudah selesai. Â Kalau bisa kemarin. Â Kalau hari ini pun dengan senang hati saya, apalagi besok," kata Johnny di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (22/3/2022). Â Dikutip dari: kominfo.com
Sejak diusulkan pada 2014, diproses di 2019, dan hingga kini 2022 RUU PDP masih belum menunjukkan titik terang akan menjadi payung hukum. Â Padahal di era digital kepastian hukum mutlak dan mengikat. Â Artinya, kebutuhan UU PDP krusial dan tidak bisa berlama-lama menunggu.Â
Mari kita melihat beberapa kasus kebocoran data yang pernah terjadi. Â Mungkin publik menilai seolah Kemenkominfo tidak melakukan apapun. Â Anggapan ini harus dimentahkan karena Johnny Plate justru tidak sabar kapan Kominfo diundang Panitia Kerja (Panja) Komisi 1 DPR untuk diajak bicara sehingga Indonesia segera memiliki UU PDP.
Namun sebentar menilik ke belakang. Â Deadlock atau kebuntuan ini mungkin terjadi karena pemerintah yaitu Kemenkominfo menginginkan otoritas pengawas pelindungan data pribadi berada di bawah kementerian. Â Sementara DPR ingin agar lembaga tersebut independen dan bertanggung jawab kepada presiden. Â Ujungnya ketidaksepakatan antara pemerintah dan DPR yang membuang waktu.
Kenapa? Â Sebab, jika tanpa perlindungan data pribadi pertumbuhan industri digital pun ikut berdampak tidak akan tumbuh. Â Faktanya saat ini data ibarat nyawa! Â Bagaimana publik bisa tenang jika data dirinya mencakup nama, umur, pekerjaan dan bahkan status sosial dan kesehatannya beredar di dunia maya tanpa kepastian hukum aman tidak.
Inilah, ngeri sedapnya dunia maya karena lebih rentan kejahatan daripada dunia fisik. Â Kita tidak tahu persis siapa kawan, dan siapa lawan. Â Sehingga keberadaan payung hukumlah yang melindungi pertukaran data.
Lihat saja beberapa kejahatan siber, pembobolan data, ataupun penggunaan identitas secara ilegal yang ujungnya merugikan berbagai pihak. Â Tidak jarang pelakunya orang dalam yang seharusnya bisa menjaga kerahasiaan. Â Namun tragisnya justru menjual data kepada pihak lain. Â Apalagi yang memang jelas-jelas datanya dibobol oleh hacker. Â Pertanyaannya, bagaimana dengan perlindungan terhadap data kita? Â Dimana hak dan posisi hukum kita?
Mengutip tempo.com sekilas beberapa insiden kasus kebocoran data yang menarik perhatian publik, yaitu:
- Kebocoran data BPJS Kesehatan
- Kebocoran data Cermati dan Lazada
- Penjualan data nasabah BRI Life
- Kebocoran data Tokopedia
- Kebocoran data Komisi Pemilihan Umum
- Kebocoran data konsumen Telkomsel
Ngeri, bayangkan bahkan lembaga pemerintahan pun tidak luput dari kebocoran data. Â Ironisnya Panja 1 terkesan berleha-leha. Â Sementara di sisi lain kita terus menggenjot digitalisasi negeri di segala aspek kehidupan. Â
Bukankah ini aneh tapi nyata? Â Ingin berubah, tetapi tidak siap dengan perubahan. Â Seperti halnya kebutuhan UU PDP yang ibaratnya digantung oleh Panja Komisi 1 tanpa kejelasan apakah mau diundangkan atau tidak? Â Mau sampai kapan Kominfo digantung, dan "membiarkan" potensi kebocoran data berikutnya. Â Kemudian barulah ramai-ramai semua berteriak, begitu?
Semoga UU PDP segera disahkan, tidak pakai lama. Â "Nothing but untuk kedaulatan rakyat Indonesia, tidak lebih dari itu, untuk kepentingan rakyat Indonesia." Â Meminjam kalimat Johnny Plate yang sadar bahwa digitalisasi pun butuh payung hukum, karena disini ada data ibarat nyawa.
Jakarta, 24 Maret 2022
Sumber:
https://nasional.tempo.co/read/1501790/6-kasus-kebocoran-data-pribadi-di-indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H