Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

PJJ Bukan Loss of Learning

8 Februari 2022   02:28 Diperbarui: 8 Februari 2022   04:20 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Meningkatnya lonjakan Omicron memaksa sejumlah sekolah kembali melakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).  Jujur sejak awal kondisi ini sudah sangat bisa dibaca.  Seperti bom waktu yang cepat atau lambat akan meledak. 

Sehingga sangat tidak mengerti ketika mendadak setelah liburan Natal Tahun Baru (Nataru) Nadiem Makarim Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia dan payung hukum SKB 4 Menteri meminta "wajib" sekolah kembali tatap muka 100 persen.  Terbukti, satu demi satu sekolah terpaksa melakukan karantina karena terjadinya kasus.

Kenapa?  Inilah beberapa alasannya:

  • Bahwa pandemi belum di kondisi aman, terbukti dari lonjakan kasus
  • Kondisi ruang kelas tidak  memungkinkan cukup berjarak
  • Transportasi warga sekolah baik peserta didik dan tenaga pendidik riskan untuk tidak terpapar
  • Rendahnya kesadaran warga sekolah mengenali gejala Covid
  • Rendahnya kepedulian warga sekolah untuk saling menjaga
  • Sikap meremehkan, cuek dengan alibi jangan panik

Konon pertimbangan PTM 100 persen karena vaksin terbilang sudah cukup menjangkau anak usia sekolah, dan yang paling dikhawatirkan adalah "loss of learning" atau generasi yang kehilangan kesempatan untuk belajar.

Mas Menteri ada benarnya, mengingat kondisi negeri ini cukup tertinggal dari sisi teknologi, dan jika menyoal internet maka tidak semua daerah bisa mengakses internet, belum lagi persoalan kuota.  Tetapi, nyaris 3 tahun pandemi menghantam negeri ini, seharusnya sudah banyak perubahan yang terjadi dari sisi infrastruktur dengan keberadaan tol langit.

Kemudian sejumlah suara juga mengatakan, "Buktinya anak-anak banyak beredar di mall, ikut orang tua mereka.  Jadi, kenapa harus khawatir ke sekolah."  Belum lagi sejumlah suara  mengatakan tidak sanggup jika harus mengawasi anak belajar di rumah.  Kira-kira begitulah, pro-kontra, dan itu lumrah.  Meski tidak adil, karena ada banyak anak juga yang diam di rumah dan memilih untuk berjuang belajar mandiri.

Pertanyaannya kini, masih dan apakah benar PJJ "biang kerok" loss of learning?  Sebab, ada hal lain yang harusnya membuka mata kita bahwa nyatanya banyak keberadaan atau niat anak-anak belajar di dalam kelas selama ini bukan atas dasar keinginan belajar.  Miris, maaf rupanya ibarat bocah kecil yang akan kenyang jika disuapi guru.

Bahkan, mengutip beritasatu.com seorang pengamat pendidikan, Indra Charismiadji beranggapan bahwa pelaksanaan PJJ dapat menyebabkan loss of learning tidak dapat dibenarkan.

"Loss of learning itu sudah ada di bangsa ini sebelum adanya pandemi. Bedanya, sekarang ini kelihatan. Orang tua yang selama ini tidak melihat anak belajar di sekolah, jadi melihat ketika mendampingi anak di rumah," kata Indra kepada Suara Pembaruan, Senin (25/1/2021).  Dikutip dari: beritasatu.com

Bukan rahasia, banyak orang tua mengirimkan anaknya ke sekolah, bermimpi seolah lulus sudah jadi professor.  Ibaratnya, melepaskan tanggungjawab ke sekolah, memastikan si anak mengerti pelajaran.  Tidak heran jika pandemi membuat banyak orang tua "koor" tidak kuat.  Ini lucu, karena yang mereka hadapi itu sebenarnya anak sendiri.

Sangatlah dilematis sekali jika PJJ menjadi satu-satunya yang dipersalahkan disini.  Sementara tidak satupun saat ini yang tahu kapan pandemi berakhir.  Lalu, apakah kita tutup mata saja mengirimkan anak ke sekolah.  Fakta, ini sudah dilakukan dan cerita berakhir mengkhawatirkan dengan sejumlah kasus di sekolah-sekolah.  Itu pun dengan catatan tidak dilakukan test kepada seluruh warga sekolah.  Padahal hak untuk hidup, harusnya menjadi prioritas dalam hal ini.

Kondisi ini adalah tamparan di dunia pendidikan, orang tua dan anak.  Bahwa pendidikan dan niat belajar bukan karena ritual pergi ke sekolah, duduk dan mendengarkan guru.  Melainkan, anak ke sekolah karena ingin belajar, sebab ilmu yang dicari.  Sehingga harusnya jika pun belajarnya dilakukan dari rumah tidaklah menjadi persoalan.  Tidak ada yang berubah, kecuali lokasinya.  Bukankah begitu harusnya?

Faktanya saat ini PJJ menjadi pilihan terbaik di saat pandemi.  Sehingga harusnya Mas Menteri tidaklah lagi semata fokus kepada persoalan kuota dan bantuan operasional sekolah (BOS).  Tetapi terlupa apa dan bagaimana agar PJJ bisa berjalan, dalam arti materi pembelajaran bisa tersampaikan dengan baik oleh para tenaga pendidik.  Membuat dan menghidupkan semangat belajar anak sekalipun secara virtual.

Tidak bisa dipungkiri pandemi "menelanjangi" kemampuan tenaga pendidik kita yang maaf mayoritas gaptek, dan konvensional mencekoki anak dengan buku.  Inilah yang harus menjadi perhatian ke depan, survey dan menemukan kebutuhan apa yang harus dipenuhi untuk PJJ.

Adapun saran yang bisa dipertimbangkan untuk meningkatkan kualitas PJJ adalah:

  1. Tenaga pendidik harus mau belajar, dan menguasai teknologi
  2. Tenaga pendidik terbuka menerima masukan dari orang tua dan peserta didik
  3. Membangun komunikasi dengan para peserta didik
  4. Membuat materi konten pembelajaran yang hidup dan menarik
  5. Memberikan tugas yang berhubungan dengan keseharian
  6. Menghargai dan memberi apresiasi kepada peserta didik
  7. Membuat pelajaran mudah dicerna
  8. Menciptakan aktivitas di kelas virtual sama dengan di dalam kelas
  9. Menciptakan suasanan menyenangkan dalam ruang virtual
  10. Melibatkan orang tua, misalnya ada tugas-tugas yang melibatkan peran orang tua.

Satu hal yang pasti bahwa pandemi telah mengubah dunia menggunakan teknologi di seluruh sendi kehidupan.  Artinya dunia pendidikan pun harus siap mengalami terobosan, loncatan dan perubahan.  Pergunakan teknologi sebagai media mengajar, dan merubah karakter/ metode mendidik.  Sehingga disini, menyoal loss of learning rasanya kurang tepat.

Benar pro dan kontra akan selalu ada.  Tetapi ingat, kita tidak bisa menghindari kemajuan zaman, dan pada akhirnya seleksi alam akan terjadi.  Maka disini PJJ hanyalah media saja.  Bahwa, mereka yang ingin maju akan terus belajar, siapapun dan dalam kondisi bagaimanapun.  Sementara yang tidak akan tertinggal kehilangan masa depan.  

Jakarta, 8 Februari 2022

Sumber:

https://www.beritasatu.com/nasional/723981/pengamat-loss-of-learning-bukan-karena-pjj-tapi-kualitas-guru-yang-kurang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun