Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Fenomena Tergiur Ghozali Everyday "Tren NFT" Tantangan Digitalisasi Indonesia

18 Januari 2022   04:14 Diperbarui: 18 Januari 2022   05:23 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Era digital adalah kebutuhan Indonesia seiring kemajuan teknologi.  Inilah yang menjadi fokus Kominfo mengingatkan pentingnya literasi digital untuk masyarakat Indonesia.  Termasuk saat ini ketika merespon tren pemanfaatan teknologi Non-Fungible Token (NFT).

"Kementerian Kominfo mengimbau masyarakat untuk dapat merespon tren transaksi NFT dengan lebih bijak sehingga potensi ekonomi dari pemanfaatan NFT tidak menimbulkan dampak negatif maupun melanggar hukum, serta terus meningkatkan literasi digital agar semakin cakap dalam memanfaatkan teknologi digital secara produktif, dan kondusif," kata Dedy, Senin (17/01).  Dikutip dari: indonesiatech.

Mungkin belum banyak yang tahu, viral nama Sultan Gustaf AL Ghozali atau yang dikenal sebagai Ghozali Everyday pemilik akun OpenSea.  Namanya naik daun setelah aksi jual foto sefie dirinya menarik cuan hingga miliaran rupiah berkat bisnis Non Fungible Token (NFT) yang dijalankannya.

Sekilas mengenai NFT, adalah asset digital atau token kriptografi yang mewakili suatu barang yang dianggap unik.   NFT diibaratkan sertifikat atas karya seni atau barang antik, dan pemilik bisa menjualnya, juga bisa dipergunakan untuk membeli sesuatu secara virtual.  Barang yang dimaksud, bisa berupa foto, gambar, lagu, rekaman suara, video, game, ataupun lainnya. 

Namun, NFT tidak bisa diperdagangkan atau dipertukarkan layaknya mata uang kripto.  Sebab, konsep NFT hanya memungkinkan pembeli memiliki barang asli tanpa ada yang bisa menirunya.  Inilah yang membawa Ghozali menjadi miliader ketika hampir seribu foto selfie dirinya sejak 2017 silam laris manis.   Berawal fotonya dihargai 0,0001 ETH atau sekitar Rp 45 ribu.  Hingga kini melambung, kolektor NFT menawar hingga dihargai 0,3 ETH atau 14 Juta rupiah.

Sulit untuk mengerti, bahkan Ghozali sendiri tidak menyangka koleksi foto dirinya selama 5 tahun laku keras hingga diminati kolektor dalam dan luar negeri.   Mendadak menjadi miliader, siapa yang tidak mau pastinya.

Kebayang, siapa yang kemudian tidak tergiur dengan kemudahan mencari cuan di dunia maya, berkat kemudahan era digital.  Bercermin dari Ghozali Everyday, hanya dengan memiliki akun di OpenSea dan mempunyai dompet digital maka transaksi bisa dimulai.  Tetapi disinilah letak salah kaprah "jebakan" dan pentingnya literasi digital untuk masyarakat Indonesia.

Sebagai contohnya saja, laman OpenSea bukan marketplace.  Artinya, produk yang diperjualbelikan bukan seperti toko online yang menjual produk makanan ataupun kebutuhan sandang pangan.  Kemudian, foto yang diunggah juga harus memperhatikan keamanannya.  Artinya, tidak memuat data pribadi yang akan menjadi celah kejahatan nantinya.  Fenomena inilah yang terjadi, terdapat seseorang/forum yang menjual swafoto dengan KTP melalui platform transaksi NFT.

Kegiatan transaksi NFT di Indonesia menjadi perhatian Menkominfo Johnny Plate.  Diminta para platfom transaksi NFT untuk memastikan platformnya tidak memfasilitasi penyebaran konten yang melanggar peraturan perundang-undangan, baik berupa pelanggaran ketentuan pelindungan data pribadi, hingga pelanggaran hak kekayaan intelektual.

Cuan selalu menggiurkan, tetapi masyarakat harus diedukasi untuk tidak mudah menampilkan data diri dan pribadi di media online apapun.  Di dunia maya potensi kejahatan sama seperti halnya dunia nyata.  Terdapat para pemulung data dengan berbagai manuvernya yang akan menjual data kependudukan di pasar underground ataupun digunakan untuk data pinjaman online.

Sebagai contohnya, jika foto selfie ditampikan bersama e-KTP di laman OpenSea.  Maka kita seperti "menelanjangi" diri sendiri dengan membuka nama, NIK, tempat dan tanggal serta berbagai data pribadi lainnya yang akan sangat dengan mudah disalahgunakan oleh oknum untuk kejahatan.

Fakta lain yang menggambarkan, masyarakat Indonesia masih jauh dari peka menjaga data pribadi.  Sementara pastinya kejahatan dunia maya akan terus berkembang mengikuti kemajuan teknologi.

Tidak ada yang salah dengan berbagai kemudahan meraup rejeki di dunia maya.  Inilah tantangan Indonesia di era digital.  Masyarakat dituntut terliterasi digital, semakin cerdas, bijak dan bertanggungjawab menggunakan teknologi digital.  Berjalan parallel dengan Kominfo tegas mengatakan sanksi hukum dikenakan bagi pengguna platform transaksi NFT yang menggunakannya untuk melanggar hukum.

Jakarta, 18 Januari 2022

Sumber:

https://www.indonesiatech.id/2022/01/17/kominfo-tren-nft-harus-dibarengi-penguatan-literasi-digital/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun