Ironis, bak langit dan dasar sumur membandingkannya dengan nasib Saulina Boru Sitorus atau yang sering disapa Oppu Lindu. Â Nenek berusia 92 tahun yang divonis 1 bulan 14 hari penjara oleh Pengadilan Negeri Balige, Toba Samosir, Sumatera Utara. Â Penyebabnya karena sang nenek menebang pohon durian sebesar lima inci milik kerabatnya.
Inilah potret bangsa ini menempatkan hukum, sehingga tidak heran jika korupsi di negeri ini merajalela. Â Kenapa, karena banyak faktor penyebabnya, misalnya: keserakahan, kekuasaan, kesempatan dan kebutuhan. Â Secara garis besar perilaku korupsi terjadi karena sikap mental materialistik dan konsumtif di masyarakat serta sistem politik yang masih mendewakan materi.
Singkatnya kantin kejujuran membawaku kembali kepada cerita sebuah toko kue di Bogor setelah 3 tahun. Â Berawal ketika itu bersama kedua teman, aku mampir di sebuah toko kue membeli oleh-oleh. Â Di saat bersamaan kami mengganjal perut mencicipi beberapa kue. Tetapi setelah sampai di Jakarta kami terlupa untuk membayar kue yang kami nikmati di toko tersebut. Â Maka kami sepakat siapapun diantara kami ke Bogor entah kapan, tolong sempatkan mampir.
Rupanya akulah yang kebetulan kembali berkunjung ke Bogor. Â "Mbak, maaf ini Rp 15,000 untuk kue yang saya bersama teman nikmati 3 tahun lalu." Â Hehehe...si mbak yang melayani tampak bingung, tetapi aku memaksa. Â Sementara kedua anakku yang menemani melihat aksiku penuh tanya.
Singkat cerita aku menjelaskan kepada mereka. Â Ini bukan soal nominal, tetapi ini soal kejujuran. Â Mungkin si mbak toko sudah lupa. Â Tetapi aku bersama kedua temanku tidak. Â Kami sadar belum membayar, dan bagi kami ini korupsi. Â Lain halnya jika kami tidak memungkinkan atau tidak berkesempatan untuk kembali membayar.
Di atas itu, bagiku ini soal bagaimana aku menginginkan anakku melihatku sebagai teladan. Â Membedakan antara hitam dan putih di luar sana. Â Tidak ada abu-abu di mata hukum, dan terlebih mengenai nilai kebenaran serta kejujuran.
Mungkin aku tidak bisa mengubah dunia. Â Tetapi, aku bisa mengubah sudut pandang anakku berprilaku untuk tidak menjadi bagian dari kesalahan dunia.
Bukan apatis, hukum adalah produk manusia, mematuhinya juga tergantung kepada manusia itu sendiri. Â Sebab, kejahatan akan selalu menemukan celahnya di setiap kesempatan, kerakusan dan keserakahan manusia.
Sehingga menurutku, kembalikan saja nilai kejujuran kepada masing-masing pribadi. Â Seperti halnya sebungkus kacang goreng seharga Rp 2000 di pojok toko sekolah anakku. Â Bukan nominal yang berbicara, tetapi bagaimana diri kita dibentuk.
Jakarta, 9 Desember 2021
Sumber: