Sempurna tergantung dari sudut mana kita menilainya. Â Buktinya, kita yang terlahir dengan klaim normal, belum tentu mampu menterjemahkan kata normal dalam kehidupan sehari-hari. Â Sehingga bayangkan, bagaimana dengan saudara-saudara kita yang terlahir atau terkondisikan dibatasi oleh keadaan tertentu. Â Pertanyaan selanjutnya, seberapa peka kita? Â Sementara kita mengklaim normal, tetapi masih kerap mengeluh dan merasa dunia tidak adil.
Hahaha...maaf, aku hanya bisa tertawa hambar. Â Menanyakan berapa banyak dari kita pernah stop memikirkan diri sendiri. Â Kenapa tidak membuka mata dan hati melihat saudara kita yang "kurang beruntung" karena kondisi fisiknya, tetapi masih sanggup melanjutkan hidup dan berkarya.
Begini, kebetulan aku memiliki mama yang dikarenakan stroke harus menjalani harinya di atas kursi roda untuk beraktivitas. Â Perjalanan panjang tentunya untuk mama bangkit hingga bisa menerima kondisinya lumpuh separuh.
Ketika bapak masih ada, dengan penuh cinta mama dilayani oleh bapak. Â Segala keperluannya, bahkan hanya untuk menyendok nasi ke piring pun dilakukan oleh bapak. Â Tetapi takdir membawa kepada cerita berbeda, bapak berpulang enam tahun lalu.
Kepergian bapak membuat mama harus mandiri. Â Namun, harus aku akui, adekku memiliki kesabaran tingkat dewa "mendewasakan" mama agar berhenti meratapi nasib. Â Mama harus mandiri, termasuk mengisi harinya untuk tidak larut dalam sepi sepeninggal bapak.
Mama dan adekku memang tinggal bersama keluarga kecilku. Â Kami seperti tim solid yang melewati hari bersama. Â Kami mencoba mengajari mama bangkit. Â Sebab hidup harus berjalan, dan harus berarti menurutku.
Mamaku pada dasarnya seorang wanita yang periang. Â Mama sangat senang bergaul dengan siapapun. Â Sehingga komunikasi menjadi obat sepinya, dan adekku menemukan solusi dengan memberikannya gadget.
Penuh kesabaran adekku memperkenalkan teknologi kepada mama. Â Lalu dengan lihai mama mampu mengoperasikan gadget untuk chat WA, posting FB, dan bahkan ikutan zoom dengan komunitas dimana dirinya kini bergabung. Â Tidak hanya itu, mama juga mampu berkarya dengan memanfaatkan teknologi.
Tetapi yang membuat aku mengelus dada dan tertawa adalah perlakuan atau tingkah konyol orang-orang yang mengklaim normal.
Betapa tidak, pernah kami harus membawa mama naik menggunakan lift barang dikarenakan pada mall tersebut hanya tersedia escalator. Â Kebayang dong, sangat tidak mungkin bagi kami menggunakan escalator untuk kursi roda mama. Â Kemudian, di lain cerita mama terpaksa kami dorong berputar jauh karena di lobby teras parkir hanya tersedia tangga.Â